PART 3

11 4 0
                                        

PART 3

Halo semesta pemilik rindu.
Aku kembali mengunjungimu.

•••

Naya sedang menggalau ditengah pelajaran guru yang paling membosankan. Pelajaran Prakarya adalah pelajaran yang sangat tidak memiliki semangat. Seharusnya pelajaran ini menjadi seru jika dipegang oleh guru yang benar. Tapi Pak Omat bukanlah guru yang tepat mengajar Prakarya, jadilah Naya bosan dan mulai menghalukan Naka.

Naya menerawang keluar kelas. Dia berpikir jika suatu saat Naka akan memanggil namanya.

Dulu, Naya kira agar bisa dipanggil Naka harus sama-sama sibuk dan berguna. Karena Naka hyperactive, sudah pasti orang yang sama aktifnyalah yang Naka andalkan untuk bekerjasama dengannya. Sayangnya, meski Naya bisa Naka andalkan, cowok itu tak pernah memintanya secara personal, paling-paling lewat rekan OSIS atau saat sedang rapat.

Selama satu tahun setengah, entah Naka ingat punya teman sekaligus partner kerja bernama Naya atau tidak. Entahlah, Naya rasa sepertinya Naka tidak mau tahu tentang itu.

Sesekali Naya ingin memeriksa apakah lidah Naka akan bentol-bentol jika menyebut namanya? Tidak mungkinkan seseorang terkena alergi karena menyebut nama orang lain. Rasanya terlalu mustahil kalau benar ada.

Padahal Naya sengaja ingin jadi sekretaris Naka, sebab dalam benaknya Naka akan terus memanggil Naya seperti 'Nay, ini program yang harus kita kerjain. Lo bantuin gue ya.' atau 'Kita ada acara disini. Naya, lo nanti survei tempat sama gue ya.' Namun, semua itu hanya sebatas kehaluan Naya saja.

"Naya, gue tunggu di ruang OSIS sekarang."

Suara Naka menyusup indra pendengarannya. Membuat Naya refleks menjawab, "Apa Naka?"

Di depan meja Naya sudah ada pak Omat yang memegang penggaris kayu berukuran satu meter. Guru yang kepalanya setengah botak itu melotot tajam karena Naya tidak memperhatikan selama pelajarannya berlangsung.

"Naka, Naka! Saya pak Omat! Guru kamu, Naya. Bukannya perhatikan saya, malah bengong mikirin Naka!" sentaknya.

Naya mengelak dengan cepat. Tidak mau jika dia ketahuan menyukai Naka oleh teman sekelasnya. "Enggak pak! Saya cuma kepikiran bagan OSIS belum selesai. Soalnya Naka udah marah tadi. Maaf pak," sanggah Naya.

"Yasudah. Makanya kamu sebagai sekjen itu harusnya cekatan kalau sudah dapat perintah dari ketua dong," nasehat pak Omat. Pak Omat saja yang sebetulnya tidak tahu kalau bagan itu cuma sebagai alasan Naya saja. Dan betapa bodohnya Naya sampai lupa jika sebagian teman-temannya melihat saat dia mengambil bagan OSIS iti dari kelas dan membawanya keluar.

"Iya pak, iya," jawab Naya sekenanya.

•••

Naya tahu betul menjadi yang disukai oleh Naka bukanlah hal mudah. Naka terlalu tinggi untuk Naya. Tinggi badan mereka berbeda 17 centi, tapi bukan tinggi badan yang jadi persoalannya.

Naya memainkan ujung tali tas sambil menunggu bus yang biasa dia tumpangi. Kedua kakinya berayun seiring gema lagu favoritnya terputar di earphone yang Naya gunakan.

Pandangannya tak beralih ke parkiran sekolah yang kelihatan darisini.

Naya selalu suka cara Naka memakai helmnya, begitu juga gayanya saat duduk diatas motor hitam kesayangan cowok itu. Seandainya bisa, Naya mau berubah menjadi motornya saja. Bukan, bukan agar Naka menumpakinya atau menaiki Naya, tapi menjadi seseorang yang bisa menemani Naka kemanapun dia pergi.

There's Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang