15. Her
.
Hari ini sangat melelahkan karena sejak pukul tujuh pagi sampai satu siang, aku terus-menerus berada di jalanan tanpa sedikitpun menyentuh kasur kesayanganku itu.
Bagaimana ya mendeskripsikannya? Afdan benar-benar melaksanakan niatnya untuk mengajariku menyetir mobil habis-habisan dengan alasan aku bisa tidur sepuasnya nanti setelah selesai dengan urusan menyetir ini. Dan alasan lain Afdan memilih pagi hari, tentu saja karena malam ini adalah malam tahun baru yang pastinya akan membuat dia begadang sampai pagi dan terpaksa harus tidur lebih cepat dari biasanya sebelum tengah malam. Menyebalkan sekali 'kan punya kakak yang popular? Aku terus ditinggal demi acara tahun baruan bersama teman-temannya yang sok!
Oke, sebenarnya aku memang paling malas pergi kemana-mana saat tahun baru. Bayangkan saja, kita harus bermacet-macetan di jalan raya dan berdesakan di tempat acara hanya untuk melihat kembang api! Membuang-buang waktu tidurku yang berharga saja.
Jadi kesimpulannya adalah, sekarang aku kembali mengingat tragedi menyedihkan yang terjadi beberapa jam lalu saat berada dalam honda jazz biru milikku yang tidak pernah sekalipun kecuali tadi kupakai.
"Pokoknya gue nggak akan menyentuh gagang stirnya sama sekali. Bodo amat kalo jatoh juga," Cetusku dengan nada tinggi yang otomatis membuat Afdan menatapku dengan tatapan sengitnya.
Afdan menghela nafas jengah. "Lo harus belajar, Nin. Gimana ceritanya nanti kalo gue, misalkan, mutusin kuliah di luar negeri atau luar kota?" Tanyanya sengit.
Aku bergidik ngeri membayangkan jika Afdan akan meninggalkanku. Tidak, oke? Aku tidak akan membiarkan hal itu kejadian!
"Ada taksi ini, lagipula lo nggak akan kemana-mana." Tandasku tajam.
Afdan mengernyit kesal. "Masa iya lo mau terus-terusan make taksi? Mending supir, Nin. Ketauan jelas."
"Lo 'kan tau gue nggak mau make supir, Kak. Gue gak suka diikutin kemana-mana." Kataku memelas sementara Afdan menatapku dengan wajah nelangsa setengah mati.
Dia menghela nafas panjang. "Oke, nggak ada supir. Tapi, lo harus belajar nyetir. Nggak ada bantahan." Katanya tegas sementara aku tetap menganga mendengar keputusannya.
Afdan itu sangat tegas kalau sudah memutuskan sesuatu. Dan sifatnya itu yang sekarang sangat aku sesali.
"Tapi, Kak ...."
"Nina, lo harus melupakan kejadian itu. Itu gak akan terulang lagi, gue janji." Katanya.
Mau tidak mau aku harus mau. Tapi sungguh, aku tidak mau kejadian tujuh tahun lalu terulang lagi. Aku trauma.
Yah, kalau kalian mau tau. Dulu saat aku sedang gendut-gendutnya, aku sempat belajar sepeda bersama Afdan, yang hasilnya benar-benar menyedihkan.
Aku kehilangan keseimbangan dan jatuh ke dalam got.
Hiks, aku menyesal mengingatnya.
Omong-omong kalian pasti terbayang 'kan, bagaimana saat buntelan kentut masuk kedalam got?
.
Aku hampir saja sukses memejamkan mataku yang ngantuk berat sambil memeluk guling empuk kesayanganku sehabis acara curhat-menyurhat lewat free call aplikasi LINE bersama Jihan jika saja getaran ponsel di kasur tidak menggangu acara kencan harian kami. Huh, siapa coba manusia menyebalkan yang menelfonku di detik-detik terlelapnya aku pada pukul tujuh malam begini?!
Benar-benar menyusahkan. Dia pikir membuatku bangun itu segampang makan cupcake!?
Harusnya orang itu menikmati saja acara tahun baruannya dan tidak perlu mengganggu waktu tidurku yang sangat berharga ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleepaholic
Teen Fiction(n) a person who loves sleeping or has a tendency to oversleep -•- Saat kukatakan aku ragu bahwa kebersamaannya itu hanya mimpi, aku serius mengatakannya. [ Completed ] • A Novel by Kei. ©2015.