HBA • 0

1K 113 33
                                    

HAPPY READING

○●○


GADIS kecil dengan rambut sebahu itu berjalan mundur hingga punggungnya membentur dinding. Terlihat seorang wanita paruh baya berjalan mendekat kearah gadis dengan nama Agatha itu.

Plak

Plak

"Kenapa peringkat kamu bisa turun hah?! Apa yang bisa dibanggakan dari nilaimu ini?! TIDAK ADA AGATHA! TIDAK ADA!" Anum yang notabenya ialah nenek kandung dari Agatha menjambak rambut gadis 16 tahun itu kuat kuat. Hingga tercabut beberapa helai.

"Nenek sekolahin kamu biar kamu jadi anak pinter agatha! Bukan jadi tolol kaya gini. Percuma nenek sekolahin kamu, Dasar anak pembawa sial! PERGI KAMU DARI SINI!"

Agatha menggelengkan kepalanya kuat.
Matanya mulai berkaca kaca, dadanya terasa sesak. Perasaannya mulai tidak karuan.

"Enggak nek, aga sayang nenek," suara Agatha bergetar. Lelehan air mata mulai membasahi wajah cantiknya.

"Sudah terlambat Agatha! Anak pembawa sial kayak kamu nggak pantes ada disini! Sekarang pergi!"

"Bawa barang-barang kamu, dan pergi dari sini!"

Agatha menangis sesegukan. Dia meluruh ke lantai dengan tangisan yang tidak bisa terbendung lagi. Gadis 16 tahun itu sakit. Hatinya, juga fisiknya. Semuanya terlalu kejam untuk ia rasakan diusia remajanya.

"Anak sialan kayak kamu harusnya mati!" Anum menarik pergelangan tangan Agatha lalu menggempaskannya keluar dari rumah minimalis itu bersamaan dengan koper berisi beberapa pakaian Agatha.

"PERGI!" teriak Anum sembari mengacungkan jari telunjuknya ke sembarang arah.

Anum menutup pintu rumahnya kencang. Hingga membuat Agatha terperanjat.

Agatha duduk diteras rumahnya. Matanya terpejam menikmati semilir angin yang menerpa kulitnya. Langit tampak mendung, suasana perumahan ini sudah mulai sepi. Ia merasakan sakit yang luar biasa dikepala nya karena jambakan Anum yang teramat kuat.

"Kenapa semesta jahat sama Aga? Kenapa nasib Aga harus kaya gini ... " Agatha memberi penekanan disetiap kalimatnya.

"Aga capek tuhan," air mata yang sedari tadi ia bendung lolos begitu saja. Dadanya kembali sesak, tubuhnya bergetar hebat. matanya terpejam, merasakan sakit yang kian menjalar ke seluruh tubuhnya.

Awan juga tak kuasa menahan tangis, tampaknya semesta juga merasakan apa yang Agatha rasakan saat ini. Hujan ringan datang menerpa kota bandar lampung sore ini. Hanya gerimis kecil, gerimis kecil yang menemani setiap isak tangis yang Agatha lantunkan.

Hujan terus berlanjut hingga malam pukul 22:16. Agatha terbangun dari tidurnya dengan mata sembab. Agatha melihat sekitar, lalu menghela nafas berat. Rasanya sangat berat untuk meninggalkan rumah yang ia tinggali dari pertama ia lahir hingga saat ini.

"Sehat-sehat ya nek, Aga pergi dulu ... " suaranya bergetar, ia berusaha untuk tidak menangis kali ini.

Aga melambai kerumah itu. Lalu berjalan pergi dengan menyeret koper pink yang entah isinya apa.

Dia berjalan dipinggir trotoar. Berjalan tanpa tujuan dengan tatapan kosong. Kepalanya terus memutar memori saat ia tertawa bersama Anum. Saat Anum membelikannya ponsel karena ia mendapat peringkat 1 secara berturut turut.

Jalanan tampak sepi. Tidak ada kendaraan satu pun yang lewat padahal Agatha sudah berjalan kurang lebih 15 menitan.

"Kek, nenek jahat kek." ucapnya lirih, dengan tatapan kosong kearah jalanan.

Rudy, kakeknya. Kakek yang selalu menyayangi Agatha. Pria yang Aga anggap sebagai cinta pertamanya. Perisai pelindungnya. Orang yang selalu membela Agatha ketika dimarahi Anum. Seseorang yang selalu menceritakan banyak hal ketika mati lampu. Seseorang yang selalu memberikannya uang jajan lebih, walaupun cuma 2 ribu. Ia sangat menyayangi kakeknya.

Kembalilah, Aga membutuhkanmu Rudy.

Setelah kepergian kakeknya, Anum semakin merajalela, semuanya dibawah kendali Anum. Anum semakin gencar menyiksa Agatha.

Di sepanjang jalan hanya kegelapan dan sunyi senyap yang ada. Hanya terdengar suara derap sepatu Aga saja yang masih senantiasa mengisi keheningan. Juga cahaya remang, disisi jalan yang sama dengan yang dilalui dirinya sejak tadi.

Dari kejauhan sebuah mobil sedan terlihat berjalan kearah Agatha saat ini. Mobil itu berhenti tepat dihadapan agatha.

Agatha mengernyitkan dahinya. Terlihat dua orang pria bertubuh besar dengan pakaian acak-acakan keluar dari mobil lalu berjalan mendekati agatha.

Agatha yang merasa terancam, perlahan berjalan mundur. Lalu berbegas lari sekuat mungkin.

"Tolong!" Jeritnya. Berharap ada seseorang yang mendengarnya.

Brak!

Agatha tersandung kakinya sendiri. Membuat ia tersungkur tak berdaya ke aspal. Tanpa menyia nyiakan kesempatan salah seorang menggapai tubuh Aga dengan mudahnya dan menguncinya dengan erat.

"Cakep nih,"

Agatha lemas seketika, "TOLOnghh" belum sempat menyelesaikan teriakannnya mulutnya sudah lebih dulu dibekap secara kasar.

Pria yang lain meremak dua gundukan ditubuh Agatha. Sontak membuat gadis itu memberontak.

"Masih kyes kyes ini mah, langsung bawa aja." titah pria berjenggot dengan tato dilengan kirinya. Agatha melotot tak percaya, jantungnya terpaku sangat kencang.

Agatha menghentakan kakinya, memberontak. Tanpa memperdulikan Agatha, mereka justru menyeret Agatha menuju mobil yang masih terparkir dipinggir trotoar.

Agatha dipaksa masuk kedalam mobil. Kedua pria itu lantas membawa Agatha ketempat yang tampak seperti gudang.

Didalamnya sudah tersedia satu buah ranjang tanpa kaki. Diatasnya terdapat beberapa celana dalam, seperti celana dalam wanita.

Hal itu lantas membuat Agatha amat ketakutan. Terlihat 3 orang pria dengan langkah gontai berjalan menghampiri Agatha dan dua pria yang masih mencekal kuat pergelangan tangannya.

"Mangsa baru bos," mendengar itu semuanya bersorak ria. Malam ini akan jadi malam bersenang senang bagi mereka.

"Sikat nggak bos?"

Laki - laki yang di gandang gandangkan sebagai pemimpin itu, hanya mengangkat kedua alisnya sebagai jawaban. Hal itu membuat Agatha semakin menderu. Mencoba berulang kali menyelamatkan dirinya. Namun tetap saja, Sekuat apapun ia mengkerahkan tenaganya untuk membela diri. Mustahil bisa mengalahkan 5 orang laki-laki.

Malam itu menjadi malam paling menyedihkan bagi Agatha. Mahkota yang sedari dulu ia jaga, rusak begitu saja.

Jiwanya hancur, begitu pula dengan fisiknya.

Malam ini, disaat gadis remaja seusianya tertidur dengan lelap tanpa memikirkan apapun, ia justru sibuk membela diri agar tidak dimakan oleh pria rakus seperti mereka.

Tidak adil bukan?

♡♡♡

HUJAN BULAN AGUSTUS (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang