2.6K 147 13
                                    

e p i l o g u e

[-]

Jakarta, 2020.

Pesawat Lion Air 163 tujuan Singapore - CGK itu akan mendarat tepat pukul sebelas lewat empat menit waktu Indonesia barat. Laki-laki yang berada di dalamnya menoleh sedikit ke arah jendela sampingnya untuk melihat posisi dimana dirinya saat ini.

Tampaknya, pesawat yang ditumpanginya ini sedang landing.

Perjalanan dari Singapura menuju Jakarta tidak memakan waktu yang terlalu lama. Karena, setidaknya dia masih memiliki cukup waktu untuk berkunjung ke rumah Tante-nya, Shandira Permata Pandrean untuk bersilaturahmi. Karena, tentu saja, sudah sekitar empat tahun laki-laki itu tidak menginjakan kakinya di tanah kelahirannya, Indonesia. Dan saat seorang pramugari mengumumkan bahwa penumpang dapat membuka sealbelt, laki-laki itu dengan segera membuka benda yang melilit perutnya dan merapikan jasnya.

Saat dia turun dan menggeret kopernya ke arah lobi bandara Soekarno-Hatta, pemandangan yang terlihat adalah seorang laki-laki dengan tinggi menjulang tengah memegang papan bertuliskan namanya, Danish Aditya.

Danish hanya mendengus melihatnya. Memangnya dipikir Danish bisa melupakan tampangnya hanya dalam waktu empat tahun?

Sedang di samping laki-laki itu, ada sepasang manusia yang berangkulan dengan yang perempuan tengah hamil tua dan satu wanita paruh baya. Mereka tampak melambaikan tangan ke arahnya.

"Woi, Danish!" panggilan pertama itu dari si laki-laki jangkung.

"Dedekku sayang! Kangen!" panggilan kedua dari si perempuan hamil.

"Danish, astaga, makin ganteng aja!" panggilan ketiga dari si wanita paruh baya.

Laki-laki yang dipanggil Danish itu menunjukan senyum simpul dan merentangkan kedua tangannya selagi mereka semua berlari ke arahnya.

"Sejujurnya, mata gue belum rabun untuk mengenali lo, Top."

*

"Gue nggak nyangka," cetus Danish keras-keras saat dirinya kini tengah berada dalam Terios silver milik Christoper. "Lo beneran ngejemput gue, Sob."

Toper hanya mendelik sekilas ke arah Danish, lalu kembali melengoskan pandangan ke depan, berkonsentrasi pada jalanan yang sedang ia jelajahi dengan mobilnya.

"Iyalah," jawab Toper cepat, "gue 'kan udah bilang tempo hari, kalo gue bakal ngejemput lo, biar nggak keliatan jomblo-jomblo amat."

Danish tergelak, lantas menoyor kepala sahabatnya semasa SMA itu dengan sadisnya. "Sadar diri lo, Bagong," desisnya, "lo juga masih betah aja ngejomblo,"

Mendengar itu membuat kedua alis Toper kontan menyatu dan terkekeh pelan selagi memfokuskan diri dengan jalanan di sela-sela kecanggungan yang tidak Danish sadari terjadi dalam diri sahabatnya.

"Apadaya, gue ini hanya seonggok cowok polos yang masih menunggu cinta lamanya." tutur laki-laki jangkung berusia dua puluh dua tahun itu dengan lugas.

Tapi Danish tidak mengatakan apapun lagi. Dalam hatinya, ia ikut tertikam oleh ucapan Toper.

*

SleepaholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang