Brianna menyadari bahwa pertanyaannya barusan telah menyinggung perasaan Ele, karena perawatnya langsung terdiam dengan wajah sedih, seperti berat untuk menjawab. Apakah mungkin Ele memiliki trauma dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan pernikahan?
"Maafkan aku, Ele!" Brianna refleks meraih tangan Ele dan menggenggamnya dengan lembut. "Aku sama sekali tak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu," sergah Brianna begitu menyesal. "Kamu berhak untuk tidak menjawab pertanyaanku."
Ele lantas menggeleng cepat dengan panik. "Jangan bersikap merendahkan diri seperti ini, Nona! Nona tak perlu meminta maaf karena Nona tak melakukan kesalahan apa pun."
"Tidak, tidak, tidak! Aku sudah membuatmu sedih, El! Itu sama saja aku telah melakukan kesalahan besar."
Ele benar-benar kehabisan kata-kata melihat sikap Brianna. Ah, watak manusia dari kalangan atas dan berpendidikan tinggi sangat berbeda. Brianna jauh lebih tahu cara bersikap pada sesama, tak kecuali pada manusia dari kaum paling bawah. Seperti dirinya.
Sepertinya tak masalah bagi Ele untuk menceritakan masa lalunya pada sang majikan. Sebab, Brianna adalah seorang wanita terpelajar, dia pasti bisa memegang rahasia dan tak membeberkan ke mana-mana tentang permasalahan Ele.
"Aku telah menikah, Nona. Bahkan telah memiliki anak." Akhirnya Ele membuka suara setelah sesaat menimbang-nimbang. Wanita itu sambil tersenyum kecil dan memasang wajah tegar.
Brianna sedikit tertegun sejenak, cukup terkejut mendengar jawaban Ele. Ia pikir Ele masih gadis karena tak dari bentuk tubuhnya tak memperlihatkan bahwa dia sudah memimpin anak. Tubuhnya tetap langsing, dan bisa dibilang sempurna bagi seorang ibu.
Rasanya Brianna ingin bertanya lebih dalam lagi, tetapi dia sadar akan posisinya sebagai orang asing. Bagaimanapun juga, Brianna harus menghargai hak privasi seseorang, apalagi yang menyangkut cerita kehidupan.
Brianna tetap tersenyum manis, meskipun rasa penasaran makin mengusik hatinya. "Tidak masalah, El. Aku tidak akan memaksamu untuk menjawab pertanyaan yang sukar bagimu. Apalagi tentang sesuatu hal yang berat."
Terpancar rona kesedihan dan kekecewaan dari wajah Ele, tetapi wanita itu berusaha tutup-tutupi di balik senyuman manis. Padahal, saat ini, Ele sedang sangat membutuhkan teman berbagi cerita supaya bisa melupakan kesedihan yang selama ini terus mengganggu hidup Ele.
"Apa kamu ingin mengatakan sesuatu padaku?" tebak Braina tepat sasaran.
Sontak Ele menggeleng cepat. "Tidak ada, Nona," sangkal Ela tersenyum kikuk, gugup. Namun, ia malah mendapatkan tatapan heran dari Brianna.
Waktu berlalu begitu cepat. Brianna dan Ele berbincang-bincang diselingi canda tawa. Ele benar-benar takjub dengan kepribadian Brianna setelah mengobrol-ngobrol secara langsung. Tak seperti yang umum terjadi pada pelayan dan majikan. Yang kasta mereka jauh, dan terkadang menganggap pelayan adalah kacung yang pantas untuk ditindas. Padahal Ele dan Brianna baru saling kenal, tetapi mereka berdua seperti sudah merasa sangat dekat.
"Kalau Nona tidak memerlukan apapun lagi, bolehkah saya permisi ke dapur dahulu? Karena saya harus memasak makan sehat untuk Nona supaya cepat sembuh."
"Tentu saja, silakan."
"Permisi...."
***
"Kamu tak perlu repot-repot memasak, Ele. Biar aku saja yang melakukannya, tugas kamu hanyalah menginterupsi aku saja. Ayo, berikan padaku sendoknya." Sejak tadi Lora sibuk mengoceh di samping Ele sembari memperhatikan perawat majikannya sibuk memasak.
"Tidak apa-apa, Lora. Aku gemar sekali memasak. Jadi, siapa tahu mungkin, nona Brianna menyukai masakanku."
"Tetapi kamu tidak dibayar dua kali lipat karena merangkap menjadi juru masak, kamu tahu itu, kan?" Lora menyilangkan tangan depan dada, kesal.
"Tidak apa, tak masalah."
Setelah beberapa saat, akhirnya masakan Ele matang. Ia langsung menyajikan makanan buatannya ke piring, kemudian menghiasinya dengan berbagai topping.
Ele tersenyum puas memandangi hasil kerja kerasnya. Tentu saja dia harus memasak hidangan seenak mungkin untuk disajikan bagi Nona Brianna.
Masakan yang Ele buat merupakan salah satu makanan kesukaan sang suami, yang telah pergi meninggalkan dia dan putrinya yang masih kecil, untuk selama-lamanya.
Hanya inilah yang bisa Ele lakukan ketika rasa rindu tiba-tiba menyergapnya. Ele sangat berharap Braina akan menyukainya.
Ele mengangkat nampan dan membawanya menuju kamar Brianna. Namun, karena terlalu fokus menatap makanan yang ia bawa, Ele menabrak seseorang dari arah berlawanan.
Seketika sup ayam yang Ele telah susah payah memasaknya, malah tumpah ruah di lantai. Dia menatap nanar sup itu, bahkan sampai tak menyadari hawa panas yang menyengat tubuhnya akibat tersiram kuah sup.
"Kamu tak apa-apa, kan? Ada yang terluka?"
Suara itu langsung membuyarkan lamunan Ele. Ele lantas mendongak untuk menatap pria yang menjulang tinggi berdiri di hadapannya.
Sesaat keduanya bertatapan tanpa berkedip. Ele menyadari bahwa Alston sangat tampan, apalagi dilihat dari dekat. Semenjak kematian suaminya akibat kecelakaan, Ele menutup hatinya rapat-rapat bagi semua pria yang berbondong-bondong berusaha mendekatinya.
Kini, Ele masih betah sendiri, fokusnya sekarang hanyalah membesarkan Julia, putrinya, seorang diri dan berusaha membahagiakan anaknya.
Tidak ada jarak di antara mereka. Alston dan Ele begitu dekat sambil saling bertatapan hingga tak berkedip. Ele begitu terpukau pada mata hijau zamrud miliki sangat majikannya yang begitu indah, menyiratkan kelembutan dan perhatian.
Alston menatap Ele khawatir. "Hei. Kenapa kamu malah melamun? Apa kamu baik-baik saja?" ulangnya lagi.
Ele tersentak kaget. "I-iya, Tuan!" Wanita itu terpaku pada noda di pakaian Alston. "Ya ampun! Pakaian Tuan jadi kotor!" Ele buru-buru membersihkan kemeja putih sang majikan menggunakan ujung gaun. "Pasti Tuan kesakitan karena terkena tumpahan kuah sup panas!"
"Ah, tidak apa-apa."
"Biar saya cuci kemeja, Tuan."
"Tak perlu, saya bisa ganti baju yang lain. Oh, ya. Pasti kamu perawat baru untuk tunangan saya, kan?"
Ele langsung mengangguk hormat. "Benar, Tuan. Saya Eleanor Courtney."
"Bagaimana dengan Brianna? Dia baik-baik saja, kan?"
"Ya, Tuan, Nona baik-baik saja."
"Jadi sup yang tumpah ini untuk Brianna?"
"Benar, Tuan."
Alston tersenyum. Sepertinya ia tak salah memilih perawatan. Ele terlihat baik dan piawai merawat pasien. "Pastikan kamu merawat tunangan saya dengan baik. Buat dia nyaman dengan pelayananmu."
"Baik, Tuan." Dari tadi Ele hanya menunduk, tak berani menatap langsung ke manik hijau itu.
"Saya ke kamar Brianna dulu. Tolong ganti sup itu dengan yang baru."
"Baik, Tuan."
Alston melangkah melewati Ele dan pergi menuju kamar Brianna. Wanita itu diam-diam memandangi kepergian sang majikan dengan wajah terkesima. Ele benar-benar takjub dengan sikap keluarga kerajaan. Ternyata memang benar tentang rumor yang beredar di wilayah Windsor bahwa keturunan salah satu Vescount itu memiliki hati baik dan rendah hati.
Ele sangat bahagia karena bisa bekerja di lingkungan orang-orang hebat seperti Alston dan Brianna. Ele berharap kedua orang penting itu akan betah dengan pelayanannya. Ela berjanji pada dirinya kalau ia akan memberikan yang terbaik bagi Brianna dan Alston.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reckless
Ficción históricaElleanor selalu tahu nasibnya kurang beruntung dalam hal cinta. Setelah kehilangan suami di medan perang dan meninggalkan satu anak perempuan, nasib Elle tidak ubahnya seperti buruh miskin. Sampai pada satu saat, hidupnya berubah ketika menjadi pera...