୨⎯ "INEFFABLE" ⎯୧
"Selamat pagi, calon istri."
Jaemin tersenyum. Dia menepuki punggung Haechan yang berbaring dengan berbantal pahanya, wajah yang lebih tua pun tenggelam di perutnya, memeluk pinggangnya erat.
"Mas Haechan jangan gitu, ih."
"Loh kenapa? 'Kan bener kamu calon istri saya."
Jaemin menggerutu, "Jangan buat aku salting pagi-lagi, Mas."
Haechan terkekeh. Dia bangkit duduk di depan Jaemin.
"Mas mandi dulu, deh. Aku udah buat sarapan tadi. Mama sama Papa juga udah pergi pagi-pagi tadi buat ke Palembang."
"Loh? Kok gak bangunin? 'Kan saya bisa anter ke bandara."
Jaemin menggeleng, "Gak perlu, Mas, Mama Papa udah dianter sama supir. Lagian mereka juga nggak tega, Mas baru sampai dari Jakarta kemarin. Pasti capek."
Benar juga, sih. Lumayan banget ini masalahnya nyetir sendirian dari Jakarta sampai Jogja. Ngantuk sendirian, nggak ada yang ngajak ngobrol, untungnya nggak ada yang ngebegal, ya.
Ada, sih. Saat sampai dia dibegal. Hatinya, tapi. Itupun sama Jaemin. Tapi enggak papa, Haechan rela dibegal kalau yang ngebegal selucu Jaemin.
"Malah bengong. Cepetan mandi, Mas. Aku tunggu di meja makan, kita sarapan sama-sama."
Haechan mengangguk, dia turun dari ranjang, lebih dulu mengecup kening Jaemin lembut. Barulah dia keluar kamar buat mandi.
Jaemin keluar. Melihat keadaan rumahnya yang sangat sepi. Biasa, sih. Jaemin sudah ditinggal sendiri oleh orang tuanya yang pekerjaannya selalu pindah-pindah tempat.
Dan kali ini Jaemin beruntung karena ada Haechan yang kebetulan beberapa minggu di Jogja, mungkin beberapa bulan. Dia ada pekerjaan yang mengharuskannya lama di Jogja.
"Dek."
"Dalem, Mas Haechan." Jaemin menatapnya, "Suka banget manggil tiba-tiba."
Haechan nyengir. Dia sudah selesai mandi, sudah berpakaian juga. Mau sarapan bersama dengan Jaemin.
"Hari ini kamu di rumah aja?"
"Iya, aku males pergi-pergi. Tapi kalau Mas mau pergi, nanti aku anter."
"Ngggak, hari ini saya mau di rumah aja. Nemenin kamu."
Jaemin mengangguk mengerti. "Mas mau sarapan lauk apa? Nanti aku ambilin."
"Apa aja, deh. Yang penting jangan kacang panjang."
Jaemin mengangguk. Mengambilkan nasi untuk Haechan barulah meletakkan lauk pauknya ke piring yang sama. Memberikannya ke Haechan. Yang dilayani diam saja, memperhatikan tangan telaten Jaemin atau sesekali wajahnya. Membuat Haechan tersenyum.
Punya pendamping hidup seru, ya. Apalagi kalau pendampingnya Na Jaemin. Haechan ngerasa beruntung banget karena selalu bertindak ngegas saat pdkt-an dulu. Dia tidak menyesalinya karena akhirnya, Jaemin jadi miliknya.
"Dek."
"Kenapa, Mas?"
Haechan mengernyit, "Kok nggak jawab 'dalem' gitu?" tanyanya protes.
Jaemin mengerjap, dia terkekeh. "Dalem, Mas Haechan. Kenapa? Lauknya nggak suka? Mau aku ganti?"
Haechan langsung tersenyum lebar. Seneng banget dia dengernya.
"Enggak, ayo sarapan."
◦•●◉✿✿◉●•◦
"Dek? Dek Nana."
Suara terjatuh terdengar. Haechan langsung melangkah menuju sumber suara. Ternyata yang jatuh itu karpet. Jaemin berdiri sembari memegang vacuum cleanernya.
"Kamu nggak papa?" tanya Haechan khawatir.
"Nggak papa kok, Mas. Hehe." Jaemin malah nyengir.
Haechan menghela napas. "Saya bantuin beberes, ya."
"Ih gak perlu, Mas. Bukannya tadi Mas Haechan lagi ngecek kerjaan?"
"Udah selesai. Jadi, saya bantuin kamu."
Jaemin menggeleng, "Ora usah! Aku bisa sendiri, Mas." Nah, medhoknya keluar.
"Usah, loh."
Jaemin mengerjap, dia terkekeh. Haechan mengernyit. Sepertinya ada yang salah sama ucapannya, nih.
"Jawabnya itu olih atau boleh aja, Mas, jangan usah." kekeh Jaemin, "Ora usah tuh kayak satu kalimat, nggak usah atau nggak perlu. Udah gak bisa dibalas penggalan katanya. Kayak usah gitu, gak bisa."
Haechan manggut-manggut mendengarnya. Untungnya Jaemin nggak suka ngisengin dia kayak Haechan suka ngisengin Jaemin, ya.
Suara vacuum cleaner terhenti. Jaemin menyimpannya mencabut kabelnya lalu menyimpan alatnya kembali.
"Loh? Kok udah selesai?"
"Ya emang udah selesai, Mas Haechan. Kita keluar aja, jajan di depan."
Haechan mengangguk mengerti. "Saya ambil uang dulu."
"Eh Mas—"
"Boleh, saya mau bayarin. Uang kamu, simpen aja."
Jaemin mendengus pelan. Dia memilih berjalan keluar rumah sembari menunggu Haechan yang sedang mengambil dompetnya.
"Ayo, Dek." ajak Haechan semangat.
Jaemin mengernyit, "Kok jadi Mas Haechan yang semangat?"
"Soalnya saya jarang jajan, hehe."
Jaemin menggeleng pelan. Mereka berjajan bersisian. Menikmati udara jam 10 pagi yang rasanya masih menyegarkan. Anginnya pun terasa sejuk hari ini.
"Dek?"
"Hm?"
"Nanti setelah menikah, kita tinggal di sini aja, ya."
"Eh? Kenapa emang?"
"Saya suka di sini."
Jaemin tersenyum, "Beneran?"
"Sebenarnya, saya suka di sini karena ada kamu, sih."
"Dih!?" Wajah Jaemin memerah mendengarnya, "Nanti abis nikah juga aku ngikut Mas Haechan, kok."
Haechan terkekeh, benar juga, sih.
"Duh! Yang udah mirip penganten baru."
◦•●◉✿✿◉●•◦
Butuh sesuatu yang manis-manis diriku ini:)
Sebenarnya, nilai bhs Jawa-ku di sekolah itu 6-7, bodoh memang:)
©LisaPutri0503 - Ineffable
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE » HYUCKNA ✔
FanfictionKarena bagi Haechan, Jaemin adalah segalanya. HYUCKNA short story Haechan! Dom Jaemin! Sub