I

12K 632 44
                                    

୨⎯ "INEFFABLE" ⎯୧

"Dek, seriusan? Saya gak perlu bawa apa-apa?"

"Seriusan, Mas, gak perlu bawa apa-apa."

Haechan menatap jalanan lenggang yang ia lewati untuk pergi ke rumah kekasihnya.

"Mumpung saya masih dijalan, beneran nggak perlu bawa apa-apa?"

"Beneran, Mas Haechan."

Haechan senyum-senyum sendiri mendengar panggilan Jaemin. Lucu banget. Haechan rasanya mau makan Jaemin.

"Ya udah, fokus aja nyetirnya. Aku tunggu di rumah, ya."

"Okay." Haechan menyimpan ponselnya kembali setelah panggilan terputus.

Walaupun Jaemin meminta dia untuk tidak membawa apapun, tapi Haechan tetap berhenti di depan toko yang jualan brownies. Rasanya tidak nyaman kalau Haechan tidak membawa bingkisan.

Setelah membelinya, Haechan kembali melanjutkan perjalanannya ke rumah calon suaminya. Kurang lebih dua puluh menit, mobil hitamnya berhenti di halaman rumah Jaemin.

Haechan keluar sembari membawa tentengannya. Jaemin ini anak tunggal, sama seperti dia. Haechan menaiki dua undakan tangga kayu sampai kakinya yang terbalut sepatu putih menyentuh teras rumah yang juga sama terbuatnya dari kayu.

Rumah keluarga Jaemin memang masih asri. Halaman luas, banyak ditumbuhi bunga, kolam ikan dan beberapa pohon rindang. Haechan betah sekali kalau berada di rumah Jaemin.

Pintu di depannya, Haechan ketuk dan tidak membutuhkan waktu lama untuk pintu terbuka dari dalam. Dan wajah kekasihnya dapat Haechan lihat.

"Ayo masuk, udah ditunggu sama Bapak di dalem."

Haechan mengangguk. Dia berjalan mengikuti Jaemin. Menyalami orang tua Jaemin baru dia duduk. Memberikan tentengannya ke Jaemin.

Mereka berbincang-bincang ringan. Membahas apapun. Untungnya aja tidak membahas hutang negara walaupun pembahasaan itu amat sangat menarik.

"Jadi, Nak Haechan, kamu benar-benar mau menikahi anak kami, Jaemin?"

◦•●◉✿✿◉●•◦

Setelah pembahasaan pernikahan, mereka memutuskan akan menikah setengah tahun lagi. Haechan ingin persiapan semuanya matang. Orang tua Jaemin juga tidak mau terburu-buru.

"Mas Haechan, kopinya nggak ada. Tadi mau beli tapi warungnya tutup. Teh aja gak papa, 'kan, ya?"

Haechan menatap Jaemin yang membawa dua cangkir teh. Haechan tersenyum geli, "Kamu tanya gitu tapi udah buat tehnya."

"Ya biar kalau Mas gak mau, nanti aku minum semuanya."

Haechan terkekeh. Dia menyuruh Jaemin untuk duduk di sebelahnya. "Nggak papa. Buatan kamu, saya pasti suka kok."

Jaemin senyum, dia memberikan satu cangkir tehnya ke Haechan baru mendudukkan tubuhnya di sebelah calon suaminya.

Mereka selisih dua tahun. Dan Jaemin yang selalu diajarkan sopan-santun, tentu saja memanggil Haechan dengan sebutan yang pantas. Awalnya Jaemin memanggil Haechan dengan sebutan kakak, tapi Haechan suka pundung. Jadilah Jaemin memanggilnya dengan sebutan Mas yang malah membuat Haechan salah tingkah.

"Saya ada sesuatu buat kamu." Haechan merogoh saku jaketnya, mengambil sebuah kotak beludru berwarna putih polos. "Semoga kamu suka, ya."

Sebenarnya Jaemin datang dari keluarga mampu, kalau dia ingin sesuatu, dia bisa mendapatkannya dengan mudah. Tapi, Haechan suka memberi Jaemin hadiah-hadiah kecil yang tentu saja diterima baik oleh kekasihnya itu.

"Kenapa Mas suka banget ngasih hadiah, sih?" tanya Jaemin, melihat dua buah gelang di dalam kotak.

"Soalnya, saya nggak tau mau kasih hadiah ke siapa lagi selain kamu."

Lee Haechan memang sudah tidak memiliki siapapun. Tidak ada lagi keluarga. Hanya ada dia. Dan mungkin akan bertambah Jaemin dan anak-anak mereka nanti.

"Gitu?" Jaemin menatapnya, "Tapi aku nggak punya sesuatu buat aku kasih ke Mas."

"Nggak papa kok. Saya ketemu kamu juga udah seneng banget."

Jaemin kembali tersenyum, dia mengambil salah satu gelangngnya. "Ini satunya Mas pake aja. Nggak mungkin aku pake dua gelang."

Haechan menurut, membiarkan Jaemin memakaikan gelang yang ia beli dua hari lalu di tangan kirinya. Sekarang gantian Haechan yang memasangkan gelang di tangan kanan Jaemin.

"Jaemin."

"Dalem~"

Balasan-balasan Jaemin dengan bahasa lahirnya membuat Haechan selalu baper. Tidak tau kenapa. Tapi Haechan suka mendengarnya.

Jaemin berkedip, menatap Haechan bingung. "Kok diem?" tanya heran, "Mas Haechan mau ngomong apa?"

Haechan tersenyum. Dia menggeleng. "Lain kali, jangan senyum sama yang lain, ya, Dek."

"Loh? Kenapa? 'Kan bagus, sopan gitu. Nanti dikira sombong kalau enggak senyum."

Haechan menggeleng, "Enggak, jangan. Senyum kamu terlalu cantik buay dipamerin."

Wajah Jaemin memerah mendengarnya. Dia langsung menatap ke depan. Memilih untuk tidak membalas ucapan Haechan.

"Lucu banget, sih, Dek. Untung bentar lagi saya halalin."

"Mas, diem! Jangan ngomong gitu."

"Kenapa? Baper, ya?"

Jaemin menggerutu.

"Nggak papa, saya tanggung jawab, kok."

Memang kurang ajar sekali calon pendamping hidupnya Na Jaemin ini.

◦•●◉✿✿◉●•◦

Mau yang agak Jawa dikit, hehe^^

Selamat Datang di HYUCKNA, lagi. Semoga ini nggak unpub tiba-tiba, ya. Tolong beri banyak dukungan karena kalau dukungannya dikit, bisa-bisa saya kabur mendadak.

Setiap part isinya pendek, kayak konsep ceritanya MARKMIN itu, yang Forelsket sama Odnoliub.

Rabu, 28 Juni 2023.

©LisaPutri0503

INEFFABLE » HYUCKNA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang