2. Him
.
Gue memfokuskan pandangan ke seluruh penjuru ruangan kelas 11 IPS-3 yang katanya sangat-amburadul-dan-berisi-banyak-species-aneh ini dan tertegun begitu melihat seonggok manusia yang sedang asik membenamkan wajahnya di atas kedua tangannya yang menelungkup di meja.
Sumpah, seumur hidup gue gak pernah nemuin cewek se-freak dia.
Emang, beberapa mahluk di kelas ini rata-rata nalarnya udah rada sinting. Contohnya aja Niel, temen sebangku gue yang hobi nimpalin omongan guru dan ngecengin orang. Ada lagi Ghansa, cowok di depan gue yang hobi banget nyisir dan temen sebangkunya Ridho yang selalu bawa kaca. Bahkan ada dua cewek yang namanya Onik dan Kanaya yang sempat-sempatnya duel main uler tangga disaat jam pelajaran Bu Ratih.
Absurd banget 'kan?
Tapi, dari semua manusia tadi, yang paling aneh menurut gue adalah dia. Aranina. Cewek yang dateng telat dengan alasan telat bangun padahal dia tidur dari jam lima sore, cewek yang asik tidur di jam pelajaran Bu Ratih, dan cewek yang ketiduran beberapa menit sebelum bel pulang berbunyi.
Terus gue mesti ngapain sekarang, dengan pemandangan kelas kosong dan hanya tersisa gue dan cewek aneh itu yang lagi asik berkelana dalam mimpinya.
Harus gue bangunin, gitu?
"Woi, nggak pulang?" Gue berteriak begitu lewat di sampingnya. Tapi dia tidak bergeming.
"Nina?" Gue turunin nada beberapa oktaf.
Hasilnya sama, hening.
Gue mencolek sedikit bahunya dan karena tak ada respon, gue mulai mengguncang tubuhnya sedikit.
"Heh, bangun."
"Udah bel, Bego. Lo mau nginep disini?"
Saat cewek itu mulai bergerak, buru-buru gue berkata, "Yaudah bodo, gue tinggal. Bye."
Belum, gue belum ninggalin dia pas dia mulai mengerjapkan matanya. Wajahnya langsung tegang, sepertinya dia kaget atau sejenak terpana karena begitu buka mata, yang pertama kali dia lihat itu gue.
Please deh, bukannya ge-er. Tapi gue bukan orang yang nggak sadar kalo seharian ini dia terus ngeliatin gue sampe segitunya.
Setelah yakin dia udah bangun, gue langsung mengambil langkah menuju pintu kelas.
"Eh, tungguin dong!" Teriakan di belakang menggema. Gue tau itu pasti dia, terpaksa gue sedikit menolehkan kepala ke belakang.
"Udah jam lima sore, lo tidur udah kayak kebo kekenyangan, asal lo tau." Kata gue sarkastik. Kemudian melenggang pergi keluar kelas.
.
"Dan, anterin gue ke Kampus dulu, ya? Please...."
Tanpa melihatpun, gue tau pasti itu suara siapa. Suara menyebalkan seseorang yang seminggu terakhir ini selalu terdengar di rumah yang tadinya damai menjadi berisik nggak karuan karena kedatangan orang yang satu itu.
"Males. Gue udah janjian main sama temen sekolah," Gue menjawab sekenanya begitu Andin, kakak sepupu gue yang rusuh itu sudah nangkring di depan pintu kamar.
Ya, main bersama Niel, Ghansa, Ridho, dan Toper atau Christoper. Toper adalah satu-satunya anak kelas di sekolah baru gue—selain gue pastinya—yang tingkahnya lebih normal daripada yang lain. Nggak heran kalo dia jadi ketua kelas, pembawaannya tegas tapi lembut. Kalo gue cewek, mungkin gue udah naksir dia.
Oke, itu terdengar sangat homo.
Andin memelas. "Yah, ayo dong Danish. Please, ya? Besok 'kan hari Sabtu libur. Nanti lo langsung ke rumah temen lo aja. Cuma nganter kok,"
Sial. Gue paling tidak tahan sama cewek yang pasang tampang memelas. Mau tidak mau akhirnya gue hanya bisa mengiyakan permintaan Andin.
Lagian heran, dia yang kuliah, kenapa gue yang repot nganter.
"Nggak ada pilihan selain iya, 'kan?"
Andin tersenyum dan mengampit lengan gue. Orang yang melihat pasti mengira kita berdua adalah cute couple karena entah badannya yang bogel atau karena gue laki-laki yang terlalu tinggi, banyak yang mengira Andin itu pacar gue.
Gue juga nggak tau kenapa dari dulu dia selalu nempel sama gue.
.
Kami berlima janjian ngumpul di McDonald's deket sekolah yang jauhnya keterlaluan dari Kampus Andin setelah mengantar sekaligus di sia-siakan olehnya saat pacarnya datang.
Memang benar ternyata. Para perempuan selalu punya cara untuk merepotkan laki-laki.
Begitu masuk ke dalem, gue udah ngeliat Niel, Ridho, dan Toper duduk di meja paling strategis. Dengan stop kontak di bawah kursi masing-masing serta wi-fi kenceng tempat orang-orang tidak modal mendownload The Sims dan berbagai film di Ganool. Ngaku aja deh yang pernah melakukan hal kayak gini. Gue emang tau karena Andin sering banget minta ditemenin ke McDonald's cuma buat download film romantis cengeng di Ganool.
Oh, dan ditambah juga paksaannya untuk menemani nonton.
"Mana si curut?" Tanya Niel sambil menyomot kentang goreng di meja.
"Lah dia mah emang gitu, bilang otw padahal masih nyisir di rumah."
Seketika tawa gue meledak dan Toper tersedak sprite yang tadinya sedang dia teguk. Sementara Niel, tertawa bagai orang kesurupan.
"Suruh dia yang bayar karena telat dan bikin tenggorokan Toper jadi perih." Gue menimpali.
Acara numpang-wifi-di-McD itu berakhir dengan pertarungan sengit antara gue dan Toper dalam permainan Wii di rumah Ridho dan Ghansa yang sibuk meratapi isi dompetnya.
.
Jam digital dalam Vera kesayangan gue nunjukin pukul sembilan malam sepulangnya dari rumah Ridho. Gue mampir sebentar ke Seven Eleven, membeli hot cappuccino dan sebungkus marlboro lights.
Sebenarnya Papa pasti marah besar kalo tau gue masih ngerokok, tapi ya sudahlah. Toh, dia tidak tau ini.
Gue mengedarkan pandangan, banyak pasangan yang terlihat disini. Padahal gue sengaja duduk di meja bagian luar.
Najis, baru inget ini malem minggu. Dan gue merasa sangat jomblo sekarang.
Gue menghisap rokok itu dalam-dalam sambil sesekali meneguk cappuccino tadi.
Namun baru setengah batang yang gue nikmati sampai akhirnya perhatian gue beralih ke arah perempuan yang rasanya nggak asing itu dengan posisi telungkup di atas bar sambil memegang ponselnya.
Ya, gue yakin itu dia. Aranina Terre Cleopsillar.
________
a/n
Duh maafkan aku karena nge-post ini lagi padahal cerita yang lain belom dilanjutin. Maaf juga gue banyak ngiklan di cerita ini abis gakuku sih (?)
Omong-omong cerita ini setiap chapter ganti sudut pandang. Dari Nina ke Danish. Hanya dua orang.
Okay, see you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleepaholic
Teen Fiction(n) a person who loves sleeping or has a tendency to oversleep -•- Saat kukatakan aku ragu bahwa kebersamaannya itu hanya mimpi, aku serius mengatakannya. [ Completed ] • A Novel by Kei. ©2015.