“Seorang pejalan kaki tertabrak sebuah mini bus di jalan XXX pada Senin sore, korban langsung di bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Polisi menyatakan bahwa pelaku yang merupakan sang pengendara sedang...” terdengar suara pembawa berita di sebuah Televisi yang berdiri tegak di atas sebuah meja. Sang pemilik rumah sepertinya membiarkan Televisinya menyala begitu saja.
Sang pemilik rumah yang merupakan seorang wanita paruh baya, saat ini ia sedang memasak di dapur. Tangannya sibuk memotong-motong bawang merah, bawang itu di potong begitu tipis dengan gerakan pisau yang bergerak begitu cukup cepat. Pikiran wanita itu mulai berkelana entah ke mana sementara tangannya masih sibuk memotong bawang. Suara siulan dari teko yang dipanaskan terdengar membuat wanita itu menengok. Ketika fokusnya hilang pisau yang sedang naik turun itu tanpa sengaja mengenai jari jempolnya.
“Sshh..” Rasa perih yang menjalar membuatnya langsung reflek melepas pisau digenggamnya dan berlari menuju wastafel untuk membersihkan lukanya.
Setelah membersihkan lukanya ia langsung mematikan kompor tepat di mana teko itu terus berbunyi. Ia keluar dari dapur mencari kotak keadaan darurat. Ia menuju ruang tamu dan melihat Televisinya menyalah.
“aku lupa mematikan TV" monolognya mengambil remote.
“...Suami korban yang merupakan seorang pemain sepak bola Royale...,” tak jadi mematikan Televisinya ia mengernyit dengan berita yang ditayangkan.
“itu kok mirip dengan-” tak sempat ia selesaikan monolognya, dering ponselnya berbunyi. Ia langsung mengambil ponsel di dalam sakunya dan mengangkat telepon tersebut.
“Halo?”
“Halo, Bibi Adel” terdengar suara serak di seberang telepon.
“Ya? Sae? Ada Apa?”
“Bibi (name)..." suara Sae yang terdengar serak dan seakan tertahan untuk berbicara, kedengarannya ini akan jadi sebuah berita penting terjadi kepada keponakannya.
“iya katakan saja, kenapa?” Adel berusaha untuk setenang mungkin untuk mendengar apa yang akan di katakan Sae. Suara Sae rak terdengar sepertinya ia terdiam di seberang telepon. Sampai saat beberapa detik berlalu Sae akhirnya berbicara tentang apa yang terjadi. Ketika itu pula rasanya tubuh Adel melemas, hatinya mencelus.
“aku akan ke sana, jadi tunggu” Adel menutup telepon tersebut, ia mematikan Televisinya dan langsung berlari menuju kamarnya. Setelah bersiap dengan cepat ia langsung pergi.
***
Di ruangan rawat inap sebuah rumah sakit. Suara dari elektrokardiogram terdengar mengisi ruangan. Seorang wanita terbaring di atas kasur rumah sakit. Sebuah masker oksigen yang terpasang di wajahnya. Matanya tetap terpejam tanpa ada tanda-tanda akan sadarkan diri.
Tangannya yang terpasang selang infus terus di genggam oleh sesosok pria yang sedari tadi duduk di samping kasur. Sesekali ia mengelus tangan yang dingin ini.
Sudah tiga hari wanita ini tak sadarkan diri, dan pria ini selalu Setia mengunjungi tempat ini. Ia terus berharap bahwa wanitanya akan sadarkan diri setelah ini. Tangan yang begitu halus dan hangat kini terasa dingin. Detak jantung yang ia selalu rasakan kini berdetak dengan lemah.
Ke mana celoteh berisikmu begitu pikirnya. Rasanya saat ini lebih baik mendengarkan suara berisik dari wanitanya dari pada mendengar suara elektrokardiogram. Sangat tak ingin ia melihat wajah pucat wanitanya, alat-alat medis yang menempel di tubuh wanitanya.
Harusnya aku di sana, tak akan aku biarkan ini terjadi Hatinya terus merasa bersalah atas apa yang bukan merupakan kesalahan. Hatinya begitu mencelus dengan kecelakaan ini.
Sebuah tangan menepuk pundaknya membuyarkan semua pikirannya. Namanya di panggil dengan lembut dari belakangnya.
“Sae, kau sudah makan nak?”
“Aku lupa untuk makan siang" Sae memijit pelan dahinya yang di antara alis.
“Sebaiknya kita keluar dulu, kau harus makan”
“Iya Bibi” Sae bangkit dari kursi, dan saat itu tangan istrinya bergerak. Sae yang melihatnya melebarkan matanya. Perlahan-lahan mata (name) terbuka.
Butuh sekian detik agar (name) dapat melihat dengan jelas apa yang ada di sekitarnya. Mulutnya bergerak pelan saat melihat ada Sae dan Adel di sekitarnya.
‘Apa yang terjadi’ saat itu sebuah ingatan kembali terekam seperti sebuah film ketika dia mencoba mengingat apa yang terjadi.
“Iya sayang iya...” (name) sedang memilih barang di supermarket sambil menelepon suaminya. Dia berkeliling rak untuk mencari barang-barang yang di dibutuhkannya dan memasukkannya dalam keranjang.
“aku mati in ya teleponnya" (name) memutus sambungan teleponnya dan langsung menuju kasir.
“Oh ya ampun ternyata aku lupa bawa uang" ujar seorang wanita saat membuka tasnya ketika sedang membayar belanjaannya di kasir.
“Maaf, kurang berapa? Biar saya bayar" Wanita itu menengok ketika mendengar suara (name) di belakangnya.
“Hai Emilia”
“(name)?”
***"Maaf ya merepotkanmu (name)” Emilia begitu tak enak karena (name) membayarkan belanjaannya saat tadi di supermarket. Kini keduanya sedang berjalan di trotoar.
“Tidak apa-apa Emilia"
“Kau mau mampir ke rumahku dulu, biar sekalian aku akan mengganti uangmu"
“terima kasih tawarannya tapi kapan-kapan saja"
“baiklah”
“aku mau menyeberang, mau ke toko sana”
“Iya kalau begitu kita berpisah di sini" Emilia melambai, (name) membalas melambai dan menyeberang jalan.
Seorang anak laki-laki berlari di sampingnya ketika ia hendak berjalan untuk menyeberang. Anak itu tanpa sengaja tersandung dan terjatuh sat di tengah zebra cross. (Name) yang ada di dekatnya langsung berlari kecil menolong anak tersebut.
“aduh sakit" Keluh anak itu saat melihat lututnya berdarah.
“Ayo bangun, biar aku bantu" ujar (name) membantu anak itu berdiri. Di saat yang bersamaan sebuah mobil merah melaju kencang tak terkendali menuju arah mereka.
“(NAME)!” Emilia yang melihat mobil tersebut langsung berteriak dan berlari menuju (name) dan anak lelaki itu.
Ketika (name) menengok melihat Emilia mobil merah itu sudah menghantam sang anak dan (name). Suara hantaman terdengar cukup keras.
Suasana menjadi riuh, para pengendara di sana langsung menghentikan kendaraan mereka, dan turun dari kendaraan mereka. Para pejalan kaki banyak yang terdiam dan syok. Begitu pun dengan Emilia yang syok, ia berdiri lemas melihat apa yang di depan matanya. Para orang-orang di sekitar langsung memanggil ambulance.
***
“Sae..” dengan suara lemah ia memanggil suaminya.
“iya?” Sae mengeratkan genggamannya pada tangan (name).
“bagaimana dengan anak kita..?”
Sae terdiam tak menjawab, mulutnya terasa keluh untuk menjawab sekarang. Ia sendiri bingung apakah ia harus memberitahunya sekarang atau tidak. Kenyataannya bahwa kecelakaan itu benar-benar membuatnya hampir tiada, jadi tentu saja anak dalam kandungannya tak bisa diselamatkan.
TBC
.
.
.Sab, 10 ferbruari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT FAMILY [SAE]
Fanfiction[ITOSHI SAE X (name)] FANFIC ITOSHI SAE "Do you want to marry me?" "Yes!" Pernikahan yang kau bangun membuatmu bahagia sampai melupakan bahwa badai bisa datang kapanpun.. badai yang mampu membawa kerusakan semakin jauh dalam hidupmu.. . . "katakan b...