Bagian 9

637 132 8
                                    

Shani mulai melakukan CT Scan, Aran masih setia mendampingi Shani. Perasaan Aran menjadi gelisah menunggu Shani diruang tunggu.

Ponsel Aran berbunyi dan itu adalah telpon dari sekretarisnya.

"Siang Pak, maaf saya menganggung"

"Ada apa Cin?"

"Ini Pak Komisaris eh maksud saya Ayah Pak Aran datang" Suara sekeretaris Aran mengecil dan Aran tahu Ayahnya sedang marah dikantor

"Sejam lagi saya kembali" Aran langsung mematikan panggilan itu.

Shani pun selesai melakukan tesnya. Aran langsung menghampiri Shani.

"Aman kan?" tanya Aran sambil mengecek kondisi Shani

"Iya"

"Maaf Shan, kita pulang sekarang ya"

"Kamu ada kerjaan ya? aku kan udah bilang gak perlu nganterin aku, ada Oniel yang bisa nemanin"

"Aku juga mau dampingi kamu Shan"

"Makasih ya, aku sampai lupa ngucapin ini ke kamu"

"Makasih juga udah mau kembali terapi" Aran mengelus rambut samping Shani

Mobil melaju kembali ke panti, Aran menurutkan Shani tepat didepan pintu panti.

"Kamu gak masuk dulu?"

"Gak usah sayang, aku harus kekantor"

"Kamu hati-hati ya jangan lupa makan siang"

"Siap" ucap

Aran meminta supirnya untuk cepat membawanya kekantor. Jantung Aran berdetak cepat, ia harus kuat menghadapi kemarahan Ayahnya.

Sesampainya dikantor, Aran bergegas menuju ruangannya. Ganggang pintu itu ia genggam erat sambil menguatkan hatinya.

Aran membuka pintu dan langsung berhadapan dengan Ayahnya yang duduk di meja kerjanya.

"Dari mana kamu? jam berapa ini? bisa kamu ninggalin kantor seperti ini? sudah hebat kamu" Ayah Aran melemparkan kertas ke wajah Aran.

"Jawab" bentak sang Ayah

Aran tak berani menatap Ayahnya. Sedari kecil mendengar suara langkah kaki Ayahnya pun Aran sudah bersembunyi.

"Banyak masalah belakangan ini yang Ayah dengar, ternyata kamu dikantor cuma main-main" Ayah Aran mendorong bahu Aran hingga ia nyaris terjatuh

Masalah di kantor memang tak ada habisnya tapi bukan berarti Aran lepas tangan dan bersantai. Aran mengerjakan pekerjaannya hingga selesai bahkan sampai ia harus lembur. Ayahnya tak pernah melihat kerja keras Aran yang itu, yang ia inginkan hanya perusahaannya ini tetap aman.

"Kamu ini gak pernah becus" kepala Aran dipukul menggunakan map berulang-ulang

"Kalau aku gak becus pecat aja aku" Aran berani menatap Ayahnya dengan tatapan tajam

"Berani sekarang kamu melawan? Hah?" lutut Aran ditendang hingga ia meringis kesakitan

"Kalau sampai Ayah dengar lagi masalah kantor, tangan mu akan ayah patahkan"

Ayahnya pergi dari ruangan itu, sebentara Aran meringis dilantai menahan sakit. Kehidupan Aran tak sepenuhnya indah dan menyenangkan dengan bergelimang harta. Aran merasa ia sedang hidup disebuh penjara mewah yang menyiksa batinnya.

Aran berusaha berdiri menuju kursinya, kakinya membiru dan ia hanya bisa menahan rasa sakit itu.

.
.
.
.

"Ci, Bang Aran diluar" Shani langsung menatap jam dinding kamarnya

Shani buru-buru keluar, dibantu oleh Oniel.

MenantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang