3

914 78 3
                                    

      Setelah pernikahan yang kontroversi dengan Nani, untuk pertama kalinya Dew menginjakkan kakinya di ruangan kerja Nani. Dia menatap sekeliling ruangan. Tiba-tiba kesal saat melihat foto pernikahan mereka di pajang di belakang kursi kerja Nani. Ukuran besar yang baru Dew sadari.

Dia menjatuhkan bokongnya ke sofa. Gaya angkuh yang sering dia lakukan. Wajahnya datar dan menatap jam dinding di ruangan.

10 menit kemudian, Nani benar-benar datang. Dew berdiri dari duduknya. Bersiap memaki saat melihat mata sayu Nani yang menatapnya.

Kaget, tubuhnya di tabrak oleh tubuh Nani yang segera melorot jika dia tidak menahan tubuh itu.

"Nani?" Kepala Nani terkulai di dadanya. Nafas hangat menembus kemejanya. Dew menggeram rendah.

"SIAPAPUN YANG BERADA DI LUAR, TOLONG PANGGILKAN AMBULAN!" Dew berbicara dengan keras. Memeluk tubuh Nani, mau tak mau.

Hal ini mengundang Joong yang memang berada di luar mendobrak pintu ruangan.

"Cepat panggil ambulans!" Teriak Dew pada Joong. Dengan cepat dia menghubungi 911.

"Kenapa bisa begini?" Tanya Joong dengan wajah paniknya setelah selesai menghubungi ambulan.

"Aku tidak tau, tiba tiba dia jatuh dan pingsan" Dew tak bisa acuh melihat kondisi Nani saat ini. Lubuk hatinya yang terdalam merasakan sedikit rasa asing yang menjalari hatinya. Wajah pias Nani, bibir pucat nya, jauh dari Nani yang dia kenal selama ini.

Tak lebih dari 20 menit ambullance datang. Petugas medis memberikan pertolongan pertama lalu bergerak cepat membawanya kerumah sakit. Dew mendampinginya dalam perjalanan menuju rumah sakit bersama Joong yang menyusulnya dengan menggunakan mobil.

"Dia terlahir dengan kondisi fisik lemah. Dokter bilang ini salah satu efek samping akibat Nyonya pernah ingin menggugurkannya saat masih di dalam kandungan. Nani lahir tanpa kasih sayang seorang ibu, ayahnya pun tak punya waktu luang untuk melihat tumbuh kembangnya, hanya Bibi lah yang tau bagaimana ia bisa merangkak, tertawa dan berjalan. Sejak kecil ia sulit mengekspresikan perasaannya—terkadang kasar dan dingin. Setelah ayahnya meninggal saat Dia berumur 5 tahun ibunya menikah lagi, dengan kekasih gelapnya. Sekarang sudah memiliki seorang putra. Adik tirinya sangat berbanding dengannya, kasih sayang yang berlimpah. Nyonya selalu menganggapnya sebagai kesalahan fatal dalam hidupnya, dan satu hal lagi—pacarmu itu tak sebaik apa yang terlihat di matamu, aku hanya mengatakan apa yg seharusnya ku katakan."

Perkataan Joong beberapa jam lalu telak menghujam akal sehatnya. Disatu sisi Dew tak ingin percaya, namun disisi lain tubuh ringkih di hadapannya adalah bukti nyata. Terjadi perang batin dalam dirinya. Yang mana yang harus ia percaya? Nani dengan sikap diktator dan angkuhnya atau pacarnya yang dengan sisi manis yang tak dia ketahui sifat aslinya.

Dew sadar bahwa dibalik sikap semena mena Nani, dia tidak pernah memaksanya untuk sekedar bercinta atau berciuman walaupun Nani sering sekali mengekangnya dengan segala peraturan yang tidak bisa Dew tolerir sedikitpun.  

Dew hanya bisa menarik kesimpulan bahwa Nani hanyalah seorang pria kesepian yang membutuhkan perhatian dan validasi.

Waktu berlalu dengan cepat, hingga malam tiba Nani tak kunjung sadar dari tidurnya. Dew masih berada di sana, menemani nya, tak berhenti menatap wajah damainya yang tertutupi masker oksigen. Sesekali Ia mengusap peluh yang membasahi kening Nani dengan sapu tangan.

"Aku takkan membencimu seperti ini jika saja kau membayar pemaksaan pernikahan dengan perlakuan yang lebih baik padaku." Dew bergumam pelan.

Menjelang tengah malam, kondisi Nani sudah lebih baik. Dia bangun dengan linglung saat melihat Dew duduk di samping ranjangnya. Matanya berkedip lambat, "dimana, Archen?" Kalimat pertama keluar dengan suara yang lirih. Dew mendengar nya dengan jelas karena suasana yang sudah sunyi.

"Dia pulang." Singkat. Dew melihat pupil Nani bergerak lambat. Menutup mata dengan dahi berkerut.

"Aku lapar," Dew mendengus lembut. Tetap beranjak untuk keluar mencari makan untuk Nani. Terlalu malas untuk meminta bantuan pada perawat.

Menit-menit berlalu, Nani duduk diam di atas ranjangnya. Tak lagi memakai masker oksigen nya. Wajahnya pucat dengan mata sayu.

Bunyi pintu yang menjeblak masuk menandakan seseorang datang, Dew menenteng plastik putih dengan logo rumah makan. Mangkuk Styrofoam di keluarkan, bubur.

Alis Nani mengernyit, bibirnya tanpa sadar mengerucut.
"Makanlah selagi panas," ujar Dew menyodorkan bubur pada Nani. Walaupun setengah hati, Nani menerimanya. Memakan nya dalam diam.

"Jika kau ingin pulang, pulang lah. Aku baik-baik saja." Nani berbicara setelah suapan terakhir ia masukkan ke dalam mulutnya.

Dew bergeming. Diam walaupun dia bergerak untuk mengambil alih styrofoam dan memasukkan nya ke dalam plastik kembali. Memberikan air minum pada Nani yang tak menolaknya.

Dengan perut kenyang yang sebenarnya mau keluar lagi dari mulutnya, Nani mencoba untuk kembali tidur. Sebisa mungkin menghindari percakapan dengan Dew.

Dew juga tak banyak bicara, dalam diam menunggu Nani tertidur dan pulang untuk istirahat, berencana akan datang lagi di pagi harinya. Namun saat pagi itu tiba, Dew tidak mendapati Nani di bangsal. Ruangan sudah kosong dan tapi tanpa ada jejak sedikitpun, bahkan ranjangnya sudah dingin yang menandakan bahwa Nani sudah lama pergi.

"Permisi, untuk pasien atas nama Nani Hirunkit apakah sudah keluar?" Dew bertanya pada perawat yang bertugas di balik konter resepsionis.

"Benar, Pak. Sekitar satu jam yang lalu."

Dew tersenyum tipis dan mengucapkan terimakasih. Berjalan keluar dari rumah sakit dan memilih pergi ke kantor Nani.

Disisi yang berbeda, Nani sudah duduk dengan nyaman di ruangannya. Archen ada di sofa, duduk di temani laptop yang menyala dan kopi yang masih mengepul. Nani menelfon nya pagi-pagi dan memintanya untuk menjemput. Percuma menolak ucapan seorang Nani yang telah dia kenal selama 5 tahun terakhir. Menasehatinya juga percuma untuk saat ini. Dia hanya bisa menemani dan menjaga Nani, pria yang sebenarnya lemah dan sangat keras kepala. Tempramen dan sulit di atur.

Archen mengangkat pandangannya ke arah Nani yang menggeram. Belum sempat Archen bertanya, Nani membuka mulut.

"Tolong tahan Dew, jangan biarkan dia masuk ke sini." Archen mengernyit, bingung.

"Jangan banyak tanya, lakukan saja." Tutup Nani.

[BL] Little Husband-Short story✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang