Ruangan kamar yang didominasi warna putih dengan aksesoris sederhana kini terasa jauh lebih dingin, menyisakan Kanaya yang masih senantiasa terbaring di atas ranjang sembari memandangi sebuah nomor telepon yang tertera di layar ponsel nya.
'Harus kah aku menelpon?' Kanaya benar benar bingung. Ia harus mengembalikan jaket itu segera mungkin. Jari Kanaya kini bergerak menuju simbol telepon. Tidak ada jawaban. Tak lama telepon terputus karena tidak ada yang menjawab. Kanaya menghela nafas nya pelan 'Apa sebaiknya tidak ku telepon ya?'.
Ditengah keraguan Kanaya tiba tiba ponsel nya bergeming menandakan ada panggilan yang masuk. Ah, nomor yang tadi tidak menjawab kini menelepon balik. Cepat cepat Kanaya membangunkan dirinya dan mulai mengambil nafas panjang lalu menjawab panggilan tersebut.
... Sunyi. Tidak ada jawaban sama sekali. Mendadak lidah Kanaya membeku tidak bisa bergerak.
"Siapa?" Kini suara seseorang terdengar dari benda pipih Kanaya. Kanaya sudah sering mendengarkan suara berat seorang lelaki dari Batara, namun kali ini suara yang muncul jauh lebih berat dari milik Batara yang membuat Kanaya sedikit terkejut.
"H—Halo, anu aku mau balikin jaket" Ada apa dengan Kanaya? ia begitu gugup hanya untuk sekedar menjawab panggilan ini.
"Jaket?"
"I—iya, malam itu km me—"
"Oh, ternyata ini lu. Kalo lu suka jaket nya ambil aja, gaperlu di balikin."
"Ha—h ngga. Jaket nya mau aku balikin."
"Oh."
"..." Sunyi. Entah itu Kanaya ataupun lelaki di panggilan ini sama sama terdiam.
"Anu.. hari ini ada waktu luang? aku mau balikin jaket nya."
"Harus hari ini banget?"
"Eh, engga juga, cuma kebetulan sekarang lagi libur.. jadi.."
"Di tempat kemarin."
"Hah?"
"Ketemu di tempat kemarin."
Belum sempat menjawab panggilan sudah diputuskan sepihak. Kanaya kini benar benar bingung mengapa diri nya segugup ini hanya untuk mengembalikan jaket seseorang? Kanaya menatap jaket itu lama lalu bergegas bangkit menuju keluar kamar nya dengan jaket yang ia pegang erat di tangan kirinya.
Tidak memakan waktu yang lama, kini Kanaya sampai ditempat yang ia tuju. Sebuah jalanan kosong yang hanya dihiasi oleh beberapa tanaman hias berwarna dan lampu jalan yang sedikit redup. Kanaya melangkah mendekati sebuah pohon yang berada tak jauh dari nya hingga netra nya menangkap seorang lelaki yang tengah bersandar di bawah pohon. Lelaki berambut hitam itu mengenakan kaos putih dengan leather jacket serta celana jeans hitam dengan sepatu kets putih yang menambahkan kesan elegan juga gelap pada dirinya. Tidak lupa ia pun turut ditemani oleh sebatang rokok yang masih menyala di tangan nya.
Tak lama lelaki itu kini menyadari keberadaan Kanaya. Ia membuang puntung rokok milik nya dan menginjak nya. Kemudian ia melangkah mendekati Kanaya. Kanaya terdiam tidak bergerak sementara lelaki itu menatap lurus pada Kanaya.
"Jaket."
"Oh, iya ini jaket nya." Kanaya memberikan jaket nya pada lelaki di hadapan nya.
"Thanks" Singkat dan padat. Lelaki itu langsung berbalik dan melangkah menjauh meninggalkan Kanaya. Kanaya kembali terdiam. Apa yang sedang terjadi?
"Tunggu!" teriakan Kanaya berhasil membuat lelaki itu berhenti melangkah.
"Mak—maksud ku.. terimakasih.. telah menolong ku saat itu.. anu–u maaf sudah merepotkan mu!" Kanaya menunduk. Ia menatap sepatu putih nya. Ia tidak berani mendongakkan kepala nya. 'Setidak nya aku sudah berterimakasih..'
Seperkian detik kemudian ia menangkap sebuah tangan yang sedang terjulur kepada nya dengan sebuah coklat di genggamannya. Kanaya mendongakkan wajah nya. Deg. Netra nya beradu dengan Netra milik Lelaki itu. Detak jantung nya kini berdetak lebih cepat.
"Seinget gua ini hari ultah lu kan? yaa karena belum ganti hari jadi masih di anggap ulang tahun." Pupil Kanaya kini membesar. Netra nya yang semula tak bergerak kini ikut bergerak saat Kanaya menerima coklat tersebut. Ditatap nya lekat coklat yang kini berada di tangan nya.
"Happy birthday Kanya(?)"
"..." Karena tidak ada jawaban dari Kanaya, lelaki itu lantas kembali berbalik membelakangi Kanaya.
"Naya! Km bisa panggil aku Naya." Kanaya kini menatap penuh punggung lelaki itu dengan mata yang sedikit berair.
"Zyan Sagara"
"Hah?"
"You can call me Zyan." Zyan menolehkan kepalanya sedikit sembari menatap penuh ke arah Kanaya. Ia tersenyum. Lalu menghilang meninggalkan Kanaya sendirian.
"..."
"Tatapan nya.. berubah.."
Tbc.
pan pan pan kapan aku ketemu cowo dingin kaya Zyan? (╥﹏╥)see u in next bab all <!
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Not The One || Nomin
Ficção AdolescenteMungkin bagi beberapa insan di dunia ini jatuh cinta itu adalah hal yang menyenangkan sekaligus menyakitkan. Namun bagi kanaya, jatuh cinta itu adalah kesalahan fatal yang mengubah seluruh kehidupan-nya @Skyphiiee