"Alastor Moody."
"Ex Auror."
"Orang yang tidak puas terhadap kementerian, dan guru Pertahan Terhadap Ilmu Hitam yang baru." Lanjut pria bermata aneh di depan.
"Aku hadir karena Dumbledore memintaku. Akhir cerita, selamat, tamat. Any question?." Harry menatap semua murid yang menghadiri kelas hari ini, namun pria itu tak melihat sosok Callista.
"Terkait ilmu hitam, aku meyakini pendekatan praktis. Namun, pertama-tama siapa yang bisa memberitahuku ada berapa kutukan tak termaafkan?."
"Three, Sir." Hermione menjawab dengan lantang.
"Kenapa dinamakan begitu?." Tanya Professor yang disebut Mad-eye atau Moody. Hermione menarik nafas, tak sanggup untuk menjawab pertanyaan Profesor Moody "Karena tak termaafkan."
"Penggunaan salah satu dari ketiga kutukan itu akan—"
"Akan memberimu tiket ke Azkaban tanpa bisa kembali. Tepat." Ron menelan ludahnya, kegugupan menghampiri tubuh pria itu, saat menatap Profesor Moody dengan kasar menulis sesuatu pada papan.
"Menurut kementerian sihir, kalian terlalu mudah untuk melihat dampak kutukan tersebut. Pendapatku berbeda!!." Bentak Profesor Moody pada akhir kalimat, membuat Harry dan Ron sedikit terkejut.
"Kalian harus tahu apa yang kalian hadapi!."
"Kalian harus siap. Kau harus mencari tempat lain untuk menaruh permen karetmu..."
"Selain bagian bawah mejamu, Mr. Finnigan!." Seamus mendengus kesal saat Profesor baru saja menciduk aksi bodohnya dalam kelas bermata aneh itu. Membuat seisi kelas menatap Seamus yang sedang menggerutu.
"Orang tua aneh itu bisa melihat menembus bagian belakang kepalanya." Seamus menatap Profesor Moody aneh, tepat saat pria itu kembali mengoceh dan melempar kapur kepadanya. "Juga mendengar suara di kelas!."
"This is bad man.." Gumam Ron menatap Harry. "Apa kau lihat Callista tadi?."
"Tidak, kupikir dia sudah izin." Ucap Ron mengedikkan bahunya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 12, namun kantuk tak kunjung mengunjungi mata seorang gadis berambut coklat gelap, dengan balutan piyama abu abu. Callista kini sedang membaca beberapa novel berasal Prancis, yang ia bawa dari dunia Muggle sebelum kembali pada Hogwarts di tahun ke empatnya. Merasa bosan karena sudah sehari ia hanya menetap dikamar, Callista berniat untuk turun ke ruang rekreasi dan membaca novel disana, namun luka akan percikan api yang masih membasah pada betisnya membuat Callista terasa perih untuk melangkah.
Hanya perih bukan? Pikir Callista ia masih bisa tetap berjalan dan turun ke ruang rekreasi. Namun gadis itu jelas telah salah membuat pilihan, karena tiba tiba saja ia terjatuh saat kembali mencoba menggapai pintu kamarnya.
Callista melihat darah segar yang mengalir dari tangannya. Sial. Ternyata gelas teh panas gadis itu tau taunya malah ikut terjatuh dan pecah karena tersenggol tangannya. Entah apa yang terjadi, namun kepala gadis itu kembali sangat sakit, perlahan lahan membuat penglihatan gadis itu buram dan menggelap.
~
Sementara itu di balik pintu, Draco yang baru saja kembali dari ruang rekreasi mendengar pecahan gelas bersamaan dengan suatu beban padat yang terjatuh pada lantai, seperti seorang manusia. Draco menatap nama yang ada di depan nya, Jacqueline. Pria itu sempat ragu ingin mengecek isi kamar Callista karena suara itu. Setelah berkutat dengan pikiran dan hatinya selama 3 menit, Draco berniat untuk masuk pada kamarnya saja untuk beristirahat. Namun, pintu itu menunjukkan aurora merah gelap pada setiap sisinya, tanpa keraguan Draco membaca mantra untuk membuka pintu kamar Callista.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏 𝐑 𝐎 𝐏 𝐇 𝐄 𝐂 𝐘 | draco malfoy
Fantasy• [ 𝐏 𝐑 𝐎 𝐏 𝐇 𝐄 𝐂 𝐘 ] • "Draco? Look at me." "I'm here, will always be here." "I'm afraid, if you will go away from me.." "I won't..." "Will you stay?." "Yes, of course." ·:*¨༺ ♱✮♱ ༻☾༺ ♱✮♱ ༻¨*:· "Siapa yang ingin kau ubah ramalannya sayang...