Mila baru saja tersadar dari lamunannya--mengenang semua masa lalu bersama mendiang ayahnya. Jika Mila bisa menjelajahi waktu, pasti ia akan kembali ke masa lalu menemui sang ayah tercinta.
Kini, hanya kesendirian yang ada. Mila hanya bisa memanjatkan doa terbaik untuk ayahnya. Lantas dirinya segera beranjak, mengusap air mata yang turun oleh kedipan matanya.
"Lihatlah ayah, sekarang putrimu sudah besar." gumamnya begitu lirih dalam hati.
Ini saatnya Mila kembali pada realita saat ini. Menjalani hari yang tak disukainya, tapi bukan untuk saat ini. Karena adanya malaikat penyelamat itu, Mila bertekad akan menjadikan hari ini sebagai hari yang paling berkesan dalam hidupnya.
Semua tempat yang memiliki kenangan bersama mendiang ayahnya, pasti akan Mila kunjungi hari ini. Dia akan membayar semua kerinduannya pada sang ayah.
Lantas sekarang, dimana sang malaikat penyelamat itu?
Pandangan Mila langsung mengitar ke sekelilingnya--begitu ia melihat di pintu masuk--nyatanya pria berambut pirang itu sudah tidak ada. Tak menyerah begitu saja, kini Mila keluar dari lautan bunga lavender yang mengerumuninya.
Terus dicarinya, sampai pada akhirnya ia menemukan keberadaan malaikat penyelamatnya tengah berada di taman bermain--sebrang taman bunga. Sigap Mila berlari menghampiri dan meraih tangan Zeck--yang masih anteng dalam lamunannya.
Begitulah Zeck saat ini, masih menatap gadis cantik dihadapannya. Perlu dirinya akui, kecantikan gadis tuli itu memang tak bisa diragukan lagi. Siapa saja yang menatapnya dengan jarak dekat--seperti yang ia alami sendiri--pasti akan terpana untuk beberapa saat oleh rupanya yang memesona.
Terutama oleh tatapan rona birunya yang seolah mengandung sihir--membuat Zeck enggan berpaling ke arah yang lain. Sejenak, lamunannya hampir kembali mengingatkan dirinya pada seseorang di masa kecilnya--seseorang yang memiliki mata dengan rona sama seperti gadis tuli ini. Tiada lain dan tak bukan adalah ibundanya.
Namun sayang, lamunan itu kembali terbuyar, begitu Mila menyodorkan papan tulis kecil andalannya.
'Ayo kita bersenang-senang sebentar!'
Zeck mengkerut, sedikit bingung. "Kau mau bermain di taman ini?"
Mila tak mempedulikan ucapan Zeck. Selain karena memang tak mendengarnya, terus terang saja Mila sudah tidak sabar ingin segera mencoba beberapa wahana permainan di dalam taman bermain itu. Menurut Mila, keberadaan Zeck di depan taman bermain itu, mungkin untuk mengajaknya bermain pula.
Mila menarik tangan Zeck hingga keduanya masuk ke dalam area taman bermain. Lantas, Mila langsung berlari penuh antusias, menghampiri ayunan sebagai wahana permainan pertama yang dikunjunginya.
Alhasil, niat Zeck untuk melarikan diri dari sang gadis tuli itu pun gagal. Dirinya tak bisa pergi begitu saja dihadapannya sekarang. Mila melambaikan tangannya, seolah mengajak Zeck agar menghampirinya.
'Kau bisa bantu dorong ayunan ini, kan?' tanya Mila, lewat tulisan tangannya di papan tulis kecil.
Tak ada pilihan lain untuk Zeck mengikuti keinginannya saat ini. Begitu pesan dalam papan tulis itu sudah Zeck baca sepenuhnya, ia pun beranjak menghampiri Mila, berdiri di belakangnya, kemudian mendorong ayunan itu sampai terayun.
•°•°•
"Dorong lebih kencang, Ibu!"
Zeck langsung melirik ke arah suara itu berasal. Dan alangkah terkejutnya dirinya, melihat sosok ibunya tahu-tahu sudah berada di sampingnya. Zeck yakin, dirinya masih dalam keadaan sadar. Saat ini dirinya juga masih mendorong ayunan yang dinaiki Mila.
Tapi kenapa, ibunya tiba-tiba menampakkan wujudnya seperti ini?
Zeck terus menatap wanita di sampingnya itu. Di kursi ayunan yang tengah didorong oleh ibunya, terdapat seorang anak laki-laki yang duduk di atasnya. Tak perlu bertanya siapa, Zeck pun tahu, itu adalah dirinya.
"Kau senang, Ed?"
"Sangat. Aku sangat senang." jawab Zeck kecil, diakhiri dengan tawa lucunya.
Betapa Zeck masih mengingat kenangan manis itu. Bahkan, rasa senang yang ia rasakan kala itu, bukanlah sandiwara. Itu adalah kali terakhir dirinya berkunjung ke taman bermain bersama sang ibu. Sebelum setelah itu, rasa senang yang pernah menghiasi hatinya, seketika lenyap dicabik oleh kenyataan pahit.
Kini Mila turun dari ayunannya, menuju sebuah perosotan. Zeck mengikuti kemana Mila pergi, dan dia senantiasa akan menangkap Mila--begitu dirinya meluncurkan tubuhnya ke bawah.
Tapi bayangan ibunya dengan dirinya sewaktu kecil, masih saja mengikutinya. Tak jauh dari keberadaan Zeck saat ini, ia menyaksikan bayangan sang ibu dan Zeck kecil tengah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Zeck dengan Mila.
Saat Zeck membantu menemani Mila naik wahana jungkat-jungkit, di saat itu juga bayangan ibunya muncul menampakkan diri bersama bayangan Zeck kecil. Saat Zeck berlari, bayangan ibunya juga berlari. Zeck menuntun tangan Mila, bayangan ibunya juga sama menuntun Zeck kecil.
Terus menerus, seolah bayangan ibunya tak puas membuat Zeck gelisah dan kebingungan. Sedikit Zeck kesal dengan keberadaannya di taman bermain ini. Nyatanya, ingatan masa kecilnya justru malah membuatnya berhalusinasi. Alhasil, kenangan yang sudah lama bersemayam di memori ingatannya, kini terulang kembali dirinya saksikan.
Hingga sebuah hal mengejutkan terjadi, tiba-tiba saja Mila terjatuh. Sigap, Zeck langsung menolongnya.
"Ibu ... aku terjatuh." Dan untuk kedua kalinya, Zeck mendengar suara itu lagi. Tapi ia berusaha untuk tak menghiraukan.
Zeck mengibaskan tangannya, mengusir debu dan bebatuan yang menempel pada pakaian dan kaki Mila.
"Kau tidak apa-apa? Ada yang sakit?" Zeck memastikan, berharap tak ada luka yang serius di kaki Mila.
Semuanya memang baik-baik saja. Hanya saja, cucuran air mata yang turun membasahi rumput hijau yang dipijaknya, berhasil menyita perhatian Zeck. Untuk pertama kalinya, ia menyaksikan tangisan dari seorang gadis tuli, dan Zeck bingung bagaimana cara menenangkannya.
Seketika, ia teringat pada suara yang dihiraukannya beberapa saat yang lalu. Suara saat Zeck kecil memberitahu sang ibu, jika dirinya terjatuh. Zeck mengingat-ngingat, selanjutnya apa yang dilakukan ibundanya kala itu.
"Tenanglah Ed sayang, Ibu di sini. Ayo kemari, biar Ibu beri pelukan untukmu."
Haruskah saat ini Zeck memeluk gadis tuli itu? Terlebih, hubungannya dengan Mila itu hanya sebatas seorang penculik dan korbannya.
Tapi, melihat Mila terus meneteskan air matanya, lama-lama membuat Zeck tak tega melihatnya. Zeck pasti akan terus dilema, jika dirinya tak mendengarkan ucapan ibunya.
"Ed, Ibu sangat berpesan kepadamu, jangan biarkan orang di sekitarmu, orang terdekatmu, sekalipun berada dihadapanmu, meneteskan air mata kesakitan. Baik itu karena ulahmu, atau bukan. Jika karena ulahmu, minta maaflah. Dan jika bukan, berilah sebuah pelukan. Karena sesungguhnya hanya itu yang mereka butuhkan."
Zeck sendiri tak percaya dengan yang dilakukannya saat ini. Dirinya, benar-benar memeluk Mila--persis seperti yang dilakukan ibunya sewaktu dirinya terjatuh kala itu.
Rupanya, pelukan yang Zeck berikan itu tidaklah sia-sia. Air mata kesakitan yang sebelumnya mengalir membasahi pipi Mila, kini surut, seolah mata airnya mengering.
Mila ternanap. Pelukan yang Zeck berikan, langsung mengingatkan dirinya pada sosok ayahnya yang telah tiada. Mungkinkah pelukan ini adalah untuk melunasi kerinduannya pada mendiang sang ayah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks, KIDNAPPER
ContoMila tak tahu jika saat ini, dirinya sedang dalam masalah besar. Pria berambut pirang itu, mempunyai niat buruk padanya. Ia akan menyerahkan Mila pada seorang yang memimpin sebuah komunitas ilegal dan tersembunyi. Dan Mila, sama sekali tak tahu akan...