6. Balapan

18 22 12
                                    

"Luka yang pedih ketika harus bertahan oleh keadaan dan di paksa sadar oleh kenyataan"

_Meteorid bravaska_

-•-

"GUE MAU KAWIN!" sedari tadi hanya perkataan itu yang keluar dari mulut Ganta.

"Sana kawin sama kucing" balas Riksa dengan santainya.

"Lebih baik kawin sama janda" celetuk Rutara tanpa sadar.

"Jadi kak Tar mau kawin sama janda ?" terlihat Bella sudah mengepalkan tangan bersiap untuk membogem wajah datar Rutara yang seperti triplek.

"Bakal perang dunia nih Sa."

"Ho'oh kita harus hati - hati kawan!"

"Bercanda sayang" balas Rutara sambil mengacak gemas rambut Bella dan tak lupa menatap tajam kedua curut pengganggu tersebut.

"Tumben pak ketu sama pak waketu belum dateng."

"Iya juga sih, kalau Kalingga mah udah biasa telat. Tapi yang anehnya di sini itu si Teo padahal biasanya dia yang paling gercep."

"Positif thinking aja mungkin pak waketu lagi berak."

~~~~

Baru saja Meteor memasuki pintu utama rumahnya sudah terdengar suara dua manusia yang berbeda gender sedang beradu argumen. Kedua orang tuanya.

Tapi hal itu di hiraukan saja oleh Meteor. Yap hal itu sudah menjadi makanan sehari - harinya, sejak beberapa tahun yang lalu kedua orang tua Meteor selalu bertengkar entah itu masalah sepeleh atau apalah yang mereka perbesar - besarkan.

"Mas kamu tuh kerjaan nya cuma marah - marah aja setiap hari. Aku juga capek mas kamu kira kamu aja yang capek hah!" ucap Miranda ibu Meteor.

"Aku marah - marah karena setiap aku pulang dari kantor kamu selalu aja sibuk sama dunia kamu. Kapan sih kamu punya waktu luang untuk keluarga kita, aku selalu sempetin buat pulang tepat waktu dan kamu ? kamu aja ngga pernah ada sekalipun untuk aku, untuk putra kita juga!" balas Edrik ayah Meteor dengan emosi.

"Meteor itu udah besar mas, dia udah tau jaga diri sendiri dia juga udah mandiri."

"Tapi bagaimana pun besarnya Meteor dia tetap masih membutuhkan kasih sayang Mir, dia itu masih muda masih butuh wawasan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya."

"Terserah kamu deh mas. Aku capek."

Meteor yang sedari tadi memperhatikan hal itu hanya tersenyum pilu. Di paksa dewasa oleh keadaan itu sangat menyakitkan, di sini memang hanya ayahnya lah yang selalu memberinya perhatian dan berbanding terbalik seperti ibunya.

Kehidupan Meteor hampir sama dengan Kalingga. Bedanya saja karena kedua orang tua Kalingga seakan membuangnya dan tak perduli dengan kehidupannya.

"Gue ngga tau ada apa dengan jalan pikir mereka. Dan gue juga berjanji kalau suatu hari nanti gue ngga akan pernah membuat keluarga kecil gue sengsara seperti apa yang gue alamin saat ini" batin Meteor bersungguh - sungguh.

Dia mengalihkan tatapan nya dan berjalan melewati kedua orang tersebut.

"Teo pulang."

KABUT [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang