Alana memutuskan untuk tidak masuk sekolah hari ini, pasalnya saat ia bangun tadi kepalanya kembali pusing dan matanya sangat sembab akibat ia menangis semalaman. Alana juga memutuskan untuk tidak turun ke bawah sebelum Clara pergi bekerja. Alana malas bertemu Clara ia tidak mau terlihat lemah di depan sang mama.
Alana bergegas ingin membersihkan diri karena kemarin ia sampai tidak sempat mengganti pakaiannya. Ia tertidur masih dengan seragam yang lengkap.
Selesai mandi, Alana mendudukkan diri di depan meja rias miliknya, ia melihat pantulan dirinya yang tampak menyedihkan. Mata sembab dengan kantung mata yang hitam, rambut berantakkan karena habis mandi.
Gadis itu tersenyum miris melihat pantulan dirinya, matanya kembali berkaca-kaca. Namun dengan cepat Alana mencegah air mata itu untuk turun, cukup semalam saja hari ini tidak lagi pikirnya.
Di bawah, Clara sedang bersiap-siap seperti biasanya. Ia akan keluar kamar setelah yakin semuanya siap dan akan melihat Alana sedang sarapan dimeja makan. Namun pagi ini berbeda, Clara tidak melihat putri semata wayangnya itu. Di liriknya jam yang tergantung di dinding. Jam menunjukkan pukul 06.40 tidak mungkin Alana sudah pergi sepagi ini, pasalnya sekolah Alana dimulai pukul 07.30, kemana gadis itu?
Clara mengedikkan bahu acuh. Mungkin sedang malas pikirnya. Ia segera berangkat ke kantor tanpa sarapan karena ada rapat penting hari ini.
🌵
Alana turun dari kamar sekitar pukul 09.00, ia terasa lapar ingin mengisi perutnya. Dilihatnya di bawah tidak ada makanan yang bisa langsung ia makan selain roti. Di sini Clara tidak mempunyai asisten rumah tangga, hanya ada tukang cuci dan setrika itupun tidak menginap ia datang tiga kali dalam seminggu. Untuk beres-beres Alana dan Clara bergantian atas kesadaran masing-masing dan untuk memasak mereka akan masak sendiri ketika mereka lapar, bahkan Clara terbilang jarang makan di rumah. Clara tidak mudah mempercayai orang luar apa lagi untuk tinggal dengannya dan Alana.
Akhirnya Alana memutuskan untuk memakan roti dan meminum segelas susu saja setidaknya perutnya terisi, Alana sedang malas memasak badannya masih sedikit lemas. Alana makan dengan diam di perhatikkannya tiap sudut rumah ini, tidak mempunyai kenangan hangat apapun. Hanya kenangan sunyi ia dan sang mama.
Dulu keluarga kecil Alana tinggal di rumah lain jauh dari kota ini, namun setelah kejadian itu Clara membawa Alana pindah kesini dan entah sejak kapan ia akhirnya kehilangan Clara.
Alana segera menghabiskan makanananya, ia tidak ingin lagi terhanyut dalam kesedihan seperti semalam. Setelah ia rasa cukup mengisi perutnya, ia membersihkan bekasnya makan dan ingin kembali ke kamar.
Gadis itu memutuskan untuk kembali ke kamar karena badannya masih terasa lemas. Entah kenapa Alana bisa demam seperti ini. Apa karena kejadian di kantin kemarin? Ah entahlah Alana malas berpikir untuk saat ini. Alana mulai memejamkan matanya dan mulai terlelap.
TING!
Suara notifikasi ponsel membuat Alana kembali membuka mata dan melihat siapa yang mengirimnya pesan.
+628xxxxxxxxxx
Alana, ini gue sarahAlana tersenyum tipis, ia mengingat kembal kejadian terakhirnya bersama Sarah kemarin. Cukup hangat pikir Alana. Namun Alana tidak ingin terlalu jauh, ia segera mengetikkan sesuatu untuk membalas pesan Sarah.
Anda
ya+628xxxxxxxxxx
Masih sakit?
Anda
iya+628xxxxxxxxxx
Oh oke cepet sembuh al!Alana hanya membaca pesan terakhir yang dikirimkam Sarah, Alana tidak tau sampai kapan ia akan menutup diri seperti ini. Trauma yang ia rasakan membuatnya takut untuk mempunyai hubungan dengan orang lain, ia takut kehilangan lagi.
Gadis itu menghela napas berat, rasa ngantuk yang ia rasakan sudah hilang karena Sarah. Sekarang Alana hanya melamun menatap langit-langit kamar.
🌵
Kantin SMA Anggara ricuh karena bel istirahat baru saja berbunyi dan para siswa mengantri panjang untuk memesan makanan yang mereka inginkan.
"BUK SAYA BAKSO TIGA!" teriak Vano, ia mengantri bakso untuk Aksa dan Aiden juga.
"Ish van jangam teriak gitu si!" hardik salah satu cewek sekelas Vano yang ikut mengantri, pasalnya Vano teriak tepat di dekat telinganya.
"Ya namanya juga rame!" nyolot Vano.
Gadis itu memutar bola mata malas meladeni Vano, ia bergeser ke tempat lain sembari menunggu pesanannya.
Selang beberapa menit Vano keluar dari kerumunan, ia sudah mendapatkan pesanannya. Tiga mangkuk bakso dan minumnya ia beli di tempat lain.
Vano berjalan ke meja tempat Aiden dan Aksa menunggunya.
"Lama bangett!" sergah Aksa yang sudah kelaparan.
"Kalo mau cepet buat sendiri." ketus Vano.
Aiden yang dari tadi menyimak perdebatan sahabatnya hanya menggeleng. Sesekali ia celingak celinguk mencari seseorang.
"Nyari siapa si den?" Vano yang menyadari Aiden seperti mencari seseorang pun langaung bertanya.
"Aiden lagi suka cewek ni pasti." ucap Aksa.
"Wih kirain selama ini Aiden suka gue." Vano memasang wajah cemberut.
"Gue si suka Aksa."
"Utututu peyukkk." Aksa langsung merentangkan tangan bersiap memeluk Aiden. Bukannya mendapatkan pelukkan ia malah mendapatkan geplakkan dari Aiden.
"Geli banget anjir." ucap Aiden bergidik.
"Eh serius den lo nyari siapa sebenernya?" tanya Vano ulang.
"Gue nyari cewek yang berantem sama
mayang." ucap Aiden jujur.Aksa dan Vano saling menatap dan memicingkan matanya, pasalnya Aiden dari kemarin menanyakan gadis itu---Alana.
"Lo beneran naksir den?" tanya Vano
Aiden tertawa mendapatkan pertanyaan itu. "Engga lah masa langsung naksir, gue kepo aja si soalnya baru liat kemaren."
"Halah bohong." kini Aksa yang buka suara.
"Beneran." ucap Aiden yakin. Pasalnya Aiden memang hanya kepo pada gadis itu.
"Kalian ada yang kenal atau tau namanya gak?" lanjut Aiden.
Aksa dan Vano menggeleng kompak, mereka juga pertama kali melihatnya.
"Gue lupa, kapan si kalian berguna." ucap Aiden memasang muka pura-pura sedih.
"YEEE gue siram pake cabe ni ya!"
"Tapi kira-kira lo tau gak dia kelas berapa?"
"XI ips 2." jawab Aiden yakin. Ia yakin kemarin ia tidak salah melihat, gadis itu masuk ke sana.
"Oh, gatau." ucap Vano.
Mereka bertiga melanjutkan makannya sebelum bel masuk berbunyi.
🌵
Jangan lupa vote, komen dan follow^ ^
KAMU SEDANG MEMBACA
NAUFRAGA
Teen FictionAlana Elmira Williams, seorang gadis yang sangat jarang berbicara, mempunyai sorot mata yang selalu menatap dengan tajam dan penuh kebencian. Alana tidak segan-segan menyakiti siapa saja yang berani mengganggunya. Hal itu membuat orang orang tidak...