12

671 56 1
                                    

    Dengan berita tragis itu, rumahnya menjadi hening dan berat, seolah-olah beban yang tak terduga menimpanya. Suara Joong masih terdengar jelas di telinganya.

"Dew... Nani kecelakaan... Rumah sakit Sxx." Kalimat itu membuatnya panik. Langkah-langkahnya menuju rumah sakit diiringi oleh kegelisahan yang mendalam. Di lorong rumah sakit, bau antiseptik dan getaran kecemasan menciptakan atmosfer yang tidak menyenangkan.

    Didalam hati dia menggumam doa, berharap bahwa kecelakaan yang di alami tidak separah yang dia bayangkan. Sudah dua kali Nani membuatnya hampir tidak bisa bernafas. Kali ini benar-benar nyata adanya.

    Ketika melihat Nani terbaring di tempat tidur rumah sakit, perasaan campur aduk merayap di dalam dirinya. Mata Nani yang biasanya penuh kehidupan kini tampak lemah, dan detak jantungnya terdengar sebagai latar belakang yang menyedihkan. Setiap suara alat medis dan bicara tenaga medis menambah ketegangan di udara.

"Lukanya cukup serius..." Suara dokter seolah tidak terdengar setelah itu, Dew melangkah kan kaki mendekati ranjang Nani, membicarakan ibunya untuk mendengarkan dokter.

   Tangannya gemetar saat mencoba menggenggam tangan Nani yang terbaring rapuh. Raut wajahnya mencerminkan kekhawatiran.

    Di tengah kegelapan yang menyelimuti ruangan rumah sakit, ia merasa terombang-ambing antara keputusasaan dan harapan.

"Sayang, aku disini. Ayo bangun," gumaman Dew tercekat-tidak sanggup untuk berkata-kata lagi. Di dalam hatinya, doa-doa tak terucapkan memohon kesembuhan bagi Nani, dan langkah-langkahnya keluar dari ruang perawatan penuh dengan ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kemudian dia dikejutkan dengan tubuh Nani yang kejang. "Nani... Sayang, dokter!" Dia panik.

    Dokter bergerak ke arahnya, ibunya menariknya untuk keluar ruangan disusul suara langkah-langkah yang bergaung di lorong sunyi, menciptakan kesan kehampaan yang melekat pada setiap detik.

"Ibu, Nani..."

"Nani akan baik-baik saja, Dew." Ibunya menenangkan. Menariknya untuk duduk di kursi tunggu.

    Sambil menunggu, pikirannya terus melayang ke momen-momen indah bersama Nani, memutar kenangan-kenangan yang kini tampak sangat berharga. Ia mencoba mencari kekuatan dan ketenangan dalam doa, berharap agar Nani bisa pulih.

     Para perawat dan dokter yang bergerak di sekitarnya mencoba memberikan informasi dan memberikan dukungan, tetapi kata-kata tersebut serasa melayang di udara, sulit untuk diserap oleh pikirannya yang sedang diselimuti kecemasan. Intinya, Nani mengalami cedera kepala akibat benturan. Di antara waktu yang terasa seperti berjalan lambat, ia bersikap tabah sambil berharap bahwa setiap detik membawa berita yang lebih baik.

    Malam itu, rumah sakit bukan hanya tempat penyembuhan fisik, tetapi juga tempat di mana ketahanan jiwa diuji. Dalam keheningan yang hanya dipecah oleh derap langkah dan suara alat medis, ia tetap berdiri tegar, siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi, dan menunggu terangnya fajar yang mungkin membawa kabar kesembuhan.

 Dalam keheningan yang hanya dipecah oleh derap langkah dan suara alat medis, ia tetap berdiri tegar, siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi, dan menunggu terangnya fajar yang mungkin membawa kabar kesembuhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[BL] Little Husband-Short story✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang