2

1K 86 7
                                    

   Kilat flash lampu kamera menyorot hanya pada Nani—dikenal sebagai penerus ayahnya, asetnya kian hari kian meningkat. Perusahaan yang bergerak dalam bidang pembangunan menghasilkan keuntungan yang besar untuknya. Ayahnya, sudah lepas tangan dengan urusan perusahaan. Sepenuhnya dimiliki oleh anaknya.

Ditemani sekertaris tampan, sebelum menikah dengan Dew—Nani di rumorkan menjalin hubungan dengan Sekretaris nya. Joong Arcen. Pria tampan, muda, berdedikasi tinggi dan setia menemani Nani.

Nani duduk dengan wajah ramah di meja panjang, bersama petinggi perusahaannya. Peresmian gedung apartemen, 10 tower, 20 tingkat.

Jas tertenteng di lengan, Nani menyempatkan diri untuk pergi ke pusat perbelanjaan—membeli hadiah untuk koleganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jas tertenteng di lengan, Nani menyempatkan diri untuk pergi ke pusat perbelanjaan—membeli hadiah untuk koleganya. Tentu bersama Joong di sisinya.

Kolega perempuan, Nani menjatuhkan pilihan pada satu set perhiasan berlian.

"Setelah ini, waktunya makan siang, Kak." Joong berbicara, mengambil alih belanjaan Nani ke tangan nya.

"Aku masih kenyang." Gumam Nani.

Joong menghela nafas lembut, jadwal makan Nani sudah berantakan sejak setelah menikah. Dengan riwayat penyakit Nani, dia terkadang harus rela untuk menghabiskan waktunya untuk membujuk Nani untuk makan sampai dia juga melewatkan jam makannya.

"Bajingan itu..." Joong tertegun sejenak saat mendengar umpatan Nani. Garis pandang nya ia samakan. Terkejut.

Joong melihat Dew, suami atasannya sedang berjalan-jalan mesra bersama seorang wanita.

Rasa sakit melanda Nani saat suaminya pergi bersama sang kekasih, didepan matanya.

"Mau menya..."

"Tidak." Suara Nani datar memotong kalimat Joong, kembali ke kerongkongan. Keduanya pergi tanpa sepengetahuan Dew dan sang kekasih yang menggandeng lengannya.

-+-

"Sampai kapan kau akan tinggal di kantor?" Suara Joong terdengar lagi setelah setengah jam lalu dia menyuruh Nani makan. Sudah sore, Nani belum mengisi perutnya sejak pagi.

Setelah tak sengaja menemukan suaminya di pusat perbelanjaan, suasana hati Nani semakin buruk. Tak menyantap apapun. Tumpukan berkas masih saja betah terbaring di atas meja kerjanya.

"Nanti." Satu kata.

Joong menghela nafas lembut. "Setidaknya makan dulu, Kak." Keluhnya menatap Nani yang seolah tak mendengar suara nya.

Nani bosan, dia memijit pelipisnya. Menutup dokumen dana menatap Joong yang puas melihat reaksinya.

Makanan segera di panaskan di pantry, Joong menyiapkan kembali di atas meja lain. Mempersilahkan Nani untuk segera duduk dan makan.

Keduanya akan pulang larut, Nani yang tidak ingin bertemu Dew di rumah—akan bertengkar, dia muak dengan suasana rumahnya seperti itu. Selain itu, Dew sering tidak ada di rumah bahkan saat Nani pulang tepat pukul 3 dini hari. Tanpa bertanya, Nani sudah tahu di mana Dew berada, dimana lagi memangnya?

Dan Joong, dia menemani Nani tanpa pamrih. Sudah biasa menemani atasannya itu lembur, kadang benar-benar lembur —kadang hanya duduk di dalam kantor sangat lama tanpa melakukan apapun, duduk di temani teh mengepul yang pada akhirnya dingin tanpa tersentuh.

Pada pukul 4 dini hari, Nani pulang ke rumah. Tanpa kehadiran Dew di dalam kamar. Dia menghela nafas kasar, lelah. Melepas dasinya dengan kasar dan melempar tubuhnya ke ranjang tanpa membersihkan diri. Sesekali dia menatap ke sisi lain ranjang, kosong. Padahal, dia sangat berharap bahwa Dew akan menyambutnya dengan pelukan hangat untuk mengurasi rasa lelahnya. Impossible.

Pada pukul 6 tepat, Nani terbangun. Dew sudah berada di sisi lain ranjang. Membelakanginya. Dia beranjak tanpa ingin menganggu waktu tidur Dew. Sebelum pergi ke kamar mandi, sesaat Nani menatap wajah Dew yang damai. Tanpa dahi berkerut dan mata tajam yang tidak menyukai sosoknya tiap kali mereka bersinggun tatap.

Menghela nafas lembut, Nani pergi untuk mandi. Dalam beberapa menit dia sudah rapih dengan pakaian kantornya. Dew sudah tidak ada di kamar saat dia keluar kamar mandi. Tak ambil pusing, Nani pergi turun ke ruang makan. Dew juga tidak ada.

"Awasi Dew, jangan biarkan dia pergi menemui wanita itu." Printah mutlak yang tidak bisa di ganggu gugat.

Siang harinya, Dew meledak-ledak. 6-7 orang bodyguard selalu mengikuti langkahnya sejak pagi. Dari mulai dia bekerja—benar-benar mengganggu. Dan sekarang menahan dirinya, bahkan mengatur ulang jadwalnya. Tidak dibiarkan menemui kekasihnya.

Langkah lebar yang kuat terdengar di lantai kantor milik Nani, Dew datang. Wajahnya merah, dibelakangnya pengawal itu masih ada tanpa menghalangi jalan Dew untuk sampai ke kantor. Bahkan menunggu Dew di depan konter resepsionis lantai 1.

"Katakan pada Khun Nani Hirunkit bahwa ada seseorang yang ingin bertemu dengannya."

Wanita muda dibalik konter itu tentu tidak buta dan bodoh. Dia tahu betul siapa yang ada di depannya. Suami kecil bosnya. "Maaf tuan, Tuan Nani sedang rapat. Selagi menunggu, mari saya antarkan ke ruangan beliau agar anda bisa menunggu dengan nyaman."

" Tidak, aku ingin bertemu sekarang." Kuat dan keras kepala. Wanita itu meringis tipis.

"Maaf tuan. Tapi, Tuan Nani sedang rapat."

"Antar aku ke sana." Tertuju pada ruang rapat. Wanita muda itu mencuri tatap pada bodyguard yang ada di belakang Dew, menyutujui dengan anggukan ringan kepalanya.

Wanita muda itu mau tak mau mengantarkan Dew ke depan pintu ruang rapat. Saat wanita itu merasa bahwa Dew duduk di kursi penjang didepan ruangan, wanita itu pamit untuk kembali bekerja.

Menunggu dengan tidak sabar, 30 menit berlalu dengan cepat. Dew bosan. Suasana hatinya semakin buruk, dia mendorong tubuhnya—mendorong pintu ruang rapat dengan wajah hijau.

Segera, semua mata tertuju pada Dew. Tak terkecuali dengan Nani yang awalnya mengerutkan keningnya menatapnya dengan mata membulat kaget.

"Dew..." Nani bergumam pelan.

"Kita harus bicara, Nan." Ucap Dew datar.

"Tunggu aku di ruangan, aku..."

"Sekarang," Dew memotong ucapannya. Tegang, peserta meeting menatap was-was pada atasan mereka. Sebelumnya, tidak ada yang berani memotong ucapan atasan mereka ini. Bahkan setelah amukan ganas yang sebelumnya di lontarkan, harusnya atasan mereka ini belum memiliki suasana hati yang baik.

Nani menghela nafas lembut, beranjak dari duduknya. Berbicara dengan Dew dengan suara lembut, mencoba memberi pengertian pada pria yang lebih muda.

"Aku akan menyusul, 10 menit saja."

Kaget, Dew berkedip lembut. Perubahan Nani yang tiba-tiba membuatnya luluh, dia menatap ke arah meja panjang. Lalu beralih pada Nani yang tersenyum tipis, seolah memohon padanya.

"Baiklah."


[BL] Little Husband-Short story✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang