Part 11

20 3 0
                                    

Lampu berwarna kuning berjajar di atas sepanjang rumah makan tersebut. Bangku-bangku terisi penuh dengan anak-anak remaja. Mereka tampak seperti anak sudah dewasa, dengan style yang mereka kenakan dan cara berbicara mereka, seakan mampu menjalani hidup dewasa yang berat ini.

Ya, mereka semua anak orang kaya. Tidak ada beban fikiran yang harus di timbun dalam batin. Terlihat dari tawa dan candaan mereka seperti yakin bahwa besok hidup tidak ada masalah. Tidak bisa di pungkiri juga, ini masa paling berharga untuk mereka. Masa dimana bertumbuhan mereka menjadi dewasa.

Begitu juga dengan gadis yang berpakaian dress merah muda dengan sepatu selop berwarna putih. Dia nampak tersenyum gembira bisa hadir di antara mereka. Momen langka baginya dan ini pertama kali dia lakukan.

"Ra, ayo masuk" ajak Sela lalu menggandeng tangan Rara untuk ikut bergabung. Sela yang terlihat begitu anggun mengenakan dress biru dan membiarkan rambutnya terurai seperti Rara.

Rara membalas dengan anggukan. Rasa malu-malu ikut bergabung dengan mereka. Rara duduk di pojok sendiri sebelah Sela. Semua cowok memandang Rara dengan terkagum-kagum. "Kalau udah cantik pakai apa aja cantik" puji Diki. Di rasa-rasanya Diki benar jatuh cinta dengan Rara.

Rara membalasnya dengan senyuman. "Dihh, gombalan lu engga di terima sama Rara" imbuh cowok di sebelah Diki. Dia mengelus-elus rambut Diki seperti kucing.

"Ra, dengar-dengar lu engga tinggal di asrama? Kok boleh?" tanya Niscol yang mulai tertarik ingin membahas soal Rara. Yang di tanya hanya diam lalu memandang Sela. Dia tidak tau harus menjawab apa. "Setelah kejadian lu pingsan, gw tanya doang" imbuh Niscol yang menangkap raut wajah Rara berubah jadi cemas.

"Beneran? Gw juga mau kalau engga tinggal di asrama." Anes menambahi, Dia dari dulu tidak begitu suka dengan Rara. Padahal, Rara hanya diam di kelas, tidak pernah juga membuat keributan.

"Kenapa sih, kalian tanya hal engga penting!?" ucap Sela yang mulai buka suara. Dia menatap Niscol dan Anes bergantian.

"Yang di tanya Rara kenapa lu yang nyolot?" ucap Niscol yang tidak terima di tatap oleh Sela.

"Karna lu menganggu suasana! " balas Sela tidak kalah meninggikan suara seperti Niscol.

"Lagian Niscol cuman nanya, kalau engga mau jawab, engga masalah" ucap Anes ikut membela Niscol yang persis di sebelahnya. Anes menatap wajah Sela yang masih merenggang amarah.

"Tapi, pertanyaan lu kaya mojokin!" balas Sela. Dia ingin memukul kedua gadis di hadapannya tapi di tahan oleh Rara. Rara dengan sikap menurunkan tangan Sela dan mendudukkan Sela kembali.

"Udah, Sel" ucap Rara lirih.

"Lagian kenapa sih lu mempertanyakan hal kaya gitu? Emang hidup Rara lu yang nanggung, positif thinking aja, keluarga Rara kebanyakan duit" ucap Aryo langsung ceplos memecah keheningan. Para cowok tertawa dengan jokes yang di keluarkan oleh Aryo.

"Jangan pada berantem, cuman masalah kaya gini. Noh, yang masuk sekolah dapet beasiswa diem aja" imbuh Aryo menunjuk pria di pojokan yang masih sibuk memilih menu. Lelaki itu menoleh dan memberi jempol kepada Aryo.

"Karna gw sekolah pakai otak, kalau lu pada pakai duit" ucap cowok tadi, namanya Feno. Dia berasal dari keluarga yang tidak bisa di bilang kaya banget seperti yang lain. Berkat beasiswa dan beberapa kejuaraan nya dia bisa menyombongkan diri.

Semua tertawa melihat Feno yang sangat santai menjalani hidupnya. Apalagi dia yang paling sibuk milih menu dan memperhitungkan degan matang.

Suara tepukan tangan, menyadarkan semua ada seorang pemimpin cewek yang berjalan ke depan. "Semua udah kumpul?" tanya Delis melihat satu persatu temannya. "Kalau yang cewe semoga udah semua, kalau yang cowo engga tau" ucap Delis masa bodoh dengan teman cowoknya.

RARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang