Part 08 - Kaum penghisap darah

8 1 0
                                    

•••••••

Sebuah kastil tua dengan burung gagak bertengger pada ranting pohon di sekitar bangunan itu. Berbunyi nyaring saat Katherine tiba di sana.

Katherine yang di bopong layaknya karung beras di bahu pria bertubuh besar itu hanya bisa menatap gerbang yang terlihat menyeramkan di belakang sana.

Katherine tidak membrontak lagi. Dirinya cukup tenang sekarang karena yang ada di otaknya saat ini hanyalah bagaimana ia bisa melarikan diri. Katherine mendongak, memiringkan sedikit kepalanya mencoba mengintip kearah bangunan besar di depan sana.

Katherine mengutuk, kenapa dia harus mengalami hal ini lagi. Dan sekarang siapa yang bisa menyelamatkannya.

Damian? Ah sial. Bagaimana dia memanggil pria itu. Jessy hanya bilang untuk memanggil Damian saat ia dalam masalah tapi bagaimana caranya.

Katherine di bawa masuk, melewati anak tangga yang panjang dan lorong-lorong panjang sebelum akhirnya sampai pada sebuah ruangan di ujung. Dia di bawa masuk lalu menurunkannya. Katherine terduduk di sebuah ranjang yang cukup mewah hanya saja suasana kamar yang begitu suram membuat tempat itu terlihat mengerikan.

“Kau sangat tenang nona. Apa kau sudah siap untuk menjadi makan malam Tuan kami?.” Pria berambut ikal itu berbicara.

Katherine hanya diam. Dia tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Tenang? Mana mungkin Katherine tenang. Katherine sudah ketakutan setengah mati. Tapi dia lebih kepikiran untuk mencari cara melarikan diri.

“Tuan Erick akan datang malam nanti. Tunggu dan bersiap lah untuk menjadi makan malamnya.” Pria berambut ikal itu berucap lagi lalu membalikan badannya.

“Soal perempuan tadi. Dia akan menjadi makan malam kami.” Lanjutnya seraya menyeringai.

Katherine mendelik. Bukan kah negosiasinya berhasil?. Dia melihatnya sendiri kalau Cassandra di lepaskan. Tidak, Katherine telah di tipu. Lagipula mana mungkin makhluk seperti mereka mau melepaskan mangsanya begitu saja. Sial, sial, sial.

Katherine berdiri kemudian berlari kearah pintu yang sudah tertutup rapat setelah orang-orang itu keluar dari ruangan.

“Jangan coba-caba kalian menyentuh sandra. Bajingan. Lepaskan sandra.”

Katherine terus bertriak marah. Mendobrak pintu itu dengan tubuhnya karena tangannya terikat di belakang punggung. Kini ia benar-benar sangat panik. Bukan hanya harus menyelamatkan dirinya sendiri. Dia juga harus menyelamatkan adiknya.

Katherine berlari kearah jendela. Mencoba membuka korden tipis berwarna putih yang menutupi. Dengan susah payah akhirnya korden itu terbuka dan terlihatlah pemandangan menyeramkan di depan matanya.

Tidak ada salju, yang ada di sana hanya pohon-pohon besar yang di selimuti kabut abu-abu. Burung gagak yang terus berkicau menjadikan tempat itu semakain terlihat menakutkan.

Katherine menunduk lalu memutar kepalanya kekanan dan kekiri, mencari jalan keluar. Namun sayangnya tempat nya saat ini terlalu tinggi dan tidak ada jalan untuknya kabur.

“Arkk.. sialan.” Katherine memaki.

Penciuman vampir sangat tajam percuma saja kalau bersembunyi. Melompat dari jemdela pun mustahil, yang ada dia akan langsung mati. Katherine berbalik, menyandarkan punggungnya pada jendela di belakannya. Dia diam memperhatikan seluruh ruangan, siapa tau ada benda yang busa ia gunakan.

Tidak ada, sama sekali tidak ada yang bisa Katherine gunakan sebagai senjata. Katherine memejamkan matanya sejenak, mengatur nafasnya yang memburu sedari tadi.

Berapa lama lagi sebelum malam?. Katherine tidak tahu.

“Damian. Aku mohon, tolong aku Damian.” Katherine bergumam. Dia tidak tahan lagi, ketakutannya semakin menjadi karena otak nya sudah buntu sekarang.

ANOTHER WORLD : The Human Wife And The Red DiamondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang