BOUND 01

72 6 0
                                    


        Perempuan dengan dress merah maroon menatap lemah pada jendela bermodel klasik melalui ruangan luas bergaya modern dengan beberapa furnitur bedroom klasik menambah kesan mahal di dalamnya. Manik gelapnya berkaca-kaca seakan ingin menunjukkan betapa hancurnya raga dan jiwanya selama ini.

Satu bulan sudah ia resmi menjadi isteri dari Agrio Fallgenzo Palca. Pria berusia tiga puluh dua tahun yang mengikatnya secara paksa melalui hubungan pernikahan yang perempuan itu anggap sebagai neraka baginya.

Tubuh perempuan itu luruh kala air matanya mengalir begitu saja tanpa dapat dikendalikan. Ia benci saat tubuh dan raganya tak sanggup untuk melawan akan takdir yang telah Tuhan kirim untuknya.

"Kau sudah makan?"

Pertanyaan bernada lembut dengan penuh hati-hati dilontarkan oleh pria bertubuh seksi dan panas yang kini berjalan mendekati perempuan bergaun maroon itu, sembari menyingsingkan lengan kemejanya.

"Apa pedulimu, keparat!" Perempuan itu mengusap kasar air matanya. Wajahnya yang sendu kian berubah. Amarah kembali menguasai dirinya melihat pria yang begitu ia benci berdiri tepat di belakang tubuhnya.

Pria itu mengulum bibirnya. Ia tatap lekat tubuh matang perempuan di hadapannya. Ada binar di matanya kala menatap perempuan yang telah resmi menjadi istrinya ini. Tidak pernah terbayang olehnya dapat menikah dan hidup satu atap bersama perempuan yang ia cintai.

"Aku peduli padamu. Jika kau masih marah, maka marahlah. Tetapi jangan sampai kau melewatkan waktu makanmu," ucap Agrio. Ia mendekat pada tubuh perempuan dewasa itu, lalu ia sentuh lembut bahu rapuhnya.

Dengan kasar perempuan itu menepis tangan besar Agrio. Tubuhnya berbalik, matanya menatap tajam sarat akan ancaman.

"Jaga batasanmu." Nora mendorong tubuh pria didepannya dengan kasar. Ia melenggang melewati pria itu tanpa berniat menoleh.

Agrio menghela napas panjang. Tubuhnya benar-benar lelah. Matanya menatap kepergian Nora yang beranjak pergi keluar ruangan dengan pandangan nanar.

Pria itu membuka kemeja biru tua yang ia kenakan.  T-shirt yang mencetak jelas otot tubuh pria itu ia lepas memperlihatkan tubuhnya yang memiliki postur proporsional dengan perut kotak-kotak hasil gym-nya selama ini. Meski begitu otot tubuhnya tidak terlihat berlebihan layaknya atlit tinju internasional.

Agrio menarik jas dan rompi formalnya yang ia letak di atas ranjang ketika sampai tadi. Kemudian ia letak semua pakaian kotornya ke dalam keranjang pakaian kotor yang terletak di dekat kamar mandi.

Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Agrio melepas gespernya yang masih melekat, kemudian melepas celana panjang berbahan tissu ketat yang mencetak selangkangannya. Terakhir ia juga melepaskan bokser yang ia gunakan, telanjang sudah ia kini.

Kaki seksinya berjalan masuk  ke dalam kamar mandi dan menyalakan air di bathub dan merendam tubuhnya dalam hangatnya air yang membuat tubuhnya merasa nyaman.

Nora menatap nanar kamar mandi dengan wajah memerah. Ia sungguh tidak sengaja melihat tubuh pria telanjang yang sialnya sangat panas itu berjalan memasuki kamar mandi.

"Sial."

Nora meraih kenop pintu lalu segera berlari meninggalkan tempat itu dengan wajah memerah malu. Ia berniat mengambil syalnya yang tertinggal di dalam kamar mereka.

Usai memakai longline t-shirt dipadukan dengan celana kasual, Agrio beranjak dari kamarnya menuju ruang keluaga. Sorotnya mengedar mencari keberadaan Nora.

"Tuan, anda ingin makan sesuatu?" tanya seorang pembantu menghampiri Agrio tergopoh-gopoh.

"Tidak, Janera." Agrio membalas pertanyaan pembantu berusia dua puluh satu tahun itu dengan ramah. Janera adalah anak pembantu Agrio, Asmita--wanita parubaya yang telah bekerja cukup lama di rumah megah ini.

"Ah ya, kau melihat, Nora?" tanya Agrio sembari matanya terus memedar mencari keberadaan Nora.

"Nyonya sedang beristirahat di kamar tamu lantai satu, Tuan."

Agrio mengangguk, lantas beranjak menuju lantai satu rumahnya. Ia buka tiga kamar tamu di sana, dan menemukan istrinya sedang meringkuk nyaman di atas kasur empuk di ruang tamu ketiga.

Langkah pelan pria itu menandakan bahwa ia sangat berhati-hati agar tidur gadisnya tidak terganggu. Tubuhnya merunduk menatap secara lebih dekat perempuan itu yang kini tengah tertidur dengan wajah lelahnya.

Apa yang membuat perempuan ini begitu kelelahan? Karena menangisi takdirnya yang telah menjadi istri seorang Agrio atau karena kebencian yang tak kunjung surut?

Tangan kanan Agrio terangkat menyentuh pelan permukaan kulit wajah Nora. Bibirnya mengulum senyum melihat betapa cantiknya perempuan ini.

Pikiran Agrio kembali pada kejadian beberapa minggu sebelum ia berhasil menikah dengan Nora. Ada perasaan bersalah menyelimuti hatinya karena telah membohongi perempuan ini demi dapat menikah dengannya.

Pria itu membawa wajahnya mendekat, menilik intens wajah damai Nora. Di kecupnya kening Nora diakhiri senyum tulusnya. 

"Aku mencintaimu, sangat," ungkap pria itu. Ia lalu bangkit dan membawa tubuhnya keluar kamar tamu dengan perasaan menggebu. Jantungnya berdebar tak karuan, tidak pernah ia bisa mencium mesra kening perempuan itu selama mereka menikah, bahkan saat acara sakral itu berlangsung.

Sekeras apapun Nora saat ini memegang prinsip untuk tidak akan jatuh pada pesona Agrio. Pria itu tetap berpegang pada keyakinan akan adanya secercah harapan akan di bawa kemana pernikahan mereka ini. Pernikahan sesungguhnya dengan bumbu cinta di dalamnya. Ya, semoga saja.

Terimakasih telah membaca!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terimakasih telah membaca!!!

Bound Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang