E N J O Y Y O U R C H A P T E R
Acha melirik Brian sekilas, pria dengan senyum manis itu masih terus mengikuti lagu yang berputar di playlist Acha. Sesekali ia menoleh kearah Acha dan tersenyum, "Lirik ini nggambarin perasaan gue ke lo, Cha," katanya.
Acha yang sudah kebal dengan gombalan receh Brian hanya tersenyum tipis sambil memukul lengan Brian. "Gombalan gak bermutu."
"Astaga, babe, kurang setulus apa sih rasa cintaku padamu," balas Brian, dengan ekspresi sedihnya. Ini bagian yang paling Acha suka, Ketika Brian berlagak seperti bayi besar dan menginginkan perhatian lebih dari dirinya. Namun, Acha belum bisa mengekpresikan perasaannya saat ini. "Gak usah manja!" hardik Acha, sok galak.
Brian semakin menguatkan ekspresinya, ia tiba tiba menepikan mobil ke bahu jalan. Setelah dirasa mesin mati dengan sempurna. Kini giliran Brian beraksi, salah siapa membuat kadar kepedean Brian muncul. Beginilah jadinya.
"Yakin, gue gak boleh manja?" tanya Brian. Ia menangkupkan kedua pipi Acha.
Pipi tembam itu kini telah sempurna membentuk ikan buntal yang bagi Brian sangat menggemaskan. "Yakin babe?" tanya Brian sekali lagi.
Acha mencoba meloloskan diri dari kedua tangan Brian. Ia mencubit pelan perut pria itu dan berhasil lolos dari kelakuan mesum Brian. Bisa bisanya ia menjebak Acha untuk yang kedua kalinya.
"Gak boleh pegang pegang sebelum IPK lo bisa ngelebihi gue," gerutu Acha, sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
Brian melengos, "Ayolah, Cha, love language gue tu physical touch, gue gak bisa berhenti dari kebiasaan gue," ujarnya. Ia menatap Acha dengan tatapan kecewa.
"Bisa kalau dibiasakan," balas Acha, kekeuh.
"Lo kapan sih, bisa ngertiin gue dan bersikap manis?" pertanyaan Brian sontak membuat Acha terkulai. Ia menunduk, menatap ujung jemarinya dan mencoba menetralkan rasa gemuruh di hatinya.
"Cha," lirih Brian, sekali lagi.
"Oke, oke," pasrah Acha, ia menarik kedua tangan Brian dan menggenggamnya erat. "Nih, udah mau gimana lo mengekspresikan love language lo?" tanya Acha.
Brian masih dengan raut kecewanya, ia melepaskan tangan dari genggaman Acha. Kembali mengarahkan pada setir mobil, dan menancapkan gas tanpa menunggu respon dari Acha.
Acha merasa sangat bersalah, jujur dia bukan tipe wanita yang mudah mengekspresikan perasaannya sendiri, bahkan untuk orang yang ia sayang sekalipun.
"Brian," seru Acha.
Brian tidak menoleh.
"Brian!" seru Acha, semakin takut jika Brian marah padanya.
"Brian, ih!"
Brian tidak menggubris seruan Acha sedikitpun, ia masih tetap fokus mengendarai mobil. Meski wajah Acha yang khawatir itu sedikit mengganggu kefokusan Brian, tapi kali ini ia harus cool demi mengetahui apakah Acha sudah menaruh rasa padanya.
"Brian, jangan marah, gue minta maaf," ujar Acha, sambil mengulurkan tangannya di depan Brian.
Brian menepis kasar tangan Acha, gadis itu kaget melihat respon langsung dari Brian.
"Brian, mau apa gue iyain, deh, ayolah Brian, jangan diem," pinta Acha, ia tidak akan berhenti sebelum Brian kembali tersenyum padanya. "Brian, mau apa sih!?" tanya Acha semakin tidak sabar.
Brian melirik sekilas kearah Acha yang sudah bersiap duduk di pangkuannya, ini yang paling Brian benci, Ketika Acha mulai meruntuhkan pertahanannya.
Brian terpaksa memberhentikan mobil demi menjaga keselamatan ia dan Acha.
"Mau ngapain?" tanya Brian, pura pura tidak tahu.
Bagian lain dalam diri Acha kini terpaksa harus muncul di tempat yang tidak tepat. Gadis dengan tubuh mungil itu duduk di pangkuan Brian, ia mengalungkan tangannya di leher pria itu. "Brian," gumam Acha.
Brian mengalihkan tatapannya. "Gak usah godain gue," sahut Brian cuek.
"Gue minta maaf deh, gue janji gak bakal bikin lo marah lagi, maafin ya, please, masa sama cewek secantik gue gini gak dimaafin, sihh, dimaafin yaa?" tanya Acha, sambil memainkan rambut Brian.
Brian masih mempertahankan sikap sok cool nya. Ia tidak boleh lemah.
"Brian," seru Acha semakin pasrah. Ia akhirnya menenggelamkan wajahnya di tubuh Brian, ia memeluk erat pria itu hingga beberapa detik kemudian Brian balas memeluknya. Acha menghela napas lega. "Lo udah nggak marah?" tanya Acha antusias.
Brian terkekeh, ia runtuh hanya dengan sikap Acha. "Karena lo udah janji mau turutin permintaan gue, sekarang gue minta satu hal," tutur Brian, menagih semua ucapan Acha.
"Dih, nyebelin banget jadi cowok. "
Acha berdecak, ia mendatarkan kembali raut wajahnya. Melepaskan pelukan Brian seraya kembali ke tempat duduk. Ternyata duduk di pangkuan Brian sedikit melelahkan.
"Apa?" tanya Acha masih mencoba lembut.
Brian menunjuk nunjuk pipinya, disertai dengan smirk, Acha paham apa yang Brian maksud.
"Cium?" tanya Acha, malas.
Brian tersenyum lebar, ia mengangkat kedua jarinya, "Peace, he he."
Acha memutar bola matanya malas, dengan jurus andalan secepat kilat Acha berhasil mencium pipi Brian. Usai hal tersebut dilakukan, Brian membulatkan matanya, "Thanks babe, gue langsung gila, ini!"
"Lebay!"
"Biarin, eh gue mau satu lagi, dong," pinta Brian.
Acha mengernyit, "Apa?" tanyanya.
Brian mengikis jarak diantara keduanya, tangannya terangkat menyibak anak rambut di dahi Acha, kemudian perlahan turun mengusap lembut benda kenyal berwarna pink itu. Acha menjewer telinga Brian dengan kuat, ia membuat pria itu menggagalkan aksi serunya. "Sembarangan, lo, enak aja," geram Acha.
Brian terkekeh, "Im not a bad guy, gue gak akan berani ambil punya lo, Cha, Cuma nyobain tekstur aja, buat pemanasan kalo udah nikah nanti," gurau Brian.
Acha semakin menjewer telinga Brian. Pria ini benar benar gila!
Sesampainya mereka di kampus, Brian dan Acha turun beriringan. Belum ada beberapa detik, para fans fanatik Brian bergerumbul di sekitaran mereka. Acha tertegun, "Gue cabut, ya," bisik Acha.
Brian menggaruk tengkuknya yang tak gatal kemudian mengangguk mengiyakan. Daripada harus membuat Acha tersiksa dengan keadaan seperti ini, mending membuatnya pergi merupakan pilihan terbaik.
"MINGGIR SEMUAA!" bentakan itu mampu membuat puluhan orang disana bubar.
Aretha dan Nathan tersenyum kecil.
"Gimana nih, progress nya?" tanya Aretha dengan nada meledek.
Nathan memutar bola matanya malas, "Lo kalau serius sama Acha buruan dong kasih kepastian!"
"Inget, woi lo udah tua," sambung Aretha.
Brian terkekeh, "Aelah, cewek modelan Acha aja mah easy, lagian lo pada nggak nemu yang lebih bagus dari Acha kah?" tanya Brian, ia tersenyum miring.
"Kemarin lo minta yang pinter, sekarang lo mau ganti, lo tuh bosenan banget, ya," sindir Aretha, untuk kesekian kalinya.
"Acha oke sih, udah cantik, pinter, good attitude, tapi kurang sweet," keluh Brian.
Nathan membuka layar tabletnya, "Tahun ini, lo udah memakai kesempatan terakhir buat cari cewek, dan kesempatan terakhir udah lo pake buat nyari Acha," peringat Nathan, sambil menunjukkan data data yang muncul di tabletnya.
Brian berdecih, "Oke lah gue coba, lagian ogah banget gue jadi santapan pria tua bangke itu," ucap Brian.
Aretha mengangguk, menyetujui ucapan Brian. Gadis dengan rambut kecoklatan itu memfokuskan pendengarannya pada earpiece, raut wajahnya berubah menjadi lebih serius.
"Nanti malam, kalian harus ke network office, beberapa tim ada kendala dengan chip yang dipasang di beberapa manusia, terutama cewek lo, Brian. Kalian tau kan teknologi gak akan ada ujungnya."
Brian tertegun, pekerjaan ini selalu membuat ia Lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
22.19 [ON GOING]
Novela Juvenil"Lo apain orang tua gue?!!!" "Gue ambil otaknya buat riset, kenapa? Mau marah?" "JADI KALIAN BENERAN ALIEN??" "Emang kalau gue bilang kita mafia, lo percaya?" Acha Stephanie, ketua BEM dari fakultas hukum itu terpaksa menjalani kehidupan yang sangat...