🗝-8 : the stars.

32 4 0
                                    

Harry, Ron dan Hermione menatap Callista dengan tatapan penuh tanya, mengapa gadis berobsidian hijau ini tidak memilih untuk meminum ramuan itu dengan salah satu dari mereka, namun bersama seorang Malfoy.

"Sudah ku katakan aku tidak tahu kalau bisa dengan kalian!." Hermione menghembuskan nafasnya dengan berat, kembali mengajukan pertanyaan yang sama. "Alasan mu meminum ramuan itu bersamanya karena apa?."

"Aku disuruh oleh Profesor Snape! Kalian kenapa sih?."

"Maksudku— kenapa kau tak mencari pasangan mu?." Harry kembali bertanya hal yang sama lagi.

"Bukannya.. pasangan ku saat itu.. Malfoy?." Callista mengecilkan suara nya saat mengucapkan marga ferret itu.

"Apa kau sadar saat meminum ramuan itu?." Pertanyaan macam apa itu Ronald Weasly? Jelas Callista sangat sangat sadar.

"Kau pikir aku sedang kerasukan?."

"IYA!." Jawab tiga manusia di depan Callista yang selalu disebut sebagai the golden trio itu dengan kompak.

"Lagi pula itu hanya ramuan biasa! Hanya untuk menenangkan diri kita, tak ada reaksi yang aneh juga padaku."

"Jelas aneh. Kau tak sadar saat di Great Hall makan malam tadi Malfoy memperhatikan dirimu terus?." Tukas Hermione, gadis itu sudah geram memperjelas efek ramuan itu pada Callista. "M-maksudmu apa lagi?!."

Harry menarik nafasnya, menghembuskannya, menatap Callista dengan serius. "Ramuan itu bukan untuk menenangkan diri kita, namun membuat semacam perasaan damai atau menyenangkan pada satu sama lain. Paham?." Tak ada lagi kata kata yang bisa di lontarkan oleh Callista saat ini.

"Apa kalian tidak melihat Pansy dan Seamus? Dua manusia itu bahkan tidak membawa hawa yang baik saat berpas pas an di koridor."

"Apalagi aku dengan si Malfoy.." Lanjut Callista, the golden trio pun memeluk gadis itu dengan erat. Harry memegang bahu Callista, dapat terlihat dengan jelas kekhawatiran oleh dua obsidian biru pria berkacamata di depannya. "Aku, Ron maupun Hermione tidak masalah dengan hal itu. Tapi dia seorang Malfoy, Dia bisa saja memanfaatkan keadaan mu dan..." Harry menghentikan perkataannya, Callista yang tengah diceramahi menatap Harry dengan bingung.

"Aku tidak ingin kau tersakiti olehnya, paham?." Callista perlahan tersenyum pada Harry, mengangguk paham akan maksud Harry.

Callista kemudian berpamitan pada tiga temannya untuk ke asrama, karena sudah malam juga. Namun, langkah kaki gadis itu tanpa alasan membawa dirinya menuju menara astronomi.

"Astaga." Callista mengelus dadanya saat mendapati pria berambut platina yang tengah duduk menatap langit malam. Callista pikir itu hantu, jika pria itu tidak menoleh dengan wajah datarnya.

"Apa kau menguntitku?." Callista memutar bola matanya saat mendengar perkataan Draco, dia baru saja duduk di samping nya dan bukannya di sapa malah di tuduh seperti itu?

Eh? Mengapa juga harus di sapa...

"Tidak penting untukku menguntit dirimu yang membosankan." Callista mengubah posisi kakinya yang ia peluk, bersila kaki saat merasakan hawa dingin seperti menusuk luka percikan api pada betisnya.

Callista sebenarnya bingung apa yang menyebabkan percikan api itu terasa sangat perih dan sakit hingga saat ini, bahkan disaat lukanya sudah mengering.

"Kau itu pureblood, murid Slytherin, kenapa nyaman sekali berteman dengan kurcaci Gryffindor i— hey!." Draco mengelus kepalanya saat Callista menarik rambut platinanya.

"Dasar orang gila." Umpat Draco dengan wajahnya yang masih meringis kesakitan. "Kau yang gila! Mereka itu manusia, bukan kurcaci."

"Kau tidak ada hak untuk melarangku menyebut mereka kurcaci."

𝐏 𝐑 𝐎 𝐏 𝐇 𝐄 𝐂 𝐘 | draco malfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang