BAGIAN ENAM

540 73 48
                                    

Happy Reading.


Berjalan bersisian makin mendekati tempat di mana pemuda itu tinggal membuat netranya membidik pada seseorang yang sedang menyandarkan punggung di dinding lorong. Ketiganya diam tanpa wicara, napas tiba-tiba terasa sukar dilakukan. Renjun terutama, pemuda yang paling peka dengan ketegangan di antara dia dan mantan suaminya itu tiba-tiba kesusahan memompa jantung untuk tetap hidup.

Kakinya mendekati Mark, lelaki yang sudah menunggu dirinya sejak setengah jam lalu. Tubuhnya menegap, Renjun mengambil ancang-ancang mengajak Mark berbicara namun ditolak halus—kasar oleh mantan suaminya.

"Kakak nggak ngabarin dulu kalau mau mampir?"

"Saya nggak ada waktu," tegas Mark menjawab ucapan Renjun. Matanya menatap ke arah Jaemin, mencuri pandang pada mantan sahabatnya yang baru saja ia temui berjalan bersisian dengan pemuda di hadapannya. "Saya akan menjemput Chenle untuk ikut bersama saya ke acara ulang tahun pernikahan orang tua saya besok."

Renjun menelan ludah. Ia tak benar-benar fokus dengan ucapan Mark sebab maniknya sibuk menatap cara lelaki itu berbicara, bagaimana wajah datar dan tegas juga nadanya yang berbeda, jauh berbeda ketika mereka masih bersama. Renjun mengangguk mengerti, bukan karena ucapan Mark melainkan perubahan pada lelaki itu. Renjun harusnya tak berharap lebih, syukur-syukur Mark masih mau menampung dirinya dan menjaga rahasia kecilnya.

"Kalau gitu saya pamit."

"Kakak nggak mau mampir dulu?"

Mark melirik ke arah Renjun, tatapannya merendahkan dan mencemooh mantannya. "Dan menganggu acara kalian? Tidak, silahkan lanjutkan."

Renjun menggeleng panik ketika Mark mengambil kesimpulan yang salah. Pemuda itu lekas menghampiri Mark dan menyusul bagaimana kaki panjang lelaki itu berjalan meninggalkannya di depan mata Jaemin, seseorang yang hanya diam menjadi penonton keduanya.

Jaemin melihat bagaimana pemuda dari bayi yang tengah digendongnya—sebab Renjun sudah cukup kesusahan membawa pampers dan susu milik Chenle yang tak mau diambil alih olehnya. Oleh karenanya, Jaemin berbaik hati menawarkan diri untuk menggendong Chenle. Naasnya, malah berbuah kesalah-pahaman yang muncul dari mantan suami pemuda itu.

"Kak, tunggu!"

"Berhenti mengejar saya."

"Kak Mark dengerin penjelasan Renjun dulu. Aku nggak ada apa-apa sama Jaemin, aku nggak—"

"Jangan bikin saya muak dengan kebohongan-kebohongan kamu."

Renjun menggeleng. Ia berhasil mencegat Mark untuk berhenti. Tubuhnya berdiri tepat di depan lelaki itu, maniknya menyua ke arah mantan suaminya. Matanya berkaca-kaca, belum lagi napasnya tersengal karena empunya kewalahan mengikuti langkah kaki Mark.

"Aku nggak ada apa-apa sama Jaemin, Kak. Tolong dengerin penjelasanku, biarin aku ngelurusin sesuatu yang—"

"Yang nggak perlu kamu lakuin. Kamu pikir mata saya katarak dan rabun? Kamu pikir saya dan orang tua saya malam itu memiliki penglihatan buruk sehingga tak bisa melihat bagaimana kotornya kamu menodai rumah saya?"

Mark berkata tegas pada pemuda itu. Ia perlu mendisiplinkan Renjun yang terus-terusan menganggap bahwa mereka masih terikat, sedang palu hakim sudah memutuskan bahwa mereka telah bercerai setahun lalu. Tepat seminggu saat ia melihat pemuda ini bercumbu dengan sahabatnya sendiri di atas ranjang kamar milik mereka. Saat matanya melihat bagaimana pemuda yang sudah ia berikan kepercayaan nyaris telanjang bulat dengan seorang lelaki di atas tubuhnya. Renjun pikir, Mark ini bodoh atau bagaimana?

Apa Renjun tetap bisa berkilah saat tak hanya dia yang melihat kejadian menjijikkan itu?

Mark bahkan mempertaruhkan nama dan posisinya sebagai putra tunggal Jaehyun Alexander ketika menikahinya, ia sudah bertindak kurang ajar dengan mengancam bubunya yang tak menyetujui pernikahan mereka. Sekarang ia tahu kekhawatiran Taeyong saat itu benar, bahwa seseorang seperti Renjun memang tak pantas dijadikan pendamping hidup.

SINGGAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang