Cinta itu memang selalu bertengkar dan berdamai lagi. Cinta adalah gagasan pertama yang hangat dan membuat rasa kantuk di pagi hari, setelah ciuman panas di malam hari.
Tangan yang melingkar ditubuhnya, membuat dia tersadar kalau semua yang terjadi bukanlah hayalannya. Dia menyingkap rambut Sana yang menutupi wajah, matanya masih terpejam, sinar matahari yang masuk lewat sela-sela jendela tak mengusiknya tidur.
Dia tersenyum, memberi ciuman singkat pada bibir Sana yang tertutup.
Pagi ini dia harus membawa Butter ke dokter untuk vaksin, dia juga akan bertemu dengan Mba Inka lagi untuk membahas project drama kemaren.
Dia belum sempat bercerita dengan siapapun terkait ini, dia masih bingung. Hatinya terus berkata tidak tapi logikanya memaksa berkata iya, dia pikir memang tidak ada salahnya mencoba.
Dia membiarkan Sana terus terlelap dalam pelukaanya, sedangkan pikirannya terus terombang-ambing, memikirkan segala kemungkinan yang terjadi jika dia mengambil project itu.
Mungkin matahari diluar memang sudah sangat tinggi kali ini Sana jadi terusik dari tidur nyenyak nya, perlahan membuka mata, syukurlah Tzuyu memang masih ada disisinya. Kejadian semalam memang benar adanya.
Wajahnya jadi memerah, mengingat kejadian semalam. Tzuyu yang menciumnya, Tzuyu yang terus memberi sentuhan-sentuhan yang semakin membuatnya gila, dia rasa Tzuyu memang masih menginginkannya, mungkin dia memang tidak berharap sendiri.
Tzuyu yang melamun, membuat wajah Sana jadi berubah, dia menyamakan tubuhnya, dia tatap wajah Tzuyu, tapi Tzuyu seperti tak menyadari kehadirannya.
"Tzu.. "
"Tzuyu.. "
Tak kunjung mendapat jawaban, tangannya membawa Tzuyu untuk menatap kearahnya. "Sayang.. "
Tzuyu jelas kaget, mendapati wajah Sana begitu dekat dengan wajahnya. "Hm?" Sejak kapan Sana bangun dari tidurnya, pikirnya.
"Kamu kenapa?"
"Kenapa?" Tzuyu malah balik bertanya, dia jadi berpikir apa wajahnya begitu terlihat kalau sedang bingung? Apa Sana bisa membaca apa yang sedang dia pikirkan.
"Apanya?" Tzuyu terus bertanya seperti orang linglung, dia rasa Sana terlalu dekat dengannya. Dia tidak bisa fokus, harus melihat mata Sana atau bibirnya.
"Lagi ada masalah?"
Padahal wajah Sana sangat serius saat bertanya, tapi lagi-lagi Tzuyu tak bisa memfokuskan dirinya.Bukannya menjawab dia lebih memilih memberikan ciuman singkat pada bibir Sana yang terus saja bertanya.
Sana jadi diam tak bertanya lagi, melepaskan dirinya dari Tzuyu, sedikit menggeser tubuhnya.
"Kenapa?" Kali ini jadi Tzuyu yang bertanya.
"Kaget." Kata Sana.
"Ga pake aba-aba dulu."
Tzuyu tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Emang harus ada aba-aba dulu?"
"Ya engga."
Tzuyu menggeser tubuhnya mendekat pada Sana lagi. "Jadi engga atau harus ada aba-aba dulu?"
Saat Tzuyu ingin menciumnya lagi, Sana mendorong wajah Tzuyu. "Ih!" Sana pergi keluar dari kamar disusul suara tawa Tzuyu yang menggema disetiap sudut kamar.
..
.
.Awalnya Tzuyu akan mengantarkan Sana terlebih dulu sebelum ke dokter, tapi Sana menawarkan diri untuk membantu membawa butter, karna sejak semalam butter hanya akan tenang jika dalam gendongan Sana. Tzuyu setuju, jadi sekarang mereka berdua sudah didalam mobil.