1

2K 115 7
                                    

   Sejatinya, pernikahan adalah sebuah hubungan yang mengikat antara individu dan individu lainnya setelah memaku hati untuk meneruskan keturunan, berdasarkan dengan cinta. Lalu, apa jadinya jika sebuah pernikahan itu terjadi akibat keegoisan satu pihak dari sebuah rasa ingin memiliki secara mutlak—pemaksaan. Rasa ketidakcocokan tentu kan muncul di dalam pernikahan ini dari pihak yang di rugikan karena pernikahan paksa.

    Seharusnya, memiliki seorang pasangan yang tampan dan mapan adalah sebuah nikmat dunia yang harus di syukuri. Tapi, jika dia memiliki sifat diktator... Dew pikir ini akan mengurangi semua nilai dari kenikmatan yang dia rasakan. Dew membenci suaminya dengan seribu satu alasan. Dia terjebak dalam sebuah ikatan pernikahan yang dipaksakan. Tidak bisa menolak karena tak diberi pilihan selain menerimanya. Keadaan lah yang membuat nya terpaksa menerima lamaran dari seorang Nani Hirunkit yang jatuh cinta padanya saat pandangan pertama—klise.

      Entah bagaimana Nani, pria brandal itu bisa terpikat dengan Dew. Dew yang selalu dingin dan tenang, membuat Nani yang biasanya gonta-ganti pasangan menjadi takluk dan hanya memilihnya sebagai persinggahan terakhir. Namun, ketertarikannya terhadap Dew tak ia tunjukkan secara gamblang—dia memiliki gengsi setinggi ukuran badan nenek moyangnya terdahulu.

     Kebangkrutan perusahaan keluarga Dew, membuat Nani memiliki kesempatan untuk memilikinya dan menawarkan bantuan yang fantastis pada keluarga Dew. Saat itu, Dew memiliki kekasih hingga dia memiliki alasan untuk menolak lamaran. Namun, permintaan Ibunya dengan bersujud padanya membuat dia goyah dan berakhir menerima lamaran. Dari situlah awal mula pernikahan terjadi.

    Seiring berjalannya waktu, hubungan keduanya semakin buruk. Dew yang diam-diam menemui kekasihnya, dan Nani yang selalu mengawasi dengan sifat otoriter nya. Pertengkaran tak dapat di elakkan. Seperti saat sekarang, Nani baru memasuki pintu rumah saat dia bertemu tatap dengan Dew yang melewati bahunya.

"Kemana, Dew?" Tanya Nani karena Dew acuh tak acuh, bahkan mengabaikannya.

Dew menghentikan langkahnya, berbalik untuk menatap Nani yang mengerutkan keningnya. Dia menghela nafas dan mendekati Nani.

"Bukan urusanmu."

Nani mengangkat sedikit wajahnya, "aku punya hak untuk tahu kemana dan dengan siapa kau pergi."

Dew terkekeh hambar. "Kau tahukan? Sedari awal aku tidak setuju untuk menikah dengan mu." Dew menekan bahu Nani dengan jari telunjuknya, menatap Nani dengan tajam.

"Tapi aku mencintaimu." Suara Nani rendah dan lembut, tapi ada tekanan di setiap kalimatnya.

"Aku benar-benar tidak peduli." Balas Dew, selanjutnya dia berbalik—pergi tanpa menoleh.

Nani dalam diam menatap punggung itu menghilang dari pandangannya. Memilih untuk pergi, bersama sebotol wine di kamar untuk menemani kesendiriannya. Sepanjang malam itu dia habiskan untuk menunggu Dew hingga pukul 3 subuh, Dew tidak pulang.

Satu pesan masuk dengan isi bahwa Dew sedang bersama kekasihnya. Di apartemen, lagi. Nani mendengus senyum miring, menyenggol botol minuman dengan lengannya dan pecahan kaca segera tercecer di lantai dengan bercak merah dari minumannya.

Di pagi harinya, kedua lelaki itu duduk dalam diam menikmati sarapan yang di buat oleh Chef rumah mereka. Denting sendok dan garpu menjadi latar musik pagi ini. Pelayan rumah sudah biasa melihat pemandangan ini di pagi hari. Mereka tahu bahwa ada tembok besar membatasi keduanya.

Nani meraih serbet, menyeka bibirnya dengan lembut. Dia selesai makan. "Masakan hari ini sangat enak. Apa Paman mencoba resep baru?" Tanya Nani pada Chef pelayan yang masih berada di balik konter dapur.

"Benar, Tuan Muda. Senang jika anda menyukainya."

Nani bersenandung ringan. "Setidaknya ini lebih baik dari pada rasa di selingkuhi. Benarkan, Paman?" Sindiran itu secara langsung Nani arahkan pada Dew yang masih dengan khidmat menyantap sarapannya. Dia hanya menatap sekilas pada Nani yang menatapnya dengan provokasi.

Nani bangkit dari duduknya. "Aku diam bukan berarti aku tidak tahu dan bodoh. Aku hanya memberikan mu waktu untuk bersenang-senang." Dia berucap datar dan segera pergi, dia segera di sambut oleh supirnya kala dia akan masuk—pintu mobilnya segera dibuka.

Nani mendudukkan dirinya, mengambil sebotol obat yang sudah ia konsumsi selama 3 bulan terakhir. Dia sering telat makan, lambungnya bermasalah.

Sopirnya diam-diam mengamati, menghela nafas sangat lembut. Takut-takut menyinggung majikannya yang dalam suasan buruk-selalu.

[BL] Little Husband-Short story✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang