Kalau pada akhirnya aku milih buat lepasin kamu, itu bukan karena aku nggak lagi mencintai kamu. Rasaku sama seperti pertama kali semesta menemukan. Rasaku masih sebesar saat kamu jadi milikku. Tapi aku sadar, sebesar apa pun usahaku untuk terus mil...
Tak sedikit pun ada niat yang terbesit dalam pikirannya bahwa dia sengaja mengabaikan pesan dari Jaemin sejak lima belas menit serasa lima minggu bagi Yangyang. Pemuda itu menatap layar ponselnya beberapa kali, ia memandang bagaimana chat yang dikirimkan oleh kekasihnya setelah tiga hari mereka lost contact akibat kejadian itu. Tiga hari itu, Yangyang benar-benar sibuk mengikuti serta mempersiapkan segala rangkaian untuk melamar kerja.
Butuh effort besar untuk membuat dirinya lupa pada Jaemin meski tak akan bisa dia lakukan. Meski sudah diwanti-wanti untuk mengabaikan Jaemin andaikan lelaki itu mencarinya, Yangyang tetap saja menunggu pesan lelaki itu hingga hari ini notification dari kontak kekasihnya muncul di ponselnya.
Yangyang membuka pesan itu lima menit kemudian, namun membiarkan deret kalimat itu terbaca tanpa dibalas olehnya. Ia hanya memandang roomchat milik Jaemin, mengembuskan napas gusar ketika hanya ada satu pesan dari kekasihnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lagipula jika dipikir-pikir tidak ada yang mengesankan dari chat setelah tidak berkomunikasi tiga hari. Jaemin malah menanyakan tempat di mana ia melamar kerja, bukan bagaimana keadaannya, sedang mengapa dirinya atau hal apakah yang menyebabkan Yangyang sengaja memutus kontak sementara dengannya. Embuskan napas dihelakan, Yangyang memandang langit-langit kamarnya beranjak untuk tidur sebelum dering ponsel menggangu pejaman matanya.
baby calling
Yangyang memastikan bahwa itu adalah kontak Jaemin. Ia memastikan bahwa foto profilnya sama hingga kemudian benda pipih diletakkan lebih dekat ke telinga untuk mendengar suara—cercaan Jaemin.
"Halo?"
"Oh masih ada, sengaja gak bales biar ditelepon?"
Yangyang berdecak. Pemuda itu jadi makin berani ketika moodnya sedang tidak stabil karena ia belum mendapat panggilan pekerjaan setelah melewati acara wawancara memalukan bersama Jeno, si direktur bajingan yang akan Yangyang ingat sampai mati.
"Kalau kamu mau marah-marah jangan lampiasin ke aku, aku juga capek."
"Di mana?"
"Kenapa?"
"Kalau ditanya ya dijawab, jangan dibalikin pertanyaan."
"Nyebelin," cela Yangyang dengan suara lirih. Pemuda itu memberengutkan bibir ketika mengingat saat di mana Jaemin meninggalkannya. Tidak, ia tak sama sekali merasa cemburu karena lelaki itu memilih mengantar Chenle dan Renjun. Ia hanya tak suka cara Jaemin meninggalkannya seolah dirinya ini tidak penting... ya memang.
"Di mana?"
"Di rumah, emang—"
Tut.. tut... tut...
Sambungan telepon dimatikan begitu saja. Yangyang melongo melihat ponselnya menampakkan home screen tanpa adanya sambungan telepon di sana. Bibirnya makin menebal, uap panas dihelakan sebelum akhirnya benda pipih dilempar ke sebelahnya. Pemuda itu menutup matanya membiarkan notification yang mungkin dari grup atau social media-nya masuk. Alih-alih menengok, Yangyang malah tidur hingga melewatkan satu email masuk dari PT Multi-Theo.