E N J O Y Y O U R C H A P T E R
Brian mengikuti langkah Acha, gadis itu terdiam, bingung harus kemana.
"Duduk," titah Brian.
Acha mengangguk, ia mematuhi perintah Brian.
Brian ikut duduk di samping Acha.
Mereka berpandangan satu sama lain, kemudian terkekeh. "Maafin aku, ya," lirihnya.
"Buat?"
"Semuanya, setelah ini aku akan jelasin ke kamu," lanjut Brian.
Acha mengedarkan pandangannya, layar besar di sisi kanan, kemudian meja kerja di di depannya. Dua rak buku besar yang sebagian berisi pernak pernik robot kecil. Lalu layar mengambang di sisi kiri. Acha mengernyit. "Sebenarnya kalian apa, sih?"
Brian memicing, "Kepo,"
"Nanya doang, katanya harus terbuka," sindir Acha.
Pria itu melingkarkan tangannya di pundak Acha. Gadis itu mendongak, menatap kedua Netra hitam Brian yang memancarkan kehangatan. "Udah siap sama ceritanya?" tanya Brian.
Acha mengangguk.
"Kamu ingat waktu pertama kali kita ketemu?"
Gadis itu mengangguk, lagi.
"Apa kamu gak heran, kenapa kamu bisa sangat mudah membalas perasaan si brengsek ini?" Brian terdiam sejenak.
Acha meluruskan pandangannya, memorinya berputar. "Sebentar,"
Janji.
Permainan.
Kontak mata.
Amarah.
Namun berujung pada hati yang akhirnya melemah, dan hanyut pada tatapan itu. Acha kembali menatap Netra itu.
"Jangan dipaksa mengingat, itu bukan kehendak pikiran bawah sadar kamu," tutur Brian.
Alis Acha terangkat sebelah.
Brian menarik napas dalam dalam, "Kondisi Theta, bermimpi pada tidur ringan, kondisi yang bisa muncul karena pengulangan atau instuisi. Itu alasan kenapa orang bisa lebih mudah jatuh cinta."
"Jadi itu semua karena--" Acha tidak melanjutkan ucapannya. Pria ini lebih cerdas dari yang Acha kira.
"Ketika otak dalam kondisi ini, filter otak menjadi tidak aktif. Sehingga, segala informasi dan kebiasaan bisa masuk ke dalam pikiran bawah sadar." Brian kembali menyemburkan layar hologram dari lengannya. "Ini chip tertanam, namanya," jelas Brian.
Acha manggut manggut. Layar tersebut memberikan gambaran sel sel otak beserta jaringan jaringan yang berputar di dalamnya. "Ketika kamu menatap seseorang lebih dari tiga puluh detik, maka kondisi theta akan semakin besar peluangnya untuk muncul, karena otak tidak bekerja sebagaimana mestinya, kadar kefokusan di dalam otak semakin berkurang." Brian mendekatkan layar hologram itu pada Acha. "Maaf karena," ia menggantung perkataannya.
Acha menunjuk jaringan otak yang berwarna merah. "Maaf karena perasaan diantar kita sekarang hanyalah permainan antara sistem sadar yang telabh diubah menjadi sistem bawah sadar," celetuk Acha. Ia menangkap apa yang Brian jelaskan sedari tadi.
"Kalau begini, apa kamu masih yakin memberikan tantangan yang waktu itu kamu sebutkan di lorong fakultas hukum?" tanya Brian.
Acha membetulkan posisi duduknya, ia menoleh kemudian tersenyum tipis. "Kamu tidak terlihat cerdas di kampus."
Brian tertawa, "Meskipun otak aku udah di program, tapi aku juga akan memikirkan genetik yang nantinya diberikan pada keturunan aku, Cha." Brian menggenggam jemari Acha, "Ayolah, kita harus main asik dong, di kampus, kalau aku pakai sistem buatan di otak aku," Brian menggeser layar hologram ke kanan. Kini tampilannya berubah menjadi gambaran otak yang Sebagian besarnya tersambung dengan jaringan kabel berwarna perak. "Satu kampus bisa kalah, karena melawan cara kerja robot, kita harus tau tempat untuk menggunakannya, Cha," imbuh Brian, tawanya mereda dan kembali pada nada bicara yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
22.19 [ON GOING]
Novela Juvenil"Lo apain orang tua gue?!!!" "Gue ambil otaknya buat riset, kenapa? Mau marah?" "JADI KALIAN BENERAN ALIEN??" "Emang kalau gue bilang kita mafia, lo percaya?" Acha Stephanie, ketua BEM dari fakultas hukum itu terpaksa menjalani kehidupan yang sangat...