Satu
- 1940 -
Hari ketiganya ditahun 1940 Diana mulai dengan sarapan bersama keluarga Schoonhoven dan James tentunya.
Diana melirik pada Daniré--- putri sulung keluarga Schoonhoven, yang berhambur memeluknya sembari menangis ketika ia tiba dimeja makan pagi ini.
Daniré memeluknya penuh kasih, mengusap kepalanya kemudian berkata "aku saudarimu jika kau lupa, aku telah mendengar semuanya dari papa. Kuharap kau tidak melupakanku terlalu lama adik"
Daniré membalas tatapannya dengan senyuman, nampaknya Daniré begitu menyayangi Diané pikir Diana ketika melihat lebih dalam pada sepasang bola mata berwarna biru itu
"Papa, boleh tidak aku mengajak Diané minum teh dihalaman belakang rumah?"
Damian melirik istrinya, Rosalié selama ini tidak mengizinkan siapapun membiarkan Diana melangkah keluar kamar--- takut gadis itu tertimpa kecelakaan seperti terakhir kali, Rosalié tidak ingin putri bungsunya lecet seujung kukupun karna gadis itu adalah investasi masa depannya
Rosalié meletakkan alat makannya menatap lurus James yang duduk disebelah Diana "boleh, asalkan James ikut dengan kalian. Kau dengar James?"
"Dengar nyonya"
"bagus, kalau begitu aku akan suruh pelayan menyiapkannya" Rosalié memanggil pelayan dan bercakap-cakap dengannya sebentar, sementara Diana, Danié dan James menghabiskan sarapan mereka
Damian tersenyum menatap ketiganya, merasa senang akhirnya setelah banyak hari terlewati dengan ketidak hadiran Diané dimeja makan, hari ini untuk pertama kalinya meja makan terasa kembali lengkap.
Selepas sarapan Diana, Daniré dan James segera menuju kehalaman belakang untuk bersantai
Udara pagi yang sejuk di Buitenzorg begitu menenangkan, tak jauh berbeda dengan keadaan Bogor pada masa setelah kemerdekaan
Seusai pelayan pribumi menyiapkan tempat barulah ketiganya duduk untuk pesta minum teh kecil-kecilan, kegiatan berlangsung hangat, walau Daniré bersikap cukup canggung karna sudah lama sekali tidak bertegur-sapa Diana sendiri tidak mempermasalahkan sikap kakak perempuan dari Diané tersebut
Mengingat sikap papa dan mama gadis itu tak kalah canggung dengannya.
Tidak ditempat asalnya, tidak ditempat ini Diana mendapati orangtua yang tak begitu akrab dengannya. Sosok Damian dan Rosalié benar-benar mengingatkannya pada sosok orangtua kandungnya yang kini berada ditahun yang jauh berbeda dari tempatnya
"1940--- Gue ada di 1940" Diana membatin, melamun menatap uap yang mengepul dari cangkir teh miliknya yang belum ia sentuh sama sekali
"dari 2020 loncat ke 1940 berapa jauh??"
"80 tahun bangsattt!'
"Diané?" Diana tersentak, menoleh kearah Daniré "kau baik-baik saja adik? kau melamun sejak tadi"
Diana buru-buru menggeleng, tersenyum tipis "tehnya enak, aku menyukainya"
Daniré dan James bertukar pandangan, kemudian Daniré merah tangannya mengusap tangan yang dibalut sarung tangan tipis itu pelan "tentu saja--- itu teh kesukaanmu" Diana tertegun, menatap pantulan dirinya pada cangkir teh yang masih terisi penuh
"Bukan, gue bukan Diané..."
Diana mulai menyesap teh miliknya hingga tersisa separuh kemudian mulai mendengarkan Daniré dan James yang bergantian menceritakan tentang masa lalu mereka bersama Diané, Diana menyimak baik-baik mencatat hal-hal penting dalam kepalanya guna mendalami lakon sebagai Diané Arabella Van Schoonhoven, gadis cantik permata berharga milik keluarga ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bentala Milik Kita ; 1940
Fiksi Sejarah"Buitenzorg, dikediaman anda sendiri dirumah keluarga Schoonhoven, hari ini penghujung tahun 1939 dan besok memasuki tahun baru 1940, nona" jawaban yang tidak Diana inginkan keluar dari mulut lelaki tersebut "Sialan?! apa katanya tadi? Buitenzorg? 1...