HBA • 14

140 59 18
                                    


HAPPY READING

○●○

SETELAH beberapa menit hening, Dipta memberanikan diri untuk bertanya. "Aga? kamu beneran hamil?" pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut pria itu. Membuat Agatha menunduk takut, gadis itu takut untuk menjawab pertanyaan yang membuat nya tidak nyaman.

Agatha mengangguk lesu. Dipta hanya tersenyum menanggapi. Entah apa yang sebenarnya ada dipikiran pria itu. Dipta kembali bertanya, kini matanya beralih menatap manik hitam Agatha. "Siapa ayahnya?" lagi, dan lagi pertanyaan lain terlontar begitu saja. Agatha semakin merasa tidak nyaman.

"Aku dilecehkan. aku gatau ayahnya siapa, aku gatau ... " suaranya bergetar, ia semakin terisak. dadanya terasa begitu sesak. Tidak, Agatha tidak sanggup untuk terus berada disituasi seperti ini.

Dipta mengangguk, ia menghentikan laju mobilnya. menatap gadis itu seksama, lalu memeluknya. Agatha menangis dalam pelukan pria itu. Setelah beberapa detik, Agatha melepas pelukannya. Gadis itu mencoba menenangkan perasaan nya.

Dipta kembali melajukan mobilnya, pria itu tak tahu harus membawa Agatha kemana. ia lantas kembali melontarkan pertanyaan. "Btw, kita mau kemana?"

Agatha menggeleng, gadis itu juga sama seperti Dipta, ia tidak tahu arah tujuannya akan kemana. Agatha lelah untuk terus memikirkan hal sepele seperti itu.

"Pulang aja mau?" ajaknya. Agatha hanya mengangguk sebagai jawaban.

Dipta akan mengantarkan gadis itu pulang kerumahnya, lebih tepatnya rumah Elgara. Tak lama kemudian, sebuah notifikasi terdengar dari ponsel Agatha. Gadis itu mengambil ponselnya, lalu membukanya.

Agatha menghela nafas, lalu membuka room chat dari Elgara gadis itu kembali terisak, ketika membaca pesan yang dikirimkan oleh Elgara.

Dipta yang melihat Agatha kembali menangis pun, mencoba mengambil ponsel dari genggaman Agatha. Pria itu terkejut ketika membaca pesan itu, ia turut prihatin pada Agatha yang sekarang sudah di DO dari SMA nuraga bangsa.

Itu artinya ia tidak akan bertemu dengan gadis itu lagi disekolah. Ada rasa sesak dihati pria itu. Namun sosok nama yang tertera disitu, berhasil mengalihkan perhatian Dipta. Ia mencoba mencerna siapa sosok pria bernama Elgara itu. Lalu mengaga tak percaya, ia tahu siapa Elgara, Dipta mengenali nya. Pria itu menggeleng cepat, lalu mengembalikan ponsel itu kegenggaman Agatha.

Agatha terus menangis. Dipta menepuk pundak Agatha dengan satu tangannya, satu tangannya lagi masih setia memegang kemudi.

Dipta sangat ingin menanyakan tentang sosok Elgara yang ia rasa, sangat dikenalinya itu. Pria itu merasa bahwa nama Elgara sangat tak asing dipikiran nya. Mungkinkah itu Elgara yang ia kenal atau hanya namanya saja yang sama?

Dipta menggeleng, bukan saatnya untuk menanyakan hal seperti ini. Saat ini kondisi Agatha sudah sangat memprihatinkan.

Setelah beberapa menit diperjalanan. Kini keduanya sampai didepan rumah Agatha. Agatha turun dari mobil, lalu tersenyum sembari mengucapkan banyak terimakasih.

Dipta membalasnya dengan senyuman. "Istirahat ya, kasian tubuh kamu udah terlalu capek,"

Agatha tersenyum lalu mengangguk. "iya," balasnya.

Detik berikutnya, Dipta memberi klakson, sembari tersenyum kearah Agatha. Kemudian kembali melajukan mobilnya.

Agatha melihat kepergian Dipta, ia menghela nafas panjang. Berjalan gontai memasuki rumah, lalu berjalan menuju kamarnya. Gadis itu membaringkan tubuhnya dikasur. Dadanya masih terasa sesak hingga saat ini.

Tak ingin berlama lama dalam kesedihannya, ia lantas kekamar mandi guna membersihkan tubuhnya. Setelah beberapa menit, gadis itu keluar dengan pakaian yang sudah bersih dan rapi. Ia keluar kamar menuju ke taman belakang.

Gadis itu mendudukkan dirinya dikursi. Lalu menatap langit langit yang tampak mendung. "Aga sakit bu, ...  Aga sakit. Aga udah cape banget... " ucapnya dengan suara yang bergetar.

Gadis itu sakit. Semua masalah yang terus datang menimpanya akhir akhir ini berhasil membuatnya sulit untuk sekedar melupakan rasa sakitnya.

Semuanya benar benar sudah hancur. Tak ada lagi yang perlu ia pertahankan lagi. Bahkan, semua orang sudah tau tentang kehamilan nya. Ia tidak bisa membayangkan, se malu apa dirinya ketika bertemu dengan teman teman nya juga siapapun yang sekiranya kenal dengan dirinya. Apalagi bunda Delia, walaupun Delia sudah tau tentang kesialan yang menimpa Agatha silam. Tapi, ia yakin bunda Delia pasti akan merasakan kesedihan yang sama seperti nya.

Wanita itu pasti akan merasakan hal yang sama seperti yang Agatha rasakan. Ikatan batin seorang wanita sangat kuat, apalagi bunda Delia, wanita baik yang sudah Agatha anggap sebagai ibunya sendiri.

Gadis itu kembali melamun. Bagaimana jika Anum tahu tenang kehamilannya. Apa reaksi yang akan diberikan oleh wanita tua itu. Apakah ia akan mencaci Agatha seperti dulu atau bahkan lebih parah dari sekedar mencaci.

Agatha tiba tiba saja teringat dengan sosok Anum, nenek yang merawatnya sedari kecil. Tapi, sosok Anum yang dikenal jahat membuat Agatha malas untuk mengingatnya. Tapi disisi lain gadis itu masih sangat menyayangi neneknya itu.

Kepalanya terasa pusing. Terputar beberapa memori yang menayangkan kisah nya bersama Anum dikepalanya. Agatha teringat saat ia masih berumur lima tahun, ketika Anum menyuruhnya untuk memanggil nya dengan sebutan ibu. Tapi, karena ia yang sangat asing dengan kata ibu Agatha menolaknya, ia lebih senang memanggil Anum dengan sebutan nenek dibanding ibu.

Detik berikutnya, Agatha kembali meneteskan air matanya. Sulit rasanya untuk tidak menangis. Ketika ia sedih ia akan menangis. Agatha bukan tipikal orang yang mudah untuk menyembunyikan rasa sakitnya.

Agatha termasuk gadis cengeng yang hobi menangis, ia sangat tidak bisa menahan tangis. Bahkan sekalipun itu masalah kecil, jika perasaan nya tidak enak ia akan menangis.

Semua masalah, akan Agatha selesaikan ditemani dengan tetesan air asin dari kelopak matanya.

Tak mudah untuk menjalani kehidupan seperti ini. Agatha harus siap mental untuk mendapat cacian dan makian dari orang lain. Gadis itu harus selalu meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan indah pada waktunya. Walaupun setiap Agatha merasa sakit dan putus asa, ia akan terus berfikir untuk mengakhiri hidupnya.

Tapi tak mungkin, Agatha masih paham tentang dosa bunuh diri yang diajarkan dalam agamanya.
Itu sudah sangat cukup untuk menjadi benteng yang menghalangi kesesatan pikiran nya.

♡♡♡

HUJAN BULAN AGUSTUS (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang