Proloog : Diana

67 7 0
                                    

prolog : Diana


- 1940 -


Kicauan merdu burung gereja yang tengah hinggap dijendela kamar pagi itu berhasil membangunkan seorang gadis dari tidur lelapnya

Gadis itu menetap kosong pada langit-langit kamar yang terbuat dari kayu dan sebuah lampu pijar yang menyala redup tepat berada ditengah

"jadi gue masih disini?"

Sang gadis bangkit, menatap pantulan dirinya pada cermin disusut lain ruangan

"Udah hampir tiga minggu gimana kalo mama, papa panik nyariin gak ada kabar?"

"Cih, kayak mereka bakal peduli aja Diana... lupa kalo mereka bahkan gak peduli saat lo bilang mau sekolah di Bogor dan ngekost sendiri jauh dari mereka?"

Diana menapakkan kakinya pada lantai, hawa dingin pagi hari menyambut telapak kaki membuat si gadis meringis 

Diana beranjak menghampiri jendela, membuat kawanan burung gereja yang semula bertengger berterbangan menjauh

Riuh suara kepakan burung gereja kala itu seolah menampar wajahnya kuat-kuat, memintanya untuk sadar bahwa inilah kenyataan yang harus dirinya terima

ini bukan mimpi, Diana...

Diana menyibak hordeng tipis berwarna putih dengan renda-renda diujungnya dalam sekali hentakan

Udara sejuk pagi hari menyapa, membelai wajahnya lembut, sedikit menenangkan pikirannya yang kalut dan rindu tak berkesudahan pada rumah

Diana menatap kebawah, pada halaman belakang rumah yang luas, tempat para pekerja menghabiskan masa dengan memanen hasil kebun atau memanen haasil ternak yang ada

Diana menatap anak manusia dibawah sana dengan tatapan iba, pakaian batik usang dan kaos yang lusuh tak pantas untuk digunakan menempel pada tubuh mereka, mengiris rasa kemanusiaan yang ada dalam dadanya

Selain pada buku sejarah, Diana tak pernah secara langsung melihat kemelaratan bangsanya sendiri pada masa penjajahan

Namun sekarang, sudah.

Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana nasib orang-orang pribumi begitu menyedihkan pada tahun 1940 ini.


- 1940 -


Diruang makan yang bisa terbilang cukup luas itu Diana menyantab sarapannya seorang diri dengan hening, hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan piring

Makan seorang diri bukanlah hal yang asing untuk Diana lakukan, namun dalam beberapa hari terakhir kegiatan makan seorang diri menjadi hal yang cukup menyiksa batinnya, terutama saat ia tengah asik menikmati makanan yang tersaji akan ada suara tangisan yang lirih mulai terdengar pada balik dinding dapur

Diana menghela nafas, meletakkan alat makannya dengan anggun menyisakan banyak lauk pada piring

Nafsu makannya meluap begitu saja melihat seorang gadis kecil berkepang dua tengah menangis dalam pelukan ibunya

Dihampiri sepasang anak manusia tersebut, sedang para pelayan lain yang melihat mulai berbisik dan menatap cemas nona mereka yang menghampiri Indri dan anak perempuannya yang masih kecil

Bentala Milik Kita ; 1940Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang