Lelaki itu, harus mengerti

1K 29 2
                                    

Back lagi ehey, udah cukup lama ya el ngilang lagi wkwkwk.

HAPPY READING GUYSS!

***

Hazel yang awalnya sangat lapar kini tidak mood untuk makan lagi. Bagaimana caranya sih? Minta maaf ke Vano itu bagaimana agar bisa luluh?

Saat ingin memasak, Hazel mencium wangi masakan dari arah dapur.

Ternyata di dapur ada Vano yang baru saja memasak.

Vano memasak nasi goreng. Yaaa Vano kan orang kaya, jadi ga terlalu sering masak, jadi dia cuma bisa masak air, nasi, nasi goreng, dan mie instan doang.

Vano makan dengan tenang dan menyisakan nasi goreng buat Hazel.

Hazel duduk di hadapan Vano dengan canggung. "Wah, kamu bisa masak rupanya" Hazel mencoba memecah keheningan.

"Hmm" Balas Vano tanpa melirik sedikipun.

Hazel merasa bersalah, lalu menatap Vano dengan tatapan memelas.

Hazel makan dengan suasana canggung yang kini menyelimuti. Sesekali Ia melirik Vano yang sedang membaca artikel yang tertera pada tab nya.

Vano hanya sarapan teh dan roti yang membuat Hazel bertanya-tanya apakah kenyang hanya mengonsumsi itu untuk pagi?

"Kamu kenyang hanya makan itu saja?" Tidak ada tanggapan dari Vano untuk pertanyaan Hazel.

Hazel sedih. Mengapa Vano harus menjauhi bahkan mendiaminya?

Hazel dengan cepat beranjak ke kamarnya dengan tangis yang sudah pecah.

"Cengeng amat sih Zel" Ucapnya seraya menghapus buliran air mata yang turun terus menerus.

Hazel menutup pintu kamarnya dan duduk di bawah ranjangnya dengan posisi menumpu kepala di atas kedua kakinya yang menekuk.

Apa karena faktor kehamilan sehingga Ia menjadi cengeng begini?

Saat menunduk dan menghapus air matanya, kedua buah tangan menangkup wajahnya dan menghapus jejak air matanya dengan lembut.

"Va-vano" Bukannya berhenti, tangis Hazel semakin kencang.

"A-aku minta maaf.. Kemarin Aku gak tau kenapa marah sama Kamu. Aku--aku ga bermaksud begitu" Setelah menyelesaikan kalimatnya dengan sesenggukan, Vano membawa Hazel ke dalam dekapannya.

"Syuutt, Kamu jangan nangis terus. Nanti anak kita sedih Mamanya nangis mulu" Vano menenangkan Hazel dengan usapan lembut di kepalanya.

Beberapa saat kemudian tangis Hazel pun mereda. Ternyata Hazel pun terlelap dalam dekapan Vano. Vano memindahkan tubuh Hazel ke atas kasur.

"Bumil cengeng" Vano terkekeh saat memandangi wajah Hazel yang baru menangis.

***

"Vano"

"Vano?!"

"VANO"

Hazel memanggil Vano tetapi tak sekalipun disahuti yang membuat Hazel menangis kembali. Apa dirinya ditinggalkan? Apa Vano kembali benci padanya? Bukannya tadi Vano memeluknya?

Saat memegangi wajahnya yang berderai air mata, Vano buru-buru membuka pintu dengan ekspresi panik.

"Kamu kenapa Zel?" Ucapnya dengan melangkah ke arah Hazel.

Hazel mendongakkan kepalanya dengan menarik ingusnya yang ber keluaran. "Vano!" Dengan semangat Hazel memeluk Vano.

"Aku pikir Kamu ninggalin Aku. Saat Aku buka mata dan ga lihat Kamu, Aku takut" Jelasnya masih di dalam dekapan Vano.

"Tidak mungkin Aku ninggalin Kamu dan anak kita kan? Aku seorang lelaki yang sudah mempersunting kamu. Kamu tanggung jawab aku saat ini. Bagaimanapun seorang wanita Lelaki itu, harus mengerti" Jelasnya dengan sabar.

"Aku minta maaf sudah mendiamkan kamu beberapa saat lalu. Aku hanya memberi ruang padamu. Supaya kamu dapat mengendalikan emosi bumil yang meledak-ledak ini" Vano menyatukan kening mereka dan menggesekkan hidung mereka.

"Ma-makasih Vano. Aku bersyukur mempunyai kamu yang mengerti Aku. Selanjutnya Aku berusaha bersikap lebih dewasa lagi ya" Ucap Hazel dengan senyuman manisnya.

"Nah gitu dong. Jangan nangis lagi ya, Dedeknya pasti sedih juga kalau Mamanya sedih. Makanya kamu jangan sedih-sedih lagi ya!"

"Tentu!"

Kedua pasutri itu pun berbaikan dan membicarakan banyak hal tetang satu sama lain. Seperti Deep talk lah.

***

"Kamu ga kerja?" Hazel sedang menonton TV dengan posisi bersandar di dada Vano.

"Bagaimana bisa Aku ninggalin bumil ini sendirian?"

"Hehehe, Makasih udah ngertiin Mamah ya Papa!"

Entah ada sengatan listrik dari mana yang membuat jantung Vano berdegup kencang. Jujur saja, sampai saat ini Vano belum terbiasa dengan sebutan Mama Papa. Jadi, wajar-wajar saja kan Vano deg-deg an?

"Itu tugas Aku, Zel."

"Tugas Aku apa?"

"Tetap di samping Aku sampai selama-lamanya"

"Selama-lamanya berapa lama?" Hazel terkekeh singkat dengan pertanyaan absurd nya.

"Pokoknya lama banget deh. Udah, ayo kita makan malam. Bumil harus rajin makan" Vano menggendong Hazel dengan perlahan supaya perut Hazel yang sudah membuncit itu tidak mengenai benda apapun.

"Aku berat ya?" Vano bingung harus menjawab apa. Saat membaca artikel tentang sifat wanita, hal ini disinggung. Katanya 60% lelaki gagal menjawab, atau kata halusnya tidak menyenangkan pihak wanita.

"Lumayan"

"Lumayan itu berat atau berat banget?"

"Sesuai buat ibu hamil" Jawab Vano masih dengan kesabaran luar biasanya.

Saat mendaratkan Hazel di kursi, Perempuan itu mencebikkan pipinya. "Berarti kamu pernah gendong bumil lain?" Kan, kan, kan. Apa Vano bilang?

"Bukan sayang. Menurut Aku, mau seberat apapun kamu dan anak kita,Aku tetap ga masalah."

"Ooo, berarti berat ya"

"Astagaaa" Vano mendengus frustasi. Bukannya baru aja baikan ya?

***

Hai mentemen. Maaf udah lama ga up. El sibuk banget belakangan ini hehe.

"Halah, bentar lagi juga ilang lagi" --Hazel

"E-eh, engga kok"

"Bohong!"

"Hehehe doain aja ya mentemen. Si Hazel ngeselin soalnya, mau El iket dulu. Babay"

--Batas suci El yang cantik.


Hamil Diluar NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang