HBA • 04

266 78 9
                                    


HAPPY READING

○●○

ELGARA menatap gadis itu seksama. Ia tahu sekarang, gadis itu merasakan ketakutan yang hebat. Tubuhnya bergetar, suara nya serak, wajahnya juga sangat pucat, ditambah lagi air mata yang terus mengalir dipelupuk matanya.

"Jangan takut," ucapnya, mencoba mendekat kearah Agatha lagi.

Agatha semakin terisak, Entah apa yang kini sedang menghantui pikiran nya. Hingga gadis itu tampak sangat ketakutan.

"Tenangin diri lo, ada gue. Gue nggak bakal nyakitin lo, jangan takut, ya?"

Agatha menghentikan aksi menangis nya. Mengusap air mata nya, lalu menatap mata Gara hangat. Membuat sang empu mendekat lalu memeluk gadis itu erat. Agatha tak memberontak, mungkin karena perasaan nya jauh lebih tenang dibanding tadi.

Elgara mengusap punggung Agatha lembut, membiarkan gadis itu menenangkan perasaan nya dengan pelukan kecil seperti ini.

Dirasa sudah terlalu lama Elgara melepas pelukannya. Lalu kembali ngusap rambut Agatha lembut, sembari tersenyum manis menatap gadis dihadapannya.

"Udah, jangan nangis. Kita pulang abis itu istirahat, ya?"

Agatha menahan senyum disudut bibirnya, Elgara memang tipikal pria yang sulit ditebak, Menurutnya. Ia hanya mengangguk mengiyakan.

Elgara kembali melajukan mobilnya, Setelah sekitar 10 menit, Keduanya sampai dirumah minimalis milik Elgara. Ya, rumah itu memang milik Elgara, rumah itu dibeli sebagai hadiah ulang tahun Elgara ke 14 tahun. Itu artinya Gara sudah 4 tahun menempati rumah itu, karena usianya yang kini sudah menginjak 18 tahun.

Elgara membimbing Agatha turun dari mobilnya. Keduanya pun berjalan memasuki rumah.

"Mau gue anter ke kamar?" tawar Elgara. Namun dengan capat, Agatha menggelengkan kepalanya.
Melihat hal itu Elgara hanya tersenyum menanggapi.

"Mandi, badan lo kotor." ucapnya, sebelum pergi ke kamarnya yang terletak tak jauh dari kamar yang Agatha tempati saat ini.

Setelah wujud Elgara sudah tak terlihat, Agatha menghela nafas berat. Bagaimana bisa ia harus tinggal bersama seorang pria yang sama sekali tak ada ikatan darah dengannya. Bahkan ia juga baru mengenal pria itu, Sulit rasanya untuk mencoba berdamai dengan trauma.

Tapi, apa yang perlu Agatha takutkan? Bukannya mahkota miliknya sudah direnggut paksa, Mungkin saja Agatha takut jika ia akan kebobolan untuk ketiga kalinya.

Terlalu banyak memikirkan hal seperti itu membuat Agatha mengacak rambutnya frustasi.
Agatha kembali menghela nafas berat, berjalan memasuki kamarnya lalu bergegas membersihkan diri.

Selesai membersihkan diri. Agatha membaringkan tubuhnya dikasur empuk yang dominan dengan warna biru laut.
Matanya menatap atap kamar yang bernuansa estetik itu.

Kepalanya kembali memutar memori nya saat ia bernyanyi bersama Rudy, kakeknya. Saat ia menangis karena tidak mendapat peringkat satu saat kelas 6 SD. Saat ia berusaha untuk kabur namun digagalkan oleh Rudy. Agatha terkekeh pelan, lalu tersenyum kecut.

"Lucu," gumamnya.

Agatha terus menatap atap kamar itu dengan seksama. Otaknya seakan akan sedang menayangkan berbagai moment indah saat ia masih bersama Anum dan Rudy. Agatha kembali terkekeh saat teringat kejadian dimana Anum yang terjatuh diparit usai mengejarnya, karena ia yang ketahuan mengambil uang Anum di dalam dompet.

Agatha tertawa kecil. Sebelum akhirnya kembali menangis. Dadanya kembali sesak, matanya juga terasa perih. Mengapa? Mengapa dunia begitu jahat? Kenapa Anum sosok wanita yang begitu ia sayangi, justru ikut membuat hidupnya semakin hancur seperti ini?

"Aga kangen... sama nenek. Nenek lagi ngapain disana," ucapnya, dengan senyum kecut yang terukir diwajahnya ditemani air bening yang terus mengalir tiada henti.

Ia rasa, hidupnya akan tetap baik baik saja jika Anum tidak mengusirnya dari rumah. Apa hanya karena tidak mendapat peringkat satu, Agatha menjadi gadis kotor? Yang tak pantas mendapat kebahagiaan?

"Sekarang, untuk melihat wajah nenek aja, Aga nggak sanggup. Aga udah terlalu kotor sekarang,"

Mungkin jika Anum tahu musibah yang Aga terima akhir akhir ini. Ia pasti akan menghina Agatha habis habisan. Jika dulu Anum menganggap Agatha sebagai gadis kotor, Lalu apakah Anum akan tetap menyebut Agatha sebagai gadis kotor? Atau bahkan lebih parah dari sekedar gadis kotor?

Agatha mengusap kasar airmata nya. Memejamkan matanya hingga akhirnya gadis itu tertidur dengan segala luka yang dirasakan nya.
Setelah beberapa menit, Agatha benar benar terlelap dalam tidurnya.

Gadis mana yang tidak hancur jika dihadapkan dengan masalah seperti ini?

Semuanya hancur. Termasuk Agatha, gadis kecil yang tumbuh tanpa merasakan kasih sayang kedua orangtuanya. Gadis yang selalu dihina semua orang, hanya karena ia cucu dari mantan narapidana. Siapa lagi kalau bukan Anum.
Anum yang rela mencuri emas, hanya untuk membelikan Agatha baju sekolah saat ia akan memasuki sekolah kejenjang SMP.

Agatha masih terlelap dalam tidurnya. Tanpa sadar pria dengan nama Elgara itu berjalan santai menghampiri Agatha yang tertidur dengan mata sembab.

"Abis nangis?" tanya Elgara, sembari mengusap lembut pucuk kepala Agatha.

Elgara mengambil selimut yang masih terlipat rapi, lalu menyelimuti tubuh agatha yang tampak kedinginan.

Ia lantas duduk ditepi ranjang, sembari memandangi wajah teduh Agatha. Perasaannya terasa begitu hangat saat melihat wajah Agatha. Tatapan teduhnya, juga senyuman manis nya membuat setiap orang nyaman dibuatnya.

Elgara terus mengusap lembut pucuk kepala Agatha. Menatap sekeliling kamar yang dominan dengan warna biru laut itu.

Sebelum keluar, Elgara mengecup singkat kening Agatha. Membuat sang empu sedikit menggeliat.

"Gue pasti bakal jagain lo," ucapnya, lalu beranjak pergi tak pula menutup pintu kamar Agatha rapat.

  

♡♡♡

HUJAN BULAN AGUSTUS (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang