[17] Praduga

10 1 0
                                    

"Hei, lo udah janji, ya. Kalo gue menang, minum ini bakal lo yang traktir."

Hira memutar kedua bola mata. "Yakin amat bakal menang," dengusnya. Lawannya mengumbar cengiran percaya diri. 

"Ya iyalah, soalnya kartu gue lagi bagus, nih." Arka tersenyum memandangi isi di balik kartu miliknya. "Lagian," sambungnya pongah. "Kita udah main ini ribuan kali, dan setiap kali selalu gue yang menang. Ya, kan?"

Cewek yang sedari tadi mendengarkan obrolan mereka terkikik dari balik punggung Hira. "Kalau menurut gue sih, ya," dia bicara tanpa disuruh. "Dia itu termasuk cowok gigih. Atau  malah masokis, ya? Bedanya tipis banget, soalnya."

"Berisik kalian semua," protes Hira. "Udah, cepat tunjukkin isi kartumu."

"Udah nggak sabar kalah, ya," komentar Arka jahil. Sambil mengangkat bahu, ia melempar  kartu di tangannya hingga semuanya terbalik. 

"Woow..!" seruan kagum keluar dari mulut Angel. Perempuan itu sampai memajukan tubuhnya mengimpit punggung Hira guna melihat lebih dekat. "Straight flush?! Seriusan?" Ia heboh mengumpulkan massa di dekatnya supaya mendekat. 

"Kemaren dia juga dapet straight flush, kan?" sahut seseorang.

"Ini mah,  auto bokek lagi," timpal yang lain.

"Jadi, gimana, nih?" Arka tampak menikmati segala atensi yang diberikan padanya. "Udah mau nyerah? Atau tarik janji lo tadi?"

Hira menghela napas. "Iya, iya, aku mengalah." Ia meletakkan kartunya di atas lantai tanpa pose dramatis seperti Arka.

"I-Ini..." Angel meneguk liur. 

"ROYAL STRAIGHT FLUSH???" teriakan membahana dari penjuru klub, nyaris menulikan pendengaran Hira. 

"Bukannya itu jarang banget, ya?"

"Wah, jangan-jangan nih anak curang."

"Atau mungkin dia emang punya bakat?"

Hira menahan tawa mendengar celetukan yang terakhir. Mana ada permainan poker yang mengandalkan bakat dan kemampuan? Bisa-bisa ada olimpiade poker kelas internasional nanti. Yang ada hanyalah keberuntungan belaka. 

Arka mencibir. "Lo sengaja menahan diri, ya? Sayang banget giliran lo menang gini, malah ga pasang taruhan apa-apa."

"Soalnya, cuma orang gila yang berani pasang taruhan sama Arka," tukas Hira, disambut gelak tawa Angel. Temannya semakin mengerucutkan bibir tidak terima. "Yah oke lah, biar gue yang bayar minum lo malem ini."

Hira menggeleng. "Aku kan udah bilang, aku nggak minum. Mending bayarin ongkosku pulang aja."

Arka terdiam menatap Hira beberapa lama, kemudian menyemburkan tawa. "Aduh, tongkrongan lo begini tapi masih pakai aku-kamu? Nggak cocok banget, men!"

Hira mengulum senyum tipis.  Gaya bahasanya memang banyak dipengaruhi oleh seseorang. Tidak, dua orang. 

"Beberapa kebiasaan susah diubah."

***

Hira mengecek jam di ponselnya. Sebentar lagi pukul 10 malam. Itu berarti, malam poker tersebut  segera dimulai. Di antara temaram lampu teras, ia meraih ke dalam sakunya, meraba duplikat kunci rumah. Sebelumnya ia beres memastikan ibunya tertidur pulas. 

Pikirannya mengembara sembari ia memutar kunci ke lubang kunci. Padahal ia berjanji pada diri sendiri untuk tidak menggunakannya lagi tanpa sepengetahuan orangtuanya. Ibunya memang menyita duplikat yang ia miliki, namun beliau tidak tahu anaknya masih memiliki kunci cadangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Elephant In The ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang