DELVAN ALEXANDRIO

1 1 0
                                    

E N J O Y Y O U R C H A P T E R

Acha menghela napas berat, air matanya berhasil lolos perlahan. Ia menurunkan pandangannya.

"Cha," Brian menyerukan nama itu lagi.

"Kenapa? lo kira gue gak kenal sama selingkuhan lo yang kayak tante tante itu?!" bentak Acha, sekali lagi.

Brian membisu, ia menarik pergelangan tangan Acha. Membawanya duduk di sofa.

"Lo gak serius sama gue," lirih Acha. "Lo gak melakukan semua kriteria yang udah gue ucapin di awal, dan lo secara gak langsung berbohong dengan terang terangan di depan gue." Acha bersandar pada sofa. Membiarkan Brian berpikir alasan apa yang tepat.

Brian angkat suara, "Okay, aku mengakui malam itu aku bohong ke kamu," ia menjeda ucapannya. "Kejadian tadi pagi, itu diluar kendali aku, Cha, aku padahal udah bilang ke Fei kalau pagi harus menemui kamu. Tapi dia malah bikin aku gak sadarkan diri."

Acha menggeleng, "Bohong," balas Acha, kekeuh.

"Cha, please ngertiin,"

"APA YANG HARUS GUE NGERTI LAGI?!" Acha bangkit dari duduknya, ia menghadap kearah Brian, "APA LO NGERTI SELAMA LO GAK ADA, APA YANG TERJADI SAMA GUE?!" lanjut Acha, disertai deraian air mata.

Ia menatap Brian dengan sorot penuh kekecewaan, kenapa Brian selalu egois. Air matanya semakin deras mengucur, membuat kedua oundak kecil itu ikut bergetar.

"Gue sial semenjak ketemu lo," Acha mengambil napas dalam dalam, "Setelah kesucian gue, lalu lo juga mau ambil masa depan gue?!" gadis itu mengedarkan pandangannya sambil mengusap air mata dengan kasar.

"Lantas siapa, siapa yang bocorkan semua peristiwa malam itu ke seluruh warga kampus kalau bukan teman teman, lo?!" Acha menatap Brian lagi, kemudian pria itu mengernyit.

"Kejadian apa, Cha?"

Acha terkekeh, ia menarik kerah baju Brian pelan. "Lo beneran gak peduli sama gue, bahkan perbuatan jahat yang disusun sama teman lo buat ngehancurin gue aja lo gak berniat untuk mencari tahu." Kemudian gadis itu menepisnya begitu saja. Ia kembali melangkah, namun sama seperti tadi Brian lebih dulu mencekal tangan Acha.

Pria itu lagi lagi menarik Acha dalam pelukannya. "Cha, come on, bicara baik baik okay, jangan marah, gue salah, jadi izinkan gue perbaiki."

Acha memejamkan mata, ia menghirup aroma pria itu lagi. Bagian yang dirindukan kembali mengusik alam bawah sadarnya. Tangannya bergerak keatas, tepat pada dada bidang Brian, tangan tersebut terhenti. Kemudian saat matanya terbuka, ia memukul dengan kencang dada Brian hingga pria itu meringis kecil. "LO JAHAT, LO SAMA KAYAK SEMUA LAKI LAKI DI DUNIA INI, LO CUMAN MAU NYAKITIN HATI GUE, DASAR ALIEN GA BERPERIKEMANUSIAAN!" Acha kemudian kembali menangis. Kini tangisannya semakin kencang kala Brian mengecup puncak kepalanya.

"Cha, ayo, udah besar kan, bicarakan baik baik okay," lirih Brian sekali lagi.

Sial

Acha selalu saja kalah.

Brian tidak pernah gagal soal pesona.

Gadis itu mendorong pelan tubuh Brian, mundur. Ia menatap Netra hitam itu, "See, sudah berapa banyak air mata yang gue korbanin cuman buat nangisin cowok brengsek kaya lo," lirih Acha, sambil menunjuk matanya yang memerah.

"Iya, Cha, aku minta maaf."

Acha terkekeh, ia berjalan kembali duduk di sofa. Diikuti dengan Brian.

Acha melirik sekilas pada pria di sampingnya yang tengah bersandar pada bahunya. Acha melempar amplop coklat yang ia dapat dari kampus siang tadi.

"Apa ini, Cha?" tanya Brian, heran.

22.19 [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang