-DATANGNYA MALAIKAT MAUT?-

29 1 0
                                    

Dengan segala kekuatannya yang dimiliki, Zeck mencoba untuk bertahan, berusaha melawan untuk memberikan serangan pada Victor dan dua anak buahnya.

Seolah perbandingan bukanlah masalah. Memanfaatkan cara bela diri yang selama ini ia pelajari bersama teman jalanannya, Zeck mampu mempertahankan dirinya tetap berdiri meski harus menghadapi ketiga orang yang telah menjadi musuhnya, dari semenjak beberapa waktu lalu.

•°•°•

Ibu, maafkan aku. Karena aku telah kecewa padamu. Maaf, karena pertemuan kita setelah sekian lama berpisah--harus diiringi cucuran air mata kesedihan. Kesedihan yang kaya akan penyesalan.

Ibu, meskipun aku menyimpan rasa kecewa yang besar terhadapmu, tapi jujur saja, hatiku tak bisa menanam benci untukmu. Kasih sayangmu dahulu, membuat dendamku menjadi tak berdaya. Karena bagaimanapun juga, kau pernah memberikanku kelembutan dan kehangatan dari kasih sayang seorang ibu.

Sebelum duniaku gelap dan dingin, dulu kau pernah membuat duniaku indah nan cerah. Kau memupuk hatiku dengan kebaikan. Mengajarkanku apa itu peduli, saling membantu, mengasihi, menyayangi dan juga berbagi.

Meski kehidupanku sekarang gelap gulita, banyak bergaul dengan keburukan dan kesalahan. Masa laluku buruk, masa depanku juga suram, begitu juga dengan masa kini yang tak ada bedanya. Akan tetapi, kecil harapan, aku juga masih punya mimpi.

Ya, tentu saja. Mimpi untuk menjadi pahlawan bagimu, Ibu. Bagi keluarga kecilku. Apa menurutmu aku sudah melupakan mimpi masa kecilku itu, Ibu?

Saat aku berkata 'aku ingin menjadi pahlawan untuk Ibu', saat itu juga aku menanam keyakinan yang besar dalam hati bahwa suatu saat, mimpi itu pasti akan terwujud. Entah kapan, tapi setiap saat, setiap nafasku berhembus, setiap jantungku berdetak, setiap mataku berkedip, aku selalu percaya bahwa hari dimana mimpiku akan terwujud, itu pasti ada.

Dan hari ini, di waktu sore ini. Ditemani langit jingga yang mulai gelap, aku berhasil mewujudkan impianku, Ibu. Impian untuk menjadi pahlawanmu.

"Dasar Zeck, berengsek!" Victor mendaratkan satu pukulan mantap di dada Zeck bagian bawah, hingga membuat mulutnya memuntahkan banyak darah.

Zeck tak mau larut meratapi darah yang baru saja keluar dari mulutnya. Dengan cepat, ia langsung mendorong Victor hingga terjatuh, kemudian menginjak perutnya dengan sangat brutal.

Meski saat ini aku masih belum tahu, mana di antara kami yang akan kalah. Mereka, ketiga orang sialan yang masuk ke dalam organisasi ilegal itu, atau aku, seorang yang telah lama berkecimpung dalam dunia kejahatan.

Dua anak buah Victor segera mengepung Zeck, menekuk kedua tangannya, hingga membuat Zeck tak bisa berkutik. Victor langsung bangkit dan memanfaatkan kesempatan itu untuk menghabisi Zeck.

Semuanya sama-sama buruk. Tak ada satu pun yang baik di antara kami semua. Tapi ini bukan masalah baik atau buruknya di antara kami. Ini tentang aku. Tentang seorang anak yang mempunyai mimpi untuk melindungi ibu dan keluarga kecil yang dimilikinya.

Serangan demi serangan, tonjokkan, pukulan juga tendangan semuanya mendarat tepat di seluruh tubuh Zeck, termasuk wajah dan kepalanya. Begitu kedua anak buah itu melepaskan pegangannya, Zeck langsung terkapar tak berdaya di atas rumput kering.

Aku harap, Ibu tetap bertahan di dalam rumah. Menyaksikanku bergulat dengan orang-orang sialan di balik kaca jendela. Jangan pedulikan aku, Ibu. Mereka ini adalah masalahku. Biarkan aku sendiri yang menyelesaikannya.

"EDDD!!!"

Sebuah teriakan histeris dari dalam rumah, mencuri perhatian ke empat orang di luar.

Victor menyeringai, memperlihatkan senyum jahatnya. "Aku terlalu sibuk ingin menghabisimu, sampai-sampai lupa memastikan apa yang ada di dalam rumah itu. Pasti di dalamnya terdapat sebuah harta yang berharga bagimu." Sigap, Victor mulai bergegas menghampiri keberadaan rumah tersebut.

Sementara di dalam rumah, Tara yang menyadari bahwa pria bermantel merah bata yang jahat itu telah mengetahui keberadaan mereka, lantas bergegas meminta ibunya dan Mila untuk mencari tempat persembunyian.

"Tapi Ed tergeletak di sana. Ibu tak bisa membiarkannya sendiri."

"Kita akan mencari cara untuk menyelamatkan kakakku, tapi pertama kita harus melindungi diri kita terlebih dahulu, Ibu!"

"Mengapa kita harus melindungi diri dulu, sementara Ed tidak?" sanggah Elen, sedikit mengejutkan. "Ed rela mempertaruhkan nyawanya hanya untuk melindungi kita, lantas kenapa kita tidak? Kita juga harus menghadapi mereka dan melawannya, Tara. Tidak." Sejenak Elen menghela nafas, "Ibu yang akan menghadapinya. Ibu akan melawan ketiga pria sialan itu. Kau, cepat bawa Mila untuk berlindung ke tempat yang aman!"

"T-tidak Ibu, apa yang kau pikirkan? Menurutmu apa bisa kau melawan ketiga pria di luar itu?" Sigap Tara meraih tangan ibunya begitu erat.

"Memangnya kenapa? Kau meremehkanku?" Ibunya semakin berontak ingin lepas dalam genggaman erat Tara.

Di tengah situasi yang mencekam itu, secara mengejutkan Mila membuat sebuah keputusan, yang sangat tidak diinginkan oleh ibu dan kedua kakaknya--termasuk dirinya sendiri. Lantas Mila membuka kunci pintu rumah, sehingga pintu itu terbuka dan langsung menyita perhatian Elen dan Tara.

Mila memegang sebuah papan tulis yang bertuliskan, 'Ketiga pria itu ada, karena mengincar diriku. Maka, bila aku pergi bersamanya, semuanya pasti akan baik-baik saja.' Perlahan tapi pasti, langkah Mila semakin mundur, hingga hampir keluar dari dalam rumahnya.

"T-tidak, Mila, jangan lakukan itu! Sekarang kembali ke dalam rumah!" perintah Elen, penuh ketakutan di setiap hembusan nafasnya.

Tentu saja, melihat pintu di buka lalu di hadapkan dengan seorang gadis cantik, sigap Victor langsung menarik tangan Mila hendak membawanya pergi.

"Kalian ini, apa harus ada pertumpahan darah seperti ini dulu untuk menyerahkan seorang gadis saja? Kasihan sekali kalian." tutur Victor dengan nada merendahkan, kemudian mulai mengambil langkah untuk pergi dari sana.

Elen dan Tara berusaha untuk mengejar, namun sayangnya ditahan oleh kedua anak buah Victor. Hingga sampai Victor berbalik untuk pergi kembali menuju keberadaan mobilnya, secara mendadak sekujur tubuhnya seolah membeku kaku. Sorot matanya getar penuh ketakutan.

Bak berpapasan dengan malaikat pencabut nyawa, Victor mematung. Bahkan, untuk menelan air ludahnya yang tercekat di tenggorokan pun rasanya Victor tak berani. Lantas, siapa yang tengah berhadapan dengan Victor tersebut?

Thanks, KIDNAPPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang