9

215 28 7
                                    

"Aku tidak mau mendengar banyak alasan, cari dia sampai ketemu."

"Baik bos."

Di sebuah lorong yang sunyi dan temaram, suara langkah kaki bergema. Seorang pria berjalan dengan menegakkan tubuh seakan memperlihatkan bahwa dia bukan sembarangan orang yang bisa disepelekan.
Mori Ougai, namanya. Seorang dokter di Port Mafia dan juga tangan kanan orang tertinggi di dunia mafia Jepang.

Satu ujung bibirnya tertarik keatas saat dirasa sudah jauh dari ruang bos nya yang mulai sakit-sakitan itu. Beberapa lama berjalan, dia berhenti di sebuah ruangan, yang adalah ruangannya sendiri, mendapati seorang anak kecil terduduk diam di kursi yang sepatutnya diduduki oleh Mori. Namun dia tidak mempermasalahkan hal itu, dibuktikan dengan dia duduk di kursi lainnya.

"Kau benar-benar licik, Mori."

Si bocah laki-laki berkata sambil memandangi pemandangan Yokohama dari jendela besar dengan raut wajah datar. Tangan kecilnya menampu dagu, sementara matanya tidak berkedip. "Kau sudah menemukan [Name] yang dicari-cari orang tua itu. Tapi kau merahasiakannya," lanjut anak itu.

Mori yang mendengar perkataan Dazai kecil hanya tertawa pelan dan menyender di senderan kursi. "Kadang kita haruslah licik untuk mendapat keuntungan, bukan?"

Dazai tak menanggapi perkataan pria yang hampir berumur paruh baya itu. Hening sejenak sebelum Dazai memutar kursi hingga dia menatap Mori tepat di matanya.
"Aku kasihan."

"Pada [Name]?"

"Tidak." Dazai kecil turun dari kursi lalu berjalan kearah pintu, hendak keluar. Namun sebelum keluar, dia berbalik lalu kembali menatap sang pria. "Aku kasihan, padamu."
Setelah mengatakannya, dia pun keluar dan meninggalkan Mori seorang diri.

Mori, hanya bisa terdiam lalu tersenyum penuh arti sambil memandangi pintu yang masih terbuka. Matanya bersinar penuh kelicikan. Menghela napas lalu memejamkan mata. "Dazai, kelak kau akan paham.."

"Balas dendam itu harus dinikmati, bukan disajikan dengan indah di piring perak.."

═════════

Mari kita kembali pada [Name] yang sedang tersesat di guyuran salju dan lupakan bahwa kanjeng author yang sedang niat nulis seperti diatas contohnya.

Hingga kini [Name] masih tersesat dan tak tau arah jalan pulang. Jangan nyanyi. Maksudnya, sekarang ini dia masih berada di taman sambil merenungkan hidup yang selama ini hanya menjadi beban. Beban orang tua. Beban masyarakat. Beban planet. Beban antar galaksi. Bahkan beban diri sendiri. Karena dia merasa, hidup segan, mati pun malah masuk isekai.

Menggaruk kethecknya lalu bangkit dari kubur, dia menengok kesana-kemari, mencari dan berharap ada sebatang hidung orang yang juga berada di taman itu. Namun hanya bisa menghela napas saat tidak menemukan siapa-siapa, hanya ada dirinya disana. Sendirian bersama bayangmu semakin nyata, merasuk hingga ke jiwa, tuhan, tolonglah diriku.

[Name] yang sebenernya like untuk putus asa, namun karena dia adalah cwk setrong (stress tak tertolong) memutuskan untuk mencari arah jalan pulang ke rumah sang sugar daddy, Fukuzawa Yukichi, papah muda kita semua.
Aku pilih papah muda, biar duda tidak masalah. Walau punya satu anak, yang penting masihlah kuat. [Name] yang sedang berjalan dengan berhati-hati takut terpeleset, akhirnya terpeleset juga dengan sangat estetok, wajah nyungsep ke salju terlebih dahulu.

"Anjir lah.. banyak banget cobaan hidup hari ini perasaan..," gerutu mbak titisan Dajjal itu sembari membersihkan butiran-butiran salju di jaket dan rambutnya.

Namun ritual tersebut terhenti ketika dia mendengar tawa gelegar tak jauh darinya. Menengok kebelakang, [Name] melihat seorang bocil laki-laki lain bersurai hitam yang tertawa terbahak-bahak. [Name] berdecak sebal lalu dengan cepat berjalan kearah bocil misterius itu lalu menaboknya.

ANNOYING!! [Tokyo Revengers x Reader x BSD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang