CHAPTER V: Dance of Fire and Ice

4.3K 388 246
                                    

Euares kembali ke pangkalan komando yang terletak lumayan jauh dari garis perbatasan antara Magnyria dan Ansaladus. Di belakang kudanya, ada Minos, Enigma andalannya. Ketika mereka sampai di pangkalan komando, Raja Magnyria dan Putra Mahkotanya bergegas bangkit menyambut.

"Mereka punya Mage." Euares menyampaikan kabar kepada sekutunya, "Bukan hal yang begitu sukar untuk dihadapi." Ujar Raja Epesia sembari duduk meneguk anggurnya.

Raja Magnyria, Maigon, sempat bertukar pandang dengan putranya, Verunos. Maigon mendudukkan diri di hadapan Euares, menuang anggur tambahan ke gelas Euares yang hampir kosong.

"Tanpa bermaksud meragukan penilaianmu, Abinax, seorang mage bisa menjadi ancaman besar bila diabaikan begitu saja."

Kosakata
Mage: seorang yang memiliki kekuatan magis, sederhananya, penyihir yang digunakan dalam formasi peperangan.
Verunos: Putra Mahkota dari kerajaan Magnyria, visualisasinya adalah Vernon.
Abinax: Yaitu istilah hirarki yang berarti anax dari segala anax, atau raja dari segala raja.

"Setidaknya mereka tak punya ahli pedang yang jadi ancaman bagi petarung garis depan kita." Euares masih kukuh dengan pendapatnya.

"Benar." Maigon melihat ke sekitar, mengamati para prajurit yang sedang berjaga di sekitar pos komando mereka, "Tetapi Ansaladus tak benar-benar memerlukan ahli pedang untuk menumbangkan lawannya."

Pernyataan Maigon membuat Euares merasa getir, ia tak suka sekutunya berbeda pendapat atau mencela penilaiannya. Raja Epesia itu menegakkan posisi duduknya, berdeham sejenak.

"Apa yang membuatmu berbicara begitu tinggi tentang musuh kita, Maigon?" Begitu Euares bertanya.

"Abinax, Ansaladus tak pernah berada dalam kemiskinan. Mereka selalu dikenal sebagai bangsa yang makmur. Tanah mereka adalah separuh dari dunia, hutan mereka subur, penuh dengan kayu pinus yang kokoh, ikan lautan mereka begitu melimpah di bawah tanah bersalju itu. Dengan lahan dan pangan yang melimpah, banyak pula manusia terlahir subur dan makmur disana, salah satu alasan mengapa Ansaladus memiliki jumlah pasukan terbanyak dibanding empat kerajaan lainnya." Maigon bangkit dari duduknya, membuka pintu tenda yang terbuat dari kulit sapi yang digosok lembut, ia menunjuk ke arah para prajurit yang sedang berjaga, "Prajurit kami berperang demi emas dan kastil yang kau janjikan, Abinax. Tetapi tidak dengan prajurit Ansaladus. Mereka berperang untuk bangsanya dan kemakmuran mereka bersama."

Maigon kembali mendudukkan diri di hadapan Euares, memperhatikan ekspresi pahit di wajah Raja itu. Sekali lagi, ia sempat melirik pada putranya, Verunos.

"Tanpa ahli pedang, jutaan prajurit Ansaladus siap mati demi tanah bersalju mereka." Maigon menatap Euares dengan serius, "Kini mereka punya seorang Mage yang mampu mencipta sebuah perisai akbar di sekitar tanah Ansaladus. Sedang prajurit kami hanya mengandalkan pelat baja di dada mereka. Pedang usang mereka akan menembus perut prajurit kami dalam sekejap, sedang pedang mewah prajurit kami tak akan pernah mampu menembus perisai dari penyihir itu."

"Baiklah. Seorang mage terdengar berbahaya." Euares mendengus dengki, "Lalu apa solusi yang mampu kau tawarkan padaku, Maigon?"

"Abinax, apalah harga diri es dihadapan lawan mutlaknya?"

"Api?" Euares mengernyitkan dahinya, "Kau ingin kita menghujani tanah Ansaladus dengan api?"

"Tidak, Abinax." Maigon tersenyum penuh sopan santun, "Tanah Magnyria bukanlah tanah penghasil api yang diberkati, kami mempertuhan Denduros, Dewa dari segala tumbuh-tumbuhan. Tanah kami subur dengan berbagai jenis tanaman. Kami dapat merakit ledakan beracun untuk musuhmu, tapi tidak dengan bola-bola api, Abinax."

ENIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang