Bian Side
Bian dan teman se-geng XOXO melangkahkan kaki ke dalam gedung yang luas, kampus. Bian mulai mencari gedung fakultas hukum. Dalam perjalanannya menuju gedung tersebut, ia harus melewati gedung fakultas psikologi dan gedung fakultas MIPA terlebih dahulu. Tampilan keempat manusia yang menyandang status mahasiswa baru itu menjadi pusat perhatian para senior yang melihatnya.
"Ini orang-orang ngapa pada ngeliatin kita? Kagak pernah liat manusia apa gimana." Ucap Bisma.
"Yah! Kita penghuni baru di sini. Santai aja. Ntar kita juga gitu tahun depan." Jawab Dio.
Gedung fakultas hukum mulai terlihat di depan mata. Tepat di depan gedung fakultas tersebut, terdapat persimpangan yang menuju ke arah gedung fakultas teknik.
"Dah sampe gue. Makasih nganterin ya." Ucap Bian. Kemudian, ia menarik tangan teman-temannya dan mencium punggung tangan mereka. Selayaknya, seorang anak yang berpamitan saat diantarkan ke sekolah oleh orang tuanya.
"Belajar yang rajin ya, nak." Ucap Chairil pada Bian dan mengelus belakang kepala Bian.
"Ihh najis... Apaan dah!" Ucap Bisma mengusap punggung tangannya yang habis dicium oleh Bian.
Sementara Dio dengan segera menyembunyikan kedua tangannya dibalik saku. Aksi keempatnya diperhatikan oleh seluruh manusia yang berada di depan fakultas gedung hukum. Bian melangkahkan kakinya dengan santai tanpa memperdulikan respon orang-orang pada kejadian tadi.
Bian segera menuju ke ruangan administrasi. Dari bilik kecil serupanya jendela terdapat seorang pemuda yang terduga adalah salah seorang admin fakultas hukum. "Permisi, Mas. Saya mahasiswa baru. Hari ini, ada pertemuan dengan dosen pembimbing angkatan baru. Itu dimana ya?"
"Di lantai dua, ruang 203."
"Terima kasih, Mas." Setelah mendapatkan arahan dari Mas Admin, Bian tidak sempat bertanya siapa namanya, ia segera menaiki tangga. Ruang 203 tepat berada pada sisi kiri di samping tangga.
Bian mengetuk pintu tersebut dan masuk ke dalam ruangan itu. Bian menduduki salah satu kursi yang berada di barisan kedua dari belakang. Ia melihat seisi interior ruangan tersebut. Ia mengira-ngira ada sekitar 40 kursi di ruang tersebut dan sekitar seperempatnya telah diduduk oleh manusia yang juga berstatus sama dengannya, mahasiswa baru.
Seorang perempuan berambut hitam panjang berjalan ke arahnya. Dengan tas selempang yang ia letakkan di bahu kanannya, ia menaruh pilihannya pada posisi di depan Bian. Setelahnya, ia membalikkan badannya menghadap Bian.
"Hai, gue Irene." Irene menyodorkan tangan kanannya.
Wuih, belom ada satu hari. Tiba-tiba malaikat turun depan muka gue. Gumam Bian dalam hati.
"Bian. Lo jurusan hukum, juga?"
"Gak. Gue anak kedokteran gigi." Ucap Irene. Bian memasang muka bingung.
"Ya, hukumlah. Gimana sih!?" Bian cengengesan dan mengaruk lehernya yang tidak gatal.
Seorang laki-laki, yang tidak kalah putihnya dengan Irene, menghampiri mereka. "Ren, tuh siapa?"
"Bian. Anak hukum kayak kita juga. Bi, ini Bagus. Gus, ini Bian." Irene memperkenalkan kedua orang tersebut. Bian dan Bagus saling menjabat tangan.
"Lo kenal sama dia, Ren?" Tanya Bian.
"Dia sepupu gue."
"Lo anak basket? Kayak pernah liat dimana." Kini Bagus yang bertanya pada Bian.
"Ah, iya. Cuman seneng ikutan tanding sama geng gue, XOXO." Jelas Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drawing Our Moments [On Edit]
Ficção Geral[Update setiap hari Rabu, Jumat, dan Malam Minggu (kalo gak ketiduran😅)] Dua anak manusia saling bertaut dan merangkai cerita mereka. Terkadang berbenturan. Terkadang terikat. Seiring berjalannya waktu, cinta itu bersemi seperti mekarnya bunga saku...