3. Her
.
"Da ... nish?" Tanyaku dengan suara tercekat kepada diri sendiri, tidak percaya begitu hal pertama yang terpampang di wajahku saat aku membuka mata adalah orang itu.
Berdiri dengan tinggi menjulang, bertelanjang dada, dan menyisakan sebuah bokser di bagian bawahnya.
Sejenak aku mencerna hal yang terjadi padaku sampai aku bisa berada tepat di situasi seperti ini. Mana bisa Danish menyelusup masuk ke kamarku 'kan? Secara, Afdan pasti akan marah besar jika ada laki-laki yang masuk ke kamarku sembarangan.
Terus juga ada Mama di rumah. Ngapain coba dia disini? Dengan aku, yang memakai piyama floral pink kesukaanku?
Jreng!
Aku mendapat titik terang dan langsung melempar apapun yang ada di sekitarku ke arah wajahnya.
"NGAPAIN LO DISINI!?!?!?! LO APAIN GUE!?!?!? PLEASE, JANGAN MACEM-MACEM, GUE MASIH PERAWAN!!"
Danish terbelalak melihatku yang berteriak brutal. Iyalah, gimana gak brutal kalau lihat pemandangan indah namun penyebab dosa disaat bangun tidur begini?
Yaampun, aku baru ingat kalau baju terakhir yang aku kenakan adalah sweater abu-abu keren yang aku beli minggu lalu di olshop, bagaimana bisa sekarang berubah jadi piyama?
Jangan bilang kalau cowok di hadapanku ini sudah ... membobol gawangku.
BILANG AKU MASIH PERAWAN!
IYA, 'KAN?
HUAAAAA. CAMERON DALLAS KEJEBOLAN.
.
"Berisik banget sih. Siapa juga yang mau merawanin lo?"
Mataku mengerjap hebat begitu mendengar suara Danish. Hal pertama yang aku lakukan adalah mendekap tubuhku sendiri dan menutupi bagian dadaku. Aku nggak mau dimesumin sama dia walaupun dia ganteng. Aku masih punya harga diri, oke?
Kecuali sih kalau Danish-nya berubah jadi Cameron Dallas. Hehe. Tambahku dalam hati.
"Mau ngapain lo!? Jangan mesumin gue, please. Gue masih perawan, gue belom mau kawin, gue masih pengen jadi penulis novel atau model Victoria's Secret. Gue tau lo ganteng, tapi gue cuma mau diperawanin sama Cameron Dallas!"
"Ha?" Alisnya naik sebelah dan wajahnya nampak bertanya-tanya melihatku yang melontarkan kata-kata barusan dengan kalang kabut. Duh, sebenarnya ada apa sih?
Sedetik kemudian tawa Danish pecah dan nampak sangat teramat ngakak melihatku bagaikan melihat aktor lawak. Apa sih yang dia ketawain!?
"BEGO. Lo pasti mimpiin yang iya-iya 'kan tentang gue? Ngaku lo! Ck, dasar cewek mesum,"
Buru-buru aku melihat sekeliling. Aku berada dalam mobil Pajero yang sangat bagus dengan jok yang sangat empuk dan disupiri dengan cowok yang sangat ganteng. Oke, aku tau ini Pajero karena mobil ayahku juga Pajero.
Tapi astaga, ini di mobil Danish? Bukannya aku tadi lagi di Sevel sambil numpang ngecharge hape dan nungguin Jihan dan juga Sharen, sepupuku yang bilang mau nemenin aku disitu biar gak menyedihkan banget malming sendirian?
"Tunggu dulu," Kataku akhirnya, memecahkan keheningan. "Gue inget kalo hal terakhir yang gue lakukan adalah ngecharge hape di Sevel sambil nungguin orang. Kenapa gue bisa berakhir di mobil ini?"
Danish terlihat mencebik. "Tepat sekali, Kanjeng Ratu. Karena hal terakhir yang gue inget adalah gue lagi nongkrong di Sevel, ngeliat cewek yang gue kenal lagi asik tidur di bar sambil megangin hape padahal udah jam setengah sepuluh malem." Jawabnya panjang lebar.
Wow, aku nggak nyangka dia bisa bicara sepanjang itu. Aku pikir dia cowok irit omong.
Dan, dia bilang jam setengah sepuluh malam?
"Sekarang ... udah jam setengah sepuluh?"
Dia menggeleng. "Sepuluh lewat lima belas. Dan gue yang merasa kasihan dengan perempuan tukang tidur daritadi cuma muter-muter Ciledug karena gak tau mau bawa lo kemana."
Aku tidak pernah semalu ini sebelumnya.
Tuhan, aku benar-benar butuh pintu kemana saja.
.
Jihan Asyira : Maaf, Nin. Gue bener-bener lupa. Kemaren di ajakin jalan sama Aldo.
Jihan Asyira : Serius ih lupa banget. Gue gak tau kalo lo nungguin, tadi Sharen line gue katanya lo nungguin kita. Sorry banget, ya.
Aranina Terre. : Slr baru bangun. Iya gapapa, santai aja.
Aku mendengus kesal melihat notifikasi ponselku. Enak-enak aja minta maaf, aku sampe nggak sadar kalo aku nunggu selama itu dan tebak apa hasilnya? Aku dimarahin Afdan.
Tau 'kan pepatah yang bilang cewek selalu bilang gapapa disaat ada apa-apa?
Tapi untung saja Sharen mengaku kalau tugas madingnya yang sudah mepet deadline belum selesai sampai pukul setengah sebelas malam, membelaku yang menunggunya dan mengatakan pada Afdan bahwa ini juga salahnya. Jadi Afdan tidak terlalu marah.
Diam-diam aku berterima kasih pada Sharen walau sebenarnya masih kesal juga.
.
"Kak, bikinin nasi goreng," Pintaku dengan jurus rayuan maut. Afdan hanya memutar bola matanya tanpa komentar namun dia membuatkanku juga.
Kakakku memang ajaib. Selain ganteng, dia juga pintar menggambar dan memasak. Entah nyambungnya dimana, tapi dia berniat untuk mengambil jurusan graphic design saat kuliah nanti.
"Jangan kebiasaan pulang malem, gue nggak suka. Siapa yang nganter lo kemarin?"
Aku menelan salivaku yang rasanya sangat kering. Beginilah Kak Afdan, dia memang kakak yang sangat protektif dengan adiknya. Yah, karena waktu SMP dulu aku sering di bully karena obesitas oleh cowok-cowok. Tapi untunglah, aku diet sehat selama kelas sepuluh awal hingga pertengahan. Sekarang berat badanku cukup ideal, bahkan memungkinkan untuk jadi model Victoria's Secret.
"Itu, Kak ... anu...."
"Siapa, Nina?" Tanyanya tidak sabar.
"Temen kelas. Kebetulan dia liat Nina lagi...."
"Lagi?"
"... Tidur. Terus dia nggak tega dan bawa Nina pulang." Kataku menyelesaikan kalimatku. Kak Afdan tersenyum puas dan kembali memasak nasi gorengnya.
Huh, untung saja dia tidak bertanya namanya.
.
Senin. Hari yang terkutuk.
Aku berlari terengah-engah menuju barisan upacara kelasku sambil memakai topi. Beruntungnya aku karena Afdan berhasil membangunkanku satu jam sebelum berangkat dan aku dapat melakukan ritual harian, tertidur si kamar mandi sengan perasaan lebih plong.
Tapi memang sialnya hari Senin, aku justru menabrak punggung seseorang yang tinggi menjulang bagai monas saat aku sedang kencang-kencangnya berlari.
Gue tau sebentar lagi akan terjadi drama dadakan disini.
Tapi begitu dia memutar badannya, aku tertegun, tidak berani mendongak. Kurasakan dia melihatku dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai. Dan begitu mendengar ucapannya, aku langsung merasa dadaku di silet-silet pakai cutter. Pedih. Tajam. "Ini sekolah, bukan lapangan GOR. Bedain."
"Loh, Nina?"
It will be a little bit awkward.
________
a/n
siapa tuh yang ngomong? #najisalaybaper
gue nggak tau harus nulis apa tapi yang jelas gue belum menemukan cast yang pas buat manusia manusia disini.
see you, oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleepaholic
Teen Fiction(n) a person who loves sleeping or has a tendency to oversleep -•- Saat kukatakan aku ragu bahwa kebersamaannya itu hanya mimpi, aku serius mengatakannya. [ Completed ] • A Novel by Kei. ©2015.