Mungkin jika jatuh cinta memiliki lampu indikator, dia akan lebih mudah, kapan dia harus melakukannya, memperlambat, atau berhenti saja. Sudah setengah jam dia mendekam di kamar mandi.
Dia menarik nafasnya, lilin aroma therapy baru saja dia nyalakan, dia merendam tubuhnya, menghilangkan rasa cemburu. Padahal hubungannya dengan Sana saja masih belum jelas, tapi dia sudah merasa memiliki, membiarkan Sana diluar dengan rasa bingungnya.
Dia pikir Sana tidak akan mengerti betapa stresnya menjelaskan apa yang terjadi di kepalanya, karna sebenarnya dirinya sendiri pun tidak memahaminya.
Hubungannya dengan Sana hancur karna dia yang tak bisa terus terang, karna dia yang selalu memendam semuanya.
Satu masalah kecil dia biarkan besar dikepalanya, kemudian datang masalah lain dan dia tumpuk semua, menjadi susunan bom waktu yang siap meledak kapanpun.
"Tzu.."
"Kamu baik-baik aja kan?"
Dia merasa sangat bingung, mencoba memberi label atas hubunganya dengan Sana, tapi dia belum siap untuk menjalin sebuah hubungan lagi, dia tidak ingin mengulangi kesalahannya lagi. Percuma saja jika bisa kembali jika dia tidak bisa belajar dari apa yang terjadi sebelumnya.
Dia rasa dia memang membingungkan untuk seseorang seperti Sana yang bisa mengekpesikan perasaannya dengan gamblang.
"Tzuyu.. "
"Ayo keluar, aku laper."
Biarpun sekarang dia tak melihat Sana, dia bisa membayangkan kalau dibalik pintu, Sana pasti sudah menekuk wajahnya, menunggunya yang egois, seharusnya dia bisa menjelaskan dia tidak menyukai saat Sana bersama Chan, seharusnya dia bisa menjelaskan letak kesalahan yang membuatnya tidak nyaman.
Dia membuat semuanya rumit sendiri.
Satu tahun bukan waktu yang sebentar untuk dia merasa kehilangan Sana, tapi saat sekarang Sana membuka jalan, dia juga yang rasanya enggan masuk, dia merasa dia belum banyak belajar dari apa yang terjadi sebelumnya.
Seharusnya dia bisa lebih memahami kalau Sama memang tipikal pribadi yang dekat dengan semua orang.
Akhirnya dia memutuskan keluar dari kamar mandi, suara pintu yang terbuka membuat Sana langsung menoleh dan tersenyum.
Sana selalu terlihat bahagia.
Sana langsung memeluknya dan dia membiarkan Sana menghirup aroma tubuhnya.
"Kok lama banget mandinya?"
Mata Sana yang berbinar saat memandangnya membuat dia jadi melupakan kekesalannya, dia jadi merasa bersalah, mengkhawatirkan hal-hal yang sebenarnya tercipta karna pikirannya sendiri. Mungkin Chan memang menyukai Sana tapi pada nyatanya Sana sekarang asik saja memeluknya seakan merasa aman berada di dekatnya. Lantas apa yang dia takutkan?
"Kamu udah laper?"
Sana yang memiliki tubuh lebih pendek terlihat lucu, mengangkat kepalanya, mengangguk menjawab ucapan Tzuyu.
"Maaf ya."
"Kenapa minta maaf? Gapapa kok kalau kamu emang mau mandi lama."
Tzuyu sudah tidak tahan, rasanya dia ingin menangis, seharusnya Sana marah karna sikapnya yang tidak jelas, seharusnya Sana menuntut penjelasaan akan perubahan moodnya, bukan terlihat baik-baik saja, menerima segala perlakuannya, Sana membuat perasaanya campur aduk, ntah dia harus menjawab apalagi, dia bukan orang yang bisa berbicara panjang lebar menjelaskan apa yang dia rasakan.
Sana menampakan wajah yang seolah menunggunya berbicara, tapi yang dia lakukan hanya tersenyum, bersamaan dengan mata Sana yang terpejam dia menyalurkan apa yang dia rasakan lewat ciuman.