.
.
.
(...)
Awas TYPO Bertebaran!
.
.
.Langit begitu gelap, angin bertiup kencang, hujan deras membanjiri sungai yang kering, petir yang menyatu dengan guntur sebagai saksi dan suara hukum bahwa hari ini adalah hari kelima, seorang Shen Xiao tidak mendirikan kakinya dari berlutut.
Kematian seorang guru agung Long Biange lima hari lalu, membuat Shen Xiao yang seorang pemimpin Sekte Gunung Qingji tidak berdaya dan tak mampu menerima kenyataan. Kuburan yang sudah dingin dan suram Long Biange terletak tepat pada tepi jurang yang sangat terjal. Karena di sanalah tempat pertama kali dan terakhir kali Shen Xiao memulai dan mengakhiri latihan seni bela dirinya pada guru Agung Long Biange.
Ia sendirian. Ya, dia sendirian di dunia ini. Sedari umur 7 tahun ia menjadi yatim piatu. Hanya guru Agung Long Biange yang mau menampungnya dan menjadikannya murid abadi yang kuat dan jujur di Gunung Damai Qingji, yang mana di sana tempat berkumpulnya para pelajar seni bela diri mengasah kebolehan mereka. Long Biange sangat baik dan penuh kasih sayang terhadap si kecil Shen Xiao, dengan melatihnya secara langsung yang membuat murid-murid lain iri, tapi tidak akan membencinya. Shen Xiao berlatih dengan jujur dan dengan niat yang tulus untuk memberikan harapan terbaik bagi gurunya. Hingga ia dewasa, Long Biange menjadikannya penerus pemimpin Sekte Gunung Qingji yang damai.
Seluruh kegiatan dan kelakuan Shen Xiao bersama Long Biange mengelilingi pikirannya yang saat ini sudah putus asa dan harapan. Shen Xiao menegakkan kakinya untuk berdiri, kakinya terasa mati rasa membuatnya oleng. Mundur 5 langkah, tubuhnya melayang jauh jatuh ke dalam jurang dibelakangnya. Rasa sakit pertama kali ia rasakan pada tulang ekornya yang membentur batu besar yang cukup runcing namun tumpul, menjalar hingga seluruh tubuhnya. Pedang suci Shuang Xi pemberian dari Long Biange, yang awalnya berada di pinggangnya, kini menancap mulus melalui lobang telinga kanan hingga keluar pada telinga kiri. Sungguh, tubuhnya benar-benar sudah mati. Dalam 3 detik, ia memejamkan matanya damai dengan hati yang rapuh, dan mata yang memerah kering karena menangis tanpa henti 3 hari berturut-turut. Sampai disitulah titik akhir nafas dan pikirannya buntu.
Kembali, Shen Xiao membuka matanya perlahan, menyesuaikan cahaya matahari yang mengenai wajahnya. "Uungh.. sakit.." lenguhan rintih itu terdengar sangat sakit.
Shen Xiao mendudukkan tubuhnya yang awalnya tengkurap di tanah. Ia memijit pelipisnya, kemudian menatap ke depan yang terdapat sungai dengan air yang sangat jernih tanpa titik batas pemberhentian. "Sshh.. kenapa aku di sini?" Gumamnya setelah sadar sepenuhnya, matanya melihat sekitar yang terasa sangat asing dan tidak ia kenali.
Shen Xiao: "Hutan Yi Ji? Ah, tidak mungkin. Jika iya, sudah lama tubuhku lenyap dimakan hewan buas." Shen Xiao diam sejenak, kemudian melebarkan matanya dan berkata kaget, "di sini juga bukan dasar jurang! Dimana puncaknya? Dan.. AH! Makam Guru!" Shen Xiao berdiri, tidak lama ia langsung jatuh terduduk kembali saat rasa sakit yang luar biasa berdenyut pada pergelangan kaki kanan.
"Sshh.. kenapa bisa terkilir? Dan tunggu.. dimana Shuang Xi?" Tanya bingung Shen Xiao bertabrakan. Dan lagi, kenapa bisa ada sungai yang airnya sangat jernih di sini? "Dimana sepatuku? Guru, murid ini sangat bingung." Mengingat gurunya membuat Shen Xiao murung. Guru meninggalkannya, dia juga meninggalkan makam gurunya.
"Tidak! Bersedih bukan jalan yang benar. Aku harus tegar dan kembali memimpin apa yang guru titipkan padaku. Aku harus kembali ke Gunung Qingji. Tapi, bagaimana caraku kembali? Ini dimana, dan lagi.. kenapa aku masih hidup?" Shen Xiao bertanya-tanya pada diri sendiri, juga meraba-raba tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zio's Innocence and Antiquity (My Protective Family)
De TodoKematian guru besar yang agung Long Biange, memukul keras jiwa Shen Xiao, yang seorang murid tauladan yang patuh berkepribadian baik dan tulus. Satu bulan setelah Shen Xiao memimpin sekte Gunung Qingji, para murid harus menerima kenyataan atas kemat...