Siapa Dia Sebenarnya?

32 3 0
                                    

Adelia POV

Aku melangkahkan kaki keluar dari ruangan pak Lio dan segera kembali ke ruangan Ibu. Rasanya masih seperti mimpi bisa menginjakkan kaki di lantai 5 dari bangunan megah ini. Bahkan di jamu oleh sang CEO dengan begitu baik.
Jujur aku tak menyangka,bahwa CEO dari rumah sakit semegah ini ternyata masih sangat muda dan tampan.

Rumah Sakit Dr. Mahendra sudah menjadi tempat yang tak asing lagi bagiku. Karena Sejak 3 bulan belakangan aku keluar masuk rumah sakit ini untuk menjaga Ibu.

Ibuku sudah lama mengidap penyakit Leukimia. Kondisi nya semakin hari semakin parah, hingga terpaksa harus di rujuk ke rumah sakit ini untuk mendapatkan penanganan dan perawatan terbaik.

Rumah Sakit Dr. Mahendra memang rumah sakit terbesar di Bali. Fasilitas nya lengkap,pelayanan nya pun sangat baik. Tapi ibu selalu menolak tiap kali ku tawari berobat kemari. Sampai pada akhirnya kondisi lah yang membawanya sampai ke tempat ini.
Entah apa alasan nya? Padahal untuk biaya pengobatan nya sudah di tanggung oleh perusahaan Asuransi.

Jujur, melihat kondisi ibu saat ini sangat menyakitkan bagi ku. Beliau satu-satu nya yang ku miliki di dunia ini, kini hanya bisa terbaring lemah tak berdaya. Segala upaya telah aku lakukan demi kesembuhan ibu, namun kondisi ibu tak kunjung membaik.

Bayangan tentang Ibu yang akan menyusul ayah dan meninggalkan ku seorang diri di Dunia ini selalu menghantui. Bukan aku berburuk sangka bahwa Tuhan akan segera memanggil nya. Namun kondisi ibu yang semakin hari semakin menurun membuat aku semakin pesimis dan takut hal yang tak di inginkan itu semakin dekat terjadi.

Terkadang terbesit sebuah penyesalan dalam hati, seandainya Ayah tak meninggalkan kami secepat ini, mungkin kondisi kami akan lebih baik. Setidak nya aku masih memiliki sandaran di saat-saat seperti ini.

Namun semua itu tak akan terjadi. Jangankan mengharap bisa bersandar di dada nya. Bahkan yang ku tahu dari ayah hanya gambar dan tulisan di batu nisan nya. Tidak ada kenangan indah yang tertinggal di memori. Tidak ada nasihat-nasihat yang dapat menguatkan ku ketika menghadapi semua masalah ini seorang diri. Karena Ayah meninggalkan ku saat aku masih di dalam kandungan ibu.

Seringkali ku keluhkan bahwa hidup ini tak adil bagiku. Namun Ibu selalu mengatakan "Bahwa Tuhan tak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuan nya." Ah,Ibu, dialah satu-satunya penguatku di dunia ini.

Aku terus melangkahkan kaki menyusuri koridor rumah sakit, melewati taman-taman di depan ruang rawat yang begitu indah, berbagai macam bunga tertanam rapih disana. Di taman yang beralaskan rumput hijau itu juga terdapat kolam ikan dengan suara gemercik air yang menenangkan, juga kandang burung yang menghasilkan suara kicauan saling bersahutan. Bangku-bangku dan beberapa gazebo juga tersedia disana. Benar-benar suasana yang nyaman.

Teringat kemarin sore saat ibu memaksa ingin di bawa kesana untuk menikmati suasana yang indah sembari saling bercerita.

"Nak,Ibu ingin kamu kembali bekerja seperti sedia kala."  pinta ibu sore itu.

Ya,sebelumnya aku memang bekerja berprofesi sebagai perawat di  rumah sakit daerah. Namun, sudah tiga bulan ini aku memutuskan untuk resign dari pekerjaan ku agar bisa fokus merawat ibu.

"Engga, bu, Lia ingin fokus merawat ibu disini sampai sembuh. Kalau Lia kerja siapa yang akan merawat ibu? Lagi pula Lia juga sudah resign,bu." jawabku.

"Tapi hidup kamu harus terus berjalan, nak. Kamu butuh biaya untuk melanjutkan hidup." ungkap ibu mengkhawatirkan ku.

"Ibu tenang aja ya, Tabungan Lia insya Allah masih cukup untuk bertahan kok. Yang terpenting sekarang adalah kesembuhan ibu. " ucapku menenangkan nya sembari menghambur ke pelukan nya.

Setipis Benang SuteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang