Bagian Keenam

9 0 0
                                    

Sementara itu di Jakarta, Siti yang sedang gelisah menatap gadgetnya seharian imbasnya emaknya mengomelinya. 

"Siti, kamu daritadi main HP terus! kapan kamu mau bantuin emak?" kesal bibi Mawar yang kerepotan melayani tamu di kamar RS Bu Dira. 

Keadaan Bu Dira yang masih koma, namun beliau dijenguk oleh tetangganya, yang pastinya ibu-ibu di komplek rumahnya. Beberapa ada yang memberikan buket bunga, parsel buah, dan makanan-makanan. 

"Iya mak, bentar dulu apa!" balas kesal Siti kemudian menyimpan HPnya di kantong celananya. 

Siti lalu melayani tamu di kamar tersebut. Tamunya yaitu Bu Endah, Bu Aminah, dan Pak Joko. Mereka adalah tetangga yang dekat dengan Bu Dira. Beliau memiliki banyak kenalan di kompleksnya, namun hanya merekaa yang dianggap beliau sebagai teman dekat. Ketiganya duduk di sofa yang tersedia dikamar tersebut sambil berdempetan. Siti duduk di depan mereka dengan kursi lipat milik Tasya.

"Seharusnya Bu Dira sudah sembuh. Kenapa begitu?" tanya Bu Endah pada Siti dengan nada rendah dan lembut. 

"Iya bu. Tumor Bu Dira ternyata terlalu kuat untuk disembuhkan oleh obat. Beliau sudah menjalani kemoterapi dan skrinning, awalnya tumornya semakin menciut namun tidak tahu kenapa sudah menyebar ke organ beliau," balas Siti pada Bu Endah dengan wajah sudah mulai menangis. 

Melihat keadaan Bu Endah, temannya yang lain dengan jilbab motif bunga-bunga kemudian memeluknya untuk menenangkannya. "Sudah tok bu. Gausah nangis. Kita doakan beliau semoga dimudahkan jalannya saja," jawab Pak Joko sekan-akan lebih tau padahal dia berusaha kuat dan teguh. 

Untuk mengalihkan situasi yang emosional, Pak Joko berbincang dengan Siti. "Siti, gimana kabar pekerjaan kamu?" tanya Pak Joko. 

"Baik Pak. Saya sebentar lagi mau direkut jadi staf perfilman," jelas Siti dengan nada bahagia. Pak Joko mengerakkan kepalanya atas-bawah merasa terkesan dengan pencapaiannya. 

"Ngomong-ngomong, nak Tasya dimana? daritadi saya lihat dari masuk rumah sakit sampai sini belum keliatan?" tanya Pak Joko terheran-heran dengan menggaruk kepalanya

"Iya. Bukannya dia dapat cuti kerja merawat beliau?" tanya Bu Aminah juga

"Ummm ..," bingung Siti tidak tahu menjawab apa. 

Seketika bibi Mawar kemudian menyela pembicaraan mereka. "Mbak Tasya lagi belanja keluar, dia ingin membeli persedian dia buat menginap disini," jawab bibi Mawar setelah dia mengecek infus Bu Dira. 

"Emak bohong lagi," batin Siti pasrah. 

Siti yang seharusnya menjadi pundak sandaran bagi Tasya, tidak tahu keberadaan sahabatnya. Dia sudah berusaha ngechat dan menelponnya dari kemaren. Terakhir kali dia melihatnya itu kemaren sedang menuruni lantai dengan lift. Sepertinya dia membawa koper juga. 

Dia bingung sampai bertanya dengan Bibi Mawar namun bundanya hanya menjawab kalau dia ingin balik rumah sebentar. Dari jawaban itu, dia bisa melihat bahwa itu merupakan kebohongan, tidak mungkin temannya pergi larut malam tidak balik ke rumah sakit dan meninggalkan Bundanya yang masih tidak sadar diri. 

Setelah ketiga tetangga Bu Dira itu pergi meninggalkan kamar Bu Dira. Siti langsung bertanya dengan emaknya seperti polisi mau interogasi tersangka. 

"Emak ngomong apa ke Tasya?" tanya Siti pada bibi Mawar yang duduk di bed  sebelah Bu Dira. 

"Ga ngomong apa-apa ke nak Tasya," jawab bibi Mawar tanpa menatap anaknya. 

"Emak serius!" tuntut Siti sudah muak dengan jawaban emaknya yang tidak ada alasannya. 

"Masa emak ga cemas sedikit pun ke Tasya? Dia belum balik-balik ke sini. Aku sudah tanya tetangganya kalau rumahnya sudah kosong setelah kita mengantar Bu Dira ke rumah sakit kemaren. Aku sudah menghubunginya dari malam itu, sekarang sudah jam 5 dia belum balas!"resah Siti pada emaknya dengan nada tinggi 

Not AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang