"Ciiiiiiiiiiiiiittttttttttt......"
"Aaaaaaaahhhhh"
Suara cakram rem berdecit memekakkan telinga, membuat bunyi menging bernyanyi di dalam gendang Lia maupun Lio.
Semua itu terjadi karena Lia yang reflek menginjak pedal rem saat mendengar suaminya berteriak sambil melotot melihat ke arah depan.Tak cukup dengan decitan rem, telinga Lio juga harus mendengar suara Lia yang berteriak dan reflek melepas setir karena terkejut.
Akibat terjadi ketidak seimbangan antara rem dan gas menyebabkan mesin mobil mati seketika.
Sejenak suasana menjadi hening, Baik Lia maupun Lio masih terkejut dengan kejadian yang mereka alami. Beruntung Lia segera menginjak Rem, karena kalau tidak mungkin saat ini mereka sedang berguling-guling di dalam mobil karena di hantam oleh kontainer yang melaju cepat dari arah berlawanan."Huuufh" desis Lia sesaat kemudian, kedua tangan nya masih menempel di dada untuk menenangkan keterkejutan nya.
Ia menoleh ke sisi nya, disana terdapat Lio yang masih melotot dengan busa belepotan di area mulut dan juga pipi nya, tangan kanan nya masih menggenggam erat sikat gigi yang beberapa detik lalu masih ia gunakan untuk membersihkan mulut nya, sedang tangan kirinya masih memegang botol air mineral yang sebagian isinya telah tumpah membasahi kaos oblong dan jok mobilnya."Astagah, lucu sekali." batin Lia melihat ekspresi suaminya. Masih dengan nafas ngos-ngosan, Ia kemudian melepas selfbeelt lalu mendekat ke arah suaminya, semakin dekat dan dekat, sisi perutnya kini sudah menyentuh lengan Lio, membuat suaminya itu semakin terkejut dan gemetar tak karuan.
Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya botol di tangan kiri Lio sudah berpindah ke tangan Lia, ia segera meneguk nya demi menghilangkan rasa terkejut akibat kejadian barusan.
"Alhamdulillah." gumam Lia setelah meneguk air mineral milik suaminya.
"Ini, Mas." ucap Lia sembari menyodorkan air mineral yang hanya tersisa seperempat dari isi botolnya. Lia juga memberi kode dengan tangan nya agar Lio segera membersihkan busa-busa di mulut dan pipi nya.
Lio pun secepat kilat menyambar air mineral itu dari tangan Lia, kemudian menyelinguk ke luar jendela untuk membersihkan wajah dan mulut nya. Persetan dengan pandangan para pengendara di belakang yang sedari tadi tertuju ke arahnya.
Setelah selesai dengan aktivitasnya, Lio kembali memandang Lia dengan tatapan penuh makna.
"Kamu beneran bisa nyupir gak, sih? Yang fokus dong. Kita hampir saja kecelakaan loh tadi." ucap Lio dengan nada bicara lebih tinggi dari biasanya."Maaf, Mas." jawab Lia lirih.
"Astaga, Lia..." ucap Lio frustasi sembari memijat pelipisnya. Sedang Lia masih terus memandangi suaminya.
"Kenapa lihatin saya kaya gitu? Ini bukan waktunya kamu terpesona dengan ketampanan saya, ya." ucap Lio dengan pe-de nya. Sontak membuat Lia menahan tawa, sampai-sampai perutnya terasa kaku di buatnya.
"Kenapa malah ketawa?" tanya Lio heran.
Tanpa menjawab sepatah katapun Lia mengambil Tissue yang terletak di dashboard mobil, kemudian mendekat ke arah suaminya, membuat Lio tercengang melihat aksi isterinya. Tangan Lia kemudian bergerak ke arah wajah Lio, membersihkan sisa-sisa busa yang belum bersih di area mulut Lio.
"Ini loh, Mas. Masih comot, nih masih ada busa nya yang tertinggal." ucap Lia masih dengan membersihkan mulut suaminya. Jarak mereka sangat dekat, hingga membuat Lio bisa merasakan hembusan nafas Lia.
Sejenak pandangan mereka saling bertemu, keduanya saling memandang dalam beberapa saat, saling menyampaikan rasa melalui kekuatan netra, saling menyampaikan keadaan melalui debaran jantung yang tak beraturan. Hingga kemudian terdengar suara klakson yang bersahutan dari arah belakang, membuat Lia tersadar lalu segera menyalakan mesin dan kembali melajukan mobilnya.
Sepanjang perjalanan mereka saling diam, salah tingkah dan sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga akhirnya mereka sampai di parkiran rumah sakit.
Setelah mobil terparkir sempurna, Lia segera mematikan mesin nya. Ia lalu terdiam seperti orang ling-lung tak tahu apa yang harus dia lakukan.
"Ngapain masih disini? Katanya gak mau telat? Udah sana buruan." ucap Lio pada Lia yang masih terdiam disisinya.
"Terus mas Lio gimana?" tanya Lia dengan polosnya. Ia memandangi kondisi suaminya yang....bisa di bilang cukup memprihatinkan.
"Gimana apanya? Ya saya mau ganti baju dulu lah, masa iya mau masuk rumah sakit dengan pakaian seperti ini? Mangkanya, kamu keluar dulu, biar saya bisa ganti baju. Atau kamu mau tetep disini?" Tanya Lio yang malah membuat Lia merinding.
"Enggak enggak, Mas. Lia tunggu di luar aja."
"Gak usah di tunggu, kamu masuk duluan aja, biar gak telat."
"Ya udah kalau gitu Lia duluan, ya, Mas." kemudian Lia mengambil sesuatu dari totebag yang di bawanya.
"Ini, Mas. Tadi Lia siapin bekal buat Mas, kan mas Lio belum sarapan." ujar Lia seraya menyerahkan kotak berisi sandwich yang sudah dia siapkan sebelum memanggil Lio di kamarnya.
Tak ingin membuat Lia lebih lama lagi di tempat nya, Lio pun menerima kotak itu tanpa perlawanan.
Namun sepertinya usaha itu tidak membuahkan hasil, Lia masih tetap terdiam di tempatnya.
"Kenapa lagi, Lia?" ucap Lio mulai frustasi memahami kemauan isterinya.
Tanpa menjawab pertanyaan Lio, Lia pun segera meraih tangan suaminya kemudian mencium nya penuh takdzim.
"Lia berangkat kerja dulu ya, Mas. Makasih banyak udah buat Lia sampai tepat waktu."
Ucap Lia kemudian pergi meninggalkan Lio yang masih speaceless melihat kelakuan isterinya.Lio terus memandangi isterinya yang berjalan memasuki rumah sakit sampai punggung nya tak terlihat lagi, pandangan nya kemudian beralih ke tangan kanan nya yang baru saja mendapatkan kecupan penuh hormat dari isterinya. Ia membolak-balikkan telapak tangan itu, seperti tak percaya bahwa kini ada seseorang yang akan dengan rutin menciumnya sebagai tanda hormat. Terukir senyuman tipis di bibirnya, setelah itu Ia segera memastikan mobil sudah tertutup rapat untuk mengganti baju nya.
Setelah di rasa cukup rapih, Lio segera turun dan bergegas menuju ruangan nya untuk bisa mandi, rasanya sudah terlalu gerah dan risih dengan kondisi nya saat ini.
***
Di tempat lain, Lia sedang berjalan menuju ruang HRD untuk menemui pak Sigit, suasana Rumah Sakit membuat ia teringat akan mending ibu nya, baru saja beberapa hari lalu ia melalui kejadian yang sangat menyedihkan, dimana ia harus berpisah dengan ibu nya untuk selamanya.
Langkah Lia terhenti saat ia melewati ruang ICU, dia memandang sejenak ke arah ruangan itu, tampak disana seorang ibu-ibu yang ia taksir berusia sekitar tiga puluh tahunan sedang memeluk puterinya yang berusia sekitar lima tahun, mereka saling berpelukan untuk menyalurkan kekuatan.
Mungkin mereka sedang menunggu penentuan takdir mereka, apakah seseorang yang sedang berjuang antara hidup dan mati di dalam ruangan itu akan selamat dan kembali ke dalam pelukan mereka, atau justru akan terpisah dengan mereka untuk selamanya.
Pemandangan itu membuat otak Lia kembali memutar memory di saat-saat terakhir ibu nya, di mana saat itu ia merasakan apa yang saat ini di rasakan oleh seseibu dan anak itu, merapal doa sekuat mungkin untuk meminta Tuhan memberinya kesempatan sekali lagi untuk hidup bersama orang tersayang.
Disana lah Lia duduk dengan harapan penuh agar keajaiban datang untuk ibu nya.
Namun begitulah kekuatan takdir Tuhan, tak ada yang bisa menolaknya. Ia tetap harus kehilangan ibu nya, dan memulai takdir barunya bersama Lio dan keluarga nya.Tak terasa air mata jatuh membasahi kedua pipinya "Ibu, Lia rindu, Lia rindu pelukan ibu yang selalu menguatkan Lia, Lia rindu nasihat ibu yang selalu menentramkan hati Lia." gumam nya sebelum mengusap kasar air mata di pipi nya.
"Kamu harus kuat, Lia. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Apa yang terjadi semua adalah kehendak Tuhan. Hidup harus terus berjalan, menerima takdir dengan ikhlas adalah hal yang harus kamu lakukan" ucap Lia dalam hati nya sebelum ia beranjak dari tempat nya.
Lia mulai melangkah meninggalkan ruang ICU, namun beberapa saat kemudian langkahnya terhenti saat mendengar seseorang memanggilnya.
"Lia?"
Deg.
"Suara itu?" batin lia kemudian membalikkan badan nya ke arah suara itu berasal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setipis Benang Sutera
Romance#Sinopsis Adelio Mahendra adalah pewaris tunggal Dr. Mahendra Pemilik Rumah Sakit terbesar di daerahnya. Adelio adalah lelaki yang tampan,sopan dan berpendidikan. Nyaris sempurna,dambaan setiap wanita. Suatu hari ia tak sengaja bertemu dengan Adelia...