12.

2K 178 27
                                    

12. Him

.

Semuanya dimulai dengan sebuah awkward moment dan sebenarnya hanya untuk diri gue sendiri, karena yah, gue belum ngapa-ngapain. (sigh)

Gue bahkan bingung harus mulai darimana. Ini serius, gue lagi nggak bercanda.

Gue mengamati lagi jawaban chat LINE yang dua detik lalu gue terima dari Nina.

Aranina Terre. : Pemaksaan banget lo, Sarap!

Aranina Terre. : Beri gue waktu tambahan untuk mempercantik diri. Siapa tau di jalan ketemu CamDall kawe, thank you.

Gue tidak membalas chat dari dia yang masuk beberapa saat lalu dan langsung mengantongi ponsel gue.

Pernah nggak sih, lo ngajak cewek jalan--dengan situasi yang mungkin-ngedate ini—dengan kalimat yang barusan gue ketikan?

Please, gue juga gak bermaksud mengetikan hal semacam itu. Rasanya, tangan gue bergerak sendiri.

Oke, Danish. Cukup tekan bel rumahnya, kemudian bilang dengan siapapun orang yang menyambut lo kalo lo bakal ngajak Nina pergi.

Ya, Danish, tinggal begitu doang. Lo 'kan dulu sangat berpengalaman menggaet wanita.

That's simple.

Akhirnya, gue menatap kaca spion dalem.

"Assalamua'laikum."

Njir, sok alim banget.

"Hai, Tan, saya mau ngajak anaknya jalan. Boleh?"

Siapa tau yang keluar bukan nyokapnya.

"Wassap, Dude? Berhubung adeknya jomblo, boleh lah gue ajakin jalan?"

For God's sake, itu teramat sangat amat najis.

Dan wow, gue kenapa jadi sangat perempuan gini?

Gue mengetukan jari di atas gagang stir. Masih dengan posisi yang sama sedari lima menit lalu, dengan wajah nelangsa dan gusar, gue memerhatikan rumah yang sudah sekitar tiga kali gue datangi—kalau lo inget gue pernah mengantar cewek itu setiap dia habis dengan ritual tidur-berlebih-nya.

Sebenarnya, gue mengirimkan chat itu baru satu menit lalu dan amat sangat memalukan kalau misalnya gue langsung menampakan wajah, 'kan?

Bisa-bisa gue dikira Nobita yang lagi minjem pintu kemana sajanya Doraemon.

Nggak ada cara lain.

Jadilah gue disini, merogoh kembali saku celana jeans untuk mengambil senjata terakhir gue.

.

"... hmph—HAHAHA, tolong dong nggak bisa berenti ketawa nih gue ... HAHAHA!"

Gue mengerlingkan mata begitu melirik perempuan di sebelah gue yang melihat gue dengan segitunya dan sedang ngakak nggak karuan hingga matanya hanya menyisa segaris, seolah gue adalah aktor lawak atau apa.

"Nin, stop. Itu tadi ... gak sengaja, please." Kata gue jengah sementara dia terlihat berusaha mati-matian menahan tawanya.

Nina menarik nafasnya, menahan tawa yang hampir menyembur lagi. "Sorry, Dans. Tapi serius, yang tadi itu lawak banget. Lo harus liat muka lo tadi kayak gimana!" Jelasnya dengan nada berapi-api.

Gue hanya memutar bola mata kecil, mengingat apa yang tadi gue lakukan sebelum kejadian sialan yang sumpah bikin malu itu menimpa gue.

Gue menekan bel untuk yang ketiga kalinya, namun masih tidak ada jawaban dari siapapun. Rumahnya juga terlihat sangat lenggang.

SleepaholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang