Adelio POV
Hari ini aku memboyong Lia untuk tinggal di apartment yang baru aku beli semalam. Setelah semalaman suntuk aku memikirkan solusi atas pernikahan dadakan ini,akhirnya ku putuskan membeli apartment untuk memulai hidup bersama Lia.
Keputusan ku untuk tinggal berdua dengan Lia sudah bulat,walau ayah dan bunda awalnya tak mengizinkan aku sebagi anak semata wayang nya berpisah dengan mereka,tapi aku tetap memaksa.
aku tak ingin bunda semakin terluka dengan kehadiran Lia di rumah. Kalaupun ada yang harus pergi dari rumah, itu adalah Lia. Bukan bunda.Jujur aku tak tahu kehidupan apa yang akan aku lalui bersama Lia kedepannya, pernikahan ini terjadi begitu cepat, bahkan kami belum sempat saling mengenal lebih jauh. Sama sekali tak terbesit dalam benakku bahwa aku akan menikah secepat ini, aku bahkan baru kembali dari USA satu minggu yang lalu.
Banyak Hal yang masih ingin ku raih,banyak hal yang masih harus ku lalui,namun kini hidupku bagai tak punya arah lagi,perjalanan hidup yang semula aku rancang sedemikian rupa tiba-tiba di banting setir oleh ayah ku sendiri.
Tak cukup sampai di situ ketidak adilan ini menyiksaku, kenyataan bahwa bunda begitu terluka atas pernikahan ini membuat aku semakin frustasi. Membuatku semakin sulit menerima pernikahan dadakan ini. Bayangan tentang tangis bunda di malam itu selalu datang mengganggu pikiran ku.
mana mungkin aku bisa hidup bahagia bersama Lia di atas luka penderitaan bunda? Itu mustahil bagiku.Aku tidak tahu,sampai kapan aku mampu mempertahankan bangunan pernikahan tanpa pondasi ini? Ku pikir melepas Lia bukan lah solusi,setidaknya dia bisa hidup lebih layak saat menyandang status sebagai Nyonya Adelio Mahendra. Lagi pula pantang bagi seorang Lio untuk mempermainkan sebuah pernikahan.
Tapi di sisi lain,mempertahankan sebuah bangunan tanpa pondasi tentu akan sangat sulit,bangunan itu akan rentan sekali roboh sewaktu-waktu. Karena biar bagaimanapun tak ada sejarahnya membangun pondasi di lakukan di akhir sebuah proses dari pembangunan. Semua sudah sangat terlambat. Nasi sudah menjadi bubur.
Ah,aku selalu di buat bingung dengan pertanyaan-pertanyaan yang selalu bermunculan di benak ku. Bahkan untuk sekedar memikirkan bagaimana perasaan Lia saat ini pun aku tak mampu.
Kebingungan ini justru membawaku ke ruangan ini, ruangan yang baru sehari yang lalu resmi menjadi ruangan ku. lebih baik aku mengalihkan pikiran ku dengan bekerja, meninggalkan Lia dengan sejuta pertanyaan di pikiran nya.
Biarlah,yang terpenting saat ini adalah kewarasan ku,urusan Lia bisa ku pikirkan nanti.
Aku kembali mencoba untuk fokus bekerja,membaca beberapa berkas yang sudah menumpuk di meja kerja ku. Ku tanda tangani beberapa berkas yang membutuhkan tanda tangan ku. Hari ini ku jadwalkan untuk bertemu beberapa kepala devisi untuk membahas beberapa hal yang perlu di bahas.
Ku sibukkan diri dengan bekerja,berusaha melupakan semua maslah yang tengah terjadi barang sejenak. Hingga tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 17.00 soreang. Hari sudah hampir gelap,seharusnya aku sudah bisa meninggalkan tempatku sejak satu jam yang lalu. Namun rasanya terlalu berat untuk ku bangkit dari tempat ku saat ini.
Kurasakan perut ku mulai memberikan sinyal meminta di beri asupan. Memang sejak semalam aku hanya mengisinya dengan kacang dan kopi saja. Nafsu untuk makan rasanya hilang begitu saja. Pagi sebelum aku dan Lia berpamitan pada Ayah dan Bunda sebenarnya ayah mengajak kami untuk sarapan bersama,namun ku tolak ajakan itu karena tak ingin melihat bunda merasa tidak nyaman karena harus berlama-lama bersama Lia.
Ah,berbicara tentang Lia,apa yang tengah di lakukan nya sekarang? Sudahkah dia makan? Atau sama sepertiku yang tengah kelaparan? karena tadi pagi aku hanya menurunkan nya ke apartemen,lalu meninggalkan nya begitu saja. Apartemen kami pun belum sempat ku isi bahan makanan,bahkan aku baru saja membeli nya semalam.
Segera ku ambil gawai yang ku letakkan di meja, kemudian mencari aplikasi berwarna hijau dan segera memesan makanan online.
Ku pesan beberapa makanan dan minuman untuk di kirim ke sini, karena aku masih ingin menghabiskan waktu ku untuk menyendiri.Tak lupa ku pesan juga beberapa makanan dan minuman untuk Lia di apartemen, biar bagaimanapun saat ini Lia adalah tanggung jawab ku. Aku tak mau tittle "Suami tak bertanggung jawab" itu di sandangkan pada diriku.
Makanan sudah selesai ku pesan,hanya tinggal menunggu kurir mengantarkan nya sampai di hadapan ku. Beruntung zaman sudah semakin canggih,sehingga segala sesuatu bisa dilakukan lebih mudah.
Aku meraih kembali gawai ku, berniat untuk menghubungi Lia supaya tidak terkejut ketika tiba-tiba ada kurir yang mengantar makanan ke apartemen. Namun saat ku sentuh icon berwarna hijau di layar utama hp ku itu,aku baru sadar kalau kami bahkan belum sempat bertukar nomor Hp.
"Ah,suami istri model apa lagi ini?" batinku merutuki diri sendiri. Ku pijat kening ku perlahan, kepala ku mulai terasa berat,itu wajar,karena aku sangat kurang istirahat. Ku sandarkan tubuh ku sedikit lebih santai seraya memejamkan mata sejenak.
Pikiranku mulai berkelana,teringat saat pagi tadi aku berpamit pada Bunda dan Ayah,tampak mereka sangat keberatan mendengar keputusan ku untuk pindah ke apartemen.
"Kamu baru saja datang seminggu yang lalu, Lio. Lalu sekarang kamu harus pergi meninggalkan bunda dan juga ayah? Tolong lah Lio,tinggal lah di sini bersama kami. Kamu anak semata wayang kami,satu-satu nya penghibur kami di masa tua ini." ucap Bunda yang sempat menggoyahkan niatku untuk memboyong Lia ke apartemen. Namun bayangan bunda yang menangis pilu di malam itu kembali muncul di benakku,membuat ku bersikeras untuk tetap pergi.
"Bunda dan ayah tenang saja,Lio akan sering-sering main kesini. Lio hanya tak mau merepotkan ayah dan Bunda. Lio juga ingin belajar hidup mandiri bersama Lia."
Bohongku pada bunda tadi pagi demi menenangkan hati bunda.Aku menghela nafas berat.
"Maafkan Lio,Bunda. Lio terpaksa harus melakukan ini." desisiku pelan.Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang berhasil mengganggu lamunanku.
Tok tok tok.
Aku terperanjat kaget,"bagaimana mungkin pesanan makanan itu datang secepat ini.?"
Batin ku merasa aneh.
Namun sedetik kemudian aku mensyukuri nya karena aku sudah sangat lapar."Masuk" teriakku dari dalam.
Tak lama kemudian pintu ruangan ku terbuka. Namun betapa terkejut nya aku ketika yang datang bukan lah kurir atau pun satpam yang membawa makananku,melainkan Lia dengan menenteng rantang dan beberapa box berisi makanan.
"Lia? Ngapain kamu kesini?"
Tanyaku heran."Aku tungguin kamu dari jam 4 mas, aku sudah masak banyak untuk kita. Tadi aku belanja di supermarket apartemen. Eh tapi kamu nya ga pulang-pulang. Ya udah aku susul aja kamu kesini." jawab Lia tanpa merasa bersalah telah merusak me time ku.
"Harusnya kamu izin dulu sama saya kalau mau pergi-pergi, kamu itu isteri saya sekarang." jawab ku tak mau membuat nya merasa benar telah menyusulku kemari.
"Iya,aku minta maaf,Mas. Lagipula gimana aku bisa hubungin kamu, kontak kamu saja aku ga punya,Mas. "
Aku terdiam tak dapat menjawab lagi. Karena memang benar itu ada nya.
"Kamu tenang aja,Mas. aku cuma pergi nemuin kamu koj. Ga kemana-mana. Jarak antara apartemen dengan rumah sakit ka juga sangat dekat." lanjut Lia kemudian.
Aku sengaja tak menanggapi Alibi nya.
"Dari mana kamu tahu saya ada disini?"
Tanyaku ingin tahu dari mana dia bisa tahu keberadaan ku? Karena saat aku meninggalkan nya aku tak mengatakan hendak pergi kemana."Tadi Pak sigit menghubungiku,Mas. Kasih kabar kalau mulai besok aku sudah bisa bekerja. Ya udah sekalian aku tanya kamu hari ini masuk kerja atau engga."
Astaga,bisa-bisa nya dia sampai bertanya pada Pak Sigit, semoga dia tidak berbicara banyak tentang hubungan kita.
"Mana Hp kamu?" kataku meminta handphone nya, Lia pun segera menyerahkan hp nya pada ku. Segera ku ketik nomorku untuk aku simpan di hp nya. Setelah nomor ku tersimpan,ku pencet tombol call agar nomor nya masuk ke panggilan hp ku.
"Lain kali kalau kamu mau pergi kasih tahu saya dulu" titahku saat menyerahkan kembali hp nya.
"Iya, Mas." jawabnya lalu memeriksa Hp nya. Dan beberapa saat kemudian tiba-tiba wajahnya tampak terkejut,matanya membulat lalu memandangku dengan tatapan yang........
KAMU SEDANG MEMBACA
Setipis Benang Sutera
Romance#Sinopsis Adelio Mahendra adalah pewaris tunggal Dr. Mahendra Pemilik Rumah Sakit terbesar di daerahnya. Adelio adalah lelaki yang tampan,sopan dan berpendidikan. Nyaris sempurna,dambaan setiap wanita. Suatu hari ia tak sengaja bertemu dengan Adelia...