○ ten : "jauh-jauh sana"

97 17 0
                                    

“jauh-jauh sana" ujar (name) terdengar mengusir. Wanita itu meletakkan sebuah bantal guling di tengah kasur mereka.

“jangan melebihi batas sini" titah (name), Sae begitu speechless dengan tingkah istrinya. Saat ini ia masih menjauhi Sae entah mengapa. Lagian kan Sae bukan dedemit yang harus ia jauhi.

Mungkin saja setelah tidur malam ini ia pasti normal lagi.

Besok akan seperti biasa.

tentu saja, tidak.

Ini sudah minggu ke-5 namun tetap sama saja. Ditambah pagi ini Sae disambut dengan omelan (name) yang terdengar tidak jelas. Sae yang tak luput kena omelan (name) hanya bisa pasrah. Karena saat ini istrinya menjadi lebih sensitif terhadap perasaannya takut tiba-tiba mood swing, ia tak bisa di singgung sedikit. Jadi dari pada ia menghadapi istrinya yang semakin menjadi-jadi lebih baik dia diam.

Hari ini setelah Sae melalukan rutinitas paginya ia menghubungi keluarganya dengan melakukan video call. Ia langsung juga memberikan berita baik tentang kehamilan istrinya. Seharusnya ia memberitahunya di awal namun ia baru memberitahu informasinya sekarang. Kedua orang tuanya yang mendengar akan menimang cucu dan memiliki seseorang yang akan meneruskan marga mereka, membuat kedua orang tua Sae bahagia.

Ayah dan ibunya memberikan selamat melalui Video Call terkecuali si bungsu, Rin. Adik laki-lakinya ini muncul dalam Video Call tanpa mengucapkan kata-kata apa pun. Rin hanya memberikan selamat melalui pesan di ponsel. Mungkin si bungsu masih canggung dengan kakaknya. Yah, bagaimana tidak. Sejak kejadian di malam musim dingin berlalu, namun Rin masih membekas. Ketika saat Sae pulang ke Jepang untuk memperbarui paspornya Sae sudah menghancurkan impian Rin. Membuat si bungsu membenci kakaknya sendiri. Rin juga pasti Rindu dengan kakaknya setelah sekian lama tak berjumpa, Sae datang-datang langsung menghancurkan impian Rin yang ingin menjadi pemain sepak bola bersama Sae. Sae yang telah berubah menjadi sosok yang berbeda kepada Rin membuat Rin membuang sosok polos dalam dirinya. Walau merasa tidak sesuka itu pada kakaknya ia hanya ingin diakui oleh Sae. Rin juga pasti rindu makan es bersama Sae sambil memandang laut. Lagi pula Rin bisa sampai di titik ini karena kakaknya, karena tekad selalu ingin mengalahkan Sae ia selalu berusaha menjadi orang di posisi nomer satu.

Kembali lagi kepada Ibu dan Ayahnya yang sedang menggoda putra bungsunya. “Ada yang bakal jadi paman nih" goda ayahnya “Rin, kamu ga mau mengucapkan selamat atau apa gitu?” kini ibunya yang berbicara. Namun terdengar seperti mengomel.

“Rin sudah mengucapkannya di pesan" ucap Sae memberitahu kedua orang tuanya.

“Sae, Aku sudah siap loh” ujar (name) yang tiba-tiba datang. Dengan pakaian dan penampilan rapi ia menghampiri suaminya. Setelah melihat penampilan rapi istrinya Sae melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul delapan kurang tiga menit. (Name) berpernampilan rapi karena hari ini mereka berdua pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan untuk (name).

“bukannya kita berangkat jam sembilan? Ini masih jam delapan kurang” tanya Sae memastikan pada istrinya. (Name) melihat ke arah jam dinding, ia terdiam setelah menyadari bahwa sekarang baru jam delapan kurang tiga menit.

“aku enggak tahu baru jam segini” mukanya merenggut lalu menduduki sofa dengan menyandarkan punggungnya.

“jangan masam gitu mukanya, aku akan bersiap jadi kita pergi lebih cepat”

“Loh gak apa-apa? Kamu kan lagi video call nanti ke ganggu lagi"

“Gak apa-apa, Oh iya Kayaknya Mama mau ngomong sama kamu nih, jadi kamu ngomong dulu sama Mama aku bakal siap-siap" ucap Sae menebak-nebak wajah mamanya yang ingin berbicara pada menantunya. (Name) mengangguk lalu mengambil alih ipad yang di pegang Sae.

PERFECT FAMILY [SAE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang