"Bawa dia bersenang-senang dulu. Pagi ini, aku masih bersantai dengan piamaku. Bawa kemanapun yang ia mau, uangnya akan di transfer sebentar lagi!"
"Apa itu harus? Begitu gadis ini sampai ke dekapanmu, kau juga bisa mengajaknya bersenang-senang bersama, bukan?"
"Kau ingin mendapatkan uangnya atau tidak?" Suara pria dalam panggilan terdengar berat dan mengancam.
Tak ada yang bisa Zeck lakukan selain menghela nafasnya dalam-dalam.
"Dengar baik-baik, kau boleh melakukan sesuatu sesuai keinginanmu. Tapi kau tidak boleh lupa, jika aku akan selalu mengawasimu."
Zeck menelan ludahnya yang tercekat di tenggorokan.
"Kita akan bertemu nanti sore," tutur pria dalam panggilan—mengakhiri panggilannya.
Ternyata, mendapatkan uang dengan menculik gadis cantik seperti ini pun, ia harus menanti beberapa detik, menit, dan jam lagi. Setelah satu minggu lamanya mencari sosok gadis seperti yang diinginkan bosnya, lantas sekarang ia harus bersabar kembali menanti uang itu pulang ke pelukannya.
Zeck kembali mendekati si gadis. Entah, gadis itu mendengar percakapannya dalam panggilan atau tidak. Zeck semakin mendekat, menyisakan jarak satu jengkal saja. Lantas, ia berbisik pada telinga si gadis.
"Ternyata, ini belum saatnya kita berpisah gadis manis. Tapi tenang saja, aku akan mengajakmu bersenang-senang sebelum akhirnya aku menyerahkanmu pada tuan barumu. Aku akan menciptakan kenangan yang indah saat kita bersama. Sepakat?"
Zeck menyodorkan tangannya hendak memberikan jabat tangan pada si gadis. Sayang, si gadis tak merespon. Ia masih saja anteng dalam diamnya. Seolah bisikan Zeck barusan, sama sekali tak mempengaruhi dirinya. Gadis itu tenang, tanpa sedikit pun tersentuh kepanikan.
Melihat pemandangan itu, tentu saja sedikit membangkitkan rasa heran Zeck. Dirinya mulai menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Pikiran yang mulai diserbu ribuan pertanyaan tak terduga itu, telah berhasil menggambar beberapa garis kerutan di kening Zeck.
Memangnya apa yang sedang dipikirkan si gadis? Mungkin saja tenang adalah cara dirinya mempertahankan diri? Cara untuk mengelabui Zeck? Mengelabui apa? Yang diikat pada si gadis hanya tangannya saja, kalaupun gadis itu ingin kabur—ia masih bisa menggunakan kakinya untuk berlari, bukan?
Jauh dari dugaan Zeck. Si gadis itu justru sangat menanti-nanti hal ini terjadi dalam hidupnya. Bahkan, berharap ada orang misterius tiba-tiba membawanya pergi dari kehidupannya--itu sudah menjadi doa utamanya.
Name tagnya masih terpampang di dada sebelah kanannya, bertuliskan sebuah nama. Elmila Bagnel. Nampaknya, sudah tak asing saja bagi Zeck.
"Bagnel. Bagnel. Bagnel." Zeck terus menggumamkan nama belakang milik si gadis, Elmila--atau dirinya lebih suka disapa Mila.
Mila, gadis yang sedang menempuh pendidikan di sekolah menengah pertama itu, sangatlah membenci rutinitas sehari-harinya. Sewaktu-waktu, dirinya ingin keluar dan terbang bebas seperti burung-burung di pagi hari yang selalu dilihatnya--ketika dirinya dalam perjalanan menuju sekolahnya.
Hidup bersama keluarga yang sederhana--bahkan terbilang pas-pasan--membuat Mila muak terus mendapatkan ejekan dari teman-teman sekolahnya. Belum lagi, keadaan Mila yang memiliki kekurangan--menjadikan dirinya sebagai sasaran empuk jadi bahan olok-olokan--bagi para siswa yang mempunyai kekuasaan di sekolahnya.
Mereka bisa menjahili, memukul, menginjak, sampai menjerumuskan Mila ke tempat sampah di belakang sekolahnya. Mereka bisa melakukan apapun pada Mila.
Dan jika Mila mengadukan hal itu pada pihak sekolah, tak ada yang benar-benar mau menyelam ingin tahu pada keluh kesahnya. Semuanya hanya mendengar raungannya saja. Tanpa ada seorang pun, yang mau memberikan ruang pada Mila untuknya bercerita.
Ibu dan satu kakak perempuannya juga tak bisa berbuat banyak. Usia ibunya sudah tak muda lagi. Ditambah belakangan ini, anemia yang dideritanya juga sering kambuh.
Kakak perempuannya terpaksa putus sekolah demi menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian ayahnya. Dirinya bekerja di sebuah toko roti, dimana sepulang kerja ia selalu membawakan satu box kecil berisi tiga buah roti gandum yang ia beli dari uang hasil jerih payahnya.
Beruntungnya saja, Mila dapat diterima bersekolah di salah satu sekolah besar di tengah kota. Sebab, hanya sekolah itu saja yang menerima siswa tak mampu seperti Mila. Bukannya ia tak mau bersyukur dapat bersekolah di sana, diterima saja Mila sudah sangat senang.
Namun, apakah orang yang berkekurangan seperti dirinya harus diperlakukan berbeda? Dikucilkan, diasingkan, sampai tak dianggap. Bukankah sekolah adalah tempat untuk memanusiakan manusia?
Tapi nampaknya, di kota tempat tinggalnya ini--sekolah justru menjadi tempat pamer harta dan kekuasaan. Dimana, anak yang berasal dari keluarga berada, lebih diperhatikan dan dihargai.
Beberapa waktu lalu, saat Mila tengah mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk masuk ke dalam sekolah yang mengerikan, seperti biasa, ia kembali bergumam merapalkan doa utama yang tak pernah lupa untuk dipanjatkan.
Tapi pagi itu, perasaan Mila sedikit tidak nyaman. Entah darimana datangnya, tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba Mila merindukan sosok ayahnya yang telah tiada itu.
Ini sudah tahun ketiga dari waktu kejadian, Mila tak berkunjung ke tempat sang ayah mati mengenaskan di tempat kerjanya--terkena amukan kekesalan masyarakat yang tertindas oleh perlakuan ayahnya. Mila memang ingin sekali pergi berkunjung ke sana. Hanya saja, ia tak punya uang lebih untuk menaiki angkutan kota--pergi menuju gedung tua terbengkalai di ujung kota.
'Aku berharap. Di hari ini, di waktu ini, di jam ini, menit ini, detik ini, tepat dimana aku berada sekarang, ada seseorang yang membawaku pergi. Terserah kemana, yang pasti, membuatku pergi dari sekolah yang menyiksa ini.'
Dan tak butuh waktu lama. Kali ini, doanya benar-benar terkabul. Seorang misterius tiba-tiba saja langsung meringkus dirinya. Belum sempat dirinya berontak untuk melarikan diri, dirinya sudah dimasukan ke dalam mobil lalu diikat dan ditutup matanya--membuat Mila tak bisa berkutik.
Tadinya ia memang panik. Namun, tidak lama paniknya langsung berhenti--sejak ia teringat akan doa yang selama ini selalu ia harapkan. Mungkinkah ini memang perwujudan atas doa-doanya selama ini?
Seketika Mila kembali tersadar dari lamunannya mengingat kejadian beberapa waktu lalu--begitu permukaan kulit seseorang menyentuh kedua kulit pipinya. Sentuhan itu terus menyusuri sampai ke belakang kepalanya.
Ikatan kain yang mengelilingi kepalanya terasa semakin mengendur hingga akhirnya terlepas. Awalnya, hanya pandangan kabur yang bisa Mila lihat. Hingga perlahan, butiran-butiran buram itu berkurang di pandangannya, memperlihatkan dengan jelas sesosok pria berambut pirang--sedang melihat ke arahnya.
Mila menangkap sebuah senyuman yang terlempar dari raut bahagia Zeck. Bagi Zeck, itu adalah senyuman jahat, dimana siapapun yang melihatnya, maka akan merasa takut dan terancam.
Tapi Mila tak menangkap senyuman jahat itu. Bagi Mila, senyuman itu seperti sebuah sambutan hangat dari sang malaikat penyelamat.
Selesai membuka ikatan kain yang menutupi matanya, kini Zeck sibuk membuka ikatan yang melilit di tangan Mila juga. Sementara, pandangan Mila mulai menyusuri sekitar. Ruangan gelap dan sepi. Hanya beberapa sinar mentari yang masuk, menjadi satu-satunya sumber cahaya di dalam ruangan yang cukup luas ini.
Kelihatannya tidak asing lagi bagi Mila lihat. Ini memang tempat yang Mila tuju, bukan? Tempat sang ayah mati. Ya. Inilah tempatnya.
Zeck mulai bangkit berdiri, masih dengan senyuman jahatnya--menurutnya.
"Kejutan gadis manis!" Zeck melebarkan kedua tangannya, berharap gadis muda dihadapannya ini terkejut. Ia begitu menantikan jeritan histeris keluar dari mulut si gadis.
Anehnya. Bukan Zeck yang berhasil mengejutkan Mila. Melainkan, Mila yang mengejutkan Zeck dengan perlakuannya.
Ada apa? Mila takkan menyerang Zeck secara tiba-tiba, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks, KIDNAPPER
Short StoryMila tak tahu jika saat ini, dirinya sedang dalam masalah besar. Pria berambut pirang itu, mempunyai niat buruk padanya. Ia akan menyerahkan Mila pada seorang yang memimpin sebuah komunitas ilegal dan tersembunyi. Dan Mila, sama sekali tak tahu akan...