Callista Jacqueline, seorang gadis berasal London, berusia 11 tahun, tengah menatap kelabu asap kereta api bernama 'Hogwarts Express'. Gadis itu mendongak, menatap kedua orang tuanya dengan tatapan sedih. Bukan lagi sedih, tapi akan menangis jika saja gadis kecil itu mendengarkan kata 'sampai jumpa' setelah ini.
"Mom, are you gonna leave me alone?." Kedua obsidian hijau itu mulai berbendung air mata.
"I'm not sayang..."
"Siapa bilang kamu sendiri?." Kini ayahnya pun bersuara agar dapat menenangkan gadis kecil itu.
"Kamu lihat disana, sudah ada teman teman kamu duduk di setiap kompartemennya." Ujar ayahnya kembali. Callista mengikuti arah pandang ayahnya, Callista mendengus kesal saat mendapati tak seorang pun ada yang ia kenali namun ayahnya kerap mengatakan -temanmu-
"Callista, kamu harus segera menaiki kereta nya, ayah rasa sedikit lagi akan—"
Buk!
Pelukan hangat itu menghentikan ocehan sang ayah saat mendapati gadis kecilnya si Jacqueline tengah memeluk pinggangnya. Mr. Jacqueline menunduk dan memeluk putrinya dengan erat, bergantian dengan Ms. Jacqueline.
"B-Bagaimana jika aku... tidak... m-masuk Hufflepuf atau... Ravenclaw?" Ucap gadis itu sedikit terbata bata karena air matanya yang telah jatuh.
"Apapun itu kelas mu adalah kelas yang hebat. Topi seleksi selalu memilih setiap kelas yang tepat untuk setiap murid Hogwarts karena ia lebih tau kemampuan para murid." Tutur Mr. Jacqueline berusaha meyakinkan hati hangat gadis kecil itu melalui kontak mata. Membiarkan sihir dalam dirinya terkontak dengan tubuh Callista agar gadis itu akan baik baik saja semasa berada pada Hogwarts bersama teman temannya.
"Bagaimana kalau aku satu kelas dengan anak bibi Lily?."
"Harry Potter?." Sahut Ms. Jacqueline cepat yang dijawab oleh anggukan.
"Tidak masalah, ibu mengenal keluarga Potter dengan sangat baik, maka dari itu ibu juga yakin kau akan memiliki hubungan yang sangat baik bersama anak laki laki itu." Callista sempat ingin melanjutkan pertanyaannya, namun bunyi yang dikeluarkan oleh kereta Hogwarts Express tersebut cukup mengganggu dan membuat gadis itu pada akhirnya tak punya pilihan selain berucap kata perpisahan dan menaiki kereta.
Callista mengusap kedua matanya yang masih mengeluarkan air mata, gadis kecil itu tidak tau harus kemana saat merasa kereta tersebut sudah jalan. Ia menyelusuri hampir seluruh lorong namun hampir setiap kompartemen sudah terisi penuh. Sisah satu lorong. Gadis itu membuka pintu lorong terakhirnya, ia melihat setiap kompartemen, dan oh tuhan! Akhirnya gadis itu dapat menenangkan dirinya, Callista masuk tanpa memusingkan siapa pemiliki kompartemen itu, yang pasti mereka harus mau berbagi dengannya.
Callista menatap jendela yang menampilkan pegunungan hijau yang indah, pohon pohon bertegar rapi pada pelosok gunung gunung tersebut. "Ehm." Callista menoleh, mendapati tatapan sinis oleh seorang gadis cantik berambut pendek hitam, gadis itu bersedekap dada dan menatapnya angkuh dengan dagunya yang sedikit ia angkat.
"Kau, apa yang kau lakukan pada kompartemen ini?." Nada nya sangat sinis, membuat hati Callista sedikit mencelos namun juga kesal.
"Duduk, kamu mau duduk?." Callista mencoba untuk bersikap ramah, tetapi gadis ini tampaknya tidak bisa disikapi dengan ramah. "Kau tidak merasakan dengan jelas? Kalau aku benar benar enggan mengotori diriku duduk bersama orang sepertimu."
Callista mendengus kesal, "Kompartemen lain penuh."
"Cari yang lain lagi!."
"Tapi penuh! Dengar tidak sih?."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏 𝐑 𝐎 𝐏 𝐇 𝐄 𝐂 𝐘 | draco malfoy
Fantasy• [ 𝐏 𝐑 𝐎 𝐏 𝐇 𝐄 𝐂 𝐘 ] • "Draco? Look at me." "I'm here, will always be here." "I'm afraid, if you will go away from me.." "I won't..." "Will you stay?." "Yes, of course." ·:*¨༺ ♱✮♱ ༻☾༺ ♱✮♱ ༻¨*:· "Siapa yang ingin kau ubah ramalannya sayang...